Generasi Z dan pemanfaatan teknologi (ilustrasi) | Unsplash/Social Cut

Inovasi

Menggali Potensi ‘Si Paling Melek Teknologi’

Para generasi Z biasanya berwawasan luas, menguasai teknologi, tapi cukup sulit berkomunikasi.

Tak lama lagi, generasi Z akan siap menggantikan posisi para milenial di berbagai sektor kehidupan. Sebagai generasi yang biasa dikenal juga sebagai digital native, generasi ini tumbuh besar bersama teknologi sejak awal kehidupannya.

Hal ini sangat memengaruhi pola pikir mereka dalam menyikapi berbagai aspek kehidupan. Termasuk juga, dalam pola interaksi di dunia kerja.

Managing Director Headhunter Indonesia Haryo Suryosumarto menyebutkan, digital native sebetulnya merujuk ke generasi Z (gen Z) yang lahir pada 1997-2012. Sekarang ini mulai banyak mereka yang kelahiran 1997-2000 yang sudah masuk dunia kerja dan dibandingkan dengan generasi-generasi lainnya, seperti baby boomers, generasi X, dan milenial. Mereka adalah generasi yang yang paling melek teknologi.

Nah ini sebetulnya membuat mereka ketika masuk dunia kerja juga lebih prefer untuk pekerjaan yang mengandalkan pemanfaatan teknologi,” ujar Haryo. Hal ini terlihat sejak banyak di antara generasi Z yang menjalani kuliah daring pada masa-masa akhir kuliahnya.

Bahkan, ikut pula menjalani wisuda secara daring. Hal ini kemudian membuat mereka berpikir, ternyata kuliah dan wisuda pun bisa dilakukan dengan perantara teknologi. “Bekerja pun kalau begitu bisa dilakukan dari rumah saja,” kata Haryo.

Menurutnya, yang harus dipahami adalah bagaimana perusahaan bisa mengoptimalkan potensi generasi Z yang merupakan digital native. Karena harus diakui bahwa sebagai generasi yang paling melek teknologi, mereka juga memiliki wawasan cukup luas.

Ibaratnya, kalau sejak zaman sekolah mungkin mereka sudah terbiasa dengan Google, maka mereka juga sudah terbiasa melakukan riset melalui internet. Namun, di sisi lain generasi Z juga memiliki sisi negatif, yakni cenderung bosan.

Oleh karena itu, yang harus dilakukan, Haryo menyampaikan, ketika perusahaan akan merekrut generasi Z. Perusahaan harus paham benar apa preferensi mereka.

Termasuk juga, bagaimana cara agar potensi generasi baru ini bisa dikembangkan. “Jadi otomatis ga bisa tuh, kita memperlakukan generasi X seperti ini, kita juga akan memperlakukan hal yang sama seperti kita memperlakukan gen Z, misalnya. Wah itu sudah langsung bubar jalan,” cetus Haryo.

Senjakala Google

Setiap generasi pastilah memiliki warna dan karakternya tersendiri. Di era yang makin kental dengan pemanfaatan teknologi, dan generasi Z yang mulai mendominasi, berbagai perubahan pun terjadi.

Dunia pemasaran pun sudah harus mulai berburu strategi baru agar dapat memikat para digital native ini. Sama seperti cara mendidik dan proses rekrutmen, tentu kita tak bisa lagi menggunakan strategi marketing yang selama ini digunakan untuk menyasar milenial untuk kemudian diteruskan ke generasi lanjutannya.

Dikutip dari Techxplorer, Selasa (20/9), profesor pemasaran di Loyola University Chicago, Jenna Drenten menjelaskan, saat ini di kalangan para generasi Z, TikTok sudah mulai menggantikan Google sebagai sumber rujukan informasi mereka sehari-hari.

"Di era ekonomi internet selama ini, Google dirasa sudah terlalu banjir dengan konten dan informasi,” ujarnya. Di sisi lain, TikTok, ungkap Drenten, kini mulai dianggap sebagai sumber informasi yang lebih otentik bagi kalangan generasi Z.

Hal ini pun sejalan dengan pengakuan Natalie Pennington yang sehari-hari bekerja sebagai asisten profesor jurusan komunikasi di University Nevada, Las Vegas, Amerika Serikat (AS). Pennington mengungkapkan, belum lama ini, ia mencari informasi tentang tas perjalanan seperti apa yang kira-kira pas untuk ia bawa dalam perjalanan udaranya bersama Spirit Airlines.

“Dengan cepat atau cukup sekitar satu menit, saya bisa mendapat informasi yang saya butuhkan. Tentunya dengan bentuk video yang lebih kaya visualisasi, ketimbang di Google,” ujarnya.

Selain itu, TikTok, Pennington melanjutkan, juga memungkinkan ia membaca review atau interaksi dari sesama pengguna lainnya. Yang kemudian, semua bahan informasi tersebut sangat berguna baginya dalam mengambil keputusan dalam memilih tas yang ia butuhkan.

 

 

 

Harus diakui Gen Z cenderung kurang dalam kemampuan komunikasi. Mungkin pemikiran mereka bagus tapi mereka tidak bisa mengomunikasikan ide-ide mereka.

HARYO SURYOSUMARTO, Managing Director Headhunter Indonesia
 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Azyumardi Azra dan Sikap Mental Konspiratif

Dalam makalah di muktamar ABIM, Prof Azyumardi membahas potensi kebangkitan peradaban Muslim.

SELENGKAPNYA

Jual Beli Buket Uang Dalam Syariah Islam

Apakah diperbolehkan jika nominal uang di buket berbeda dengan harga jual?

SELENGKAPNYA

Jejak Romusha di Bayah

Sebagian besar jejak berdarah pembangunan rel kereta api Saketi-Bayah tersisa dalam cerita yang memudar.

SELENGKAPNYA