
Kronik
Melongok Gerakan Pemurnian Spiritual Kaum Padri
Gerakan ini merupakan starting point bagi kebangkitan Islam selanjutnya.
OLEH DUDUN S HUDRI
Istilah "kebangkitan Islam" dipergunakan untuk semua gerakan yang bertujuan memperbaharui cara berpikir dan cara hidup umat Islam. Kita sebut saja misalnya, dua macam gerakan untuk menunjukkan adanya gejala di atas, modernisasi dan reformasi.
Modernisasi adalah gerakan pembaharuan yang lebih menekankan aspek sosial politik yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sedangkan reformasi digunakan untuk menyebut adanya sebuah gerakan pembaruan yang lebih menekankan pemurnian spiritual.
Gerakan yang disebut belakangan muncul pada abad 18 M di Jazirah Arab, yang dipimpin Ibn Abdul Wahab, atau yang terkenal dengan sebutan gerakan wahabiah atau salafiyah. Gerakan salafiyah bertujuan utama mengembalikan agama Islam kepada dua sumbernya yang murni, Alquran dan Sunnah, serta meninggalkan pertentangan mazhab dan segala bid'ah serta khurafat. Gerakan salaf inilah yang pernah dinamakan bung Karno dengan istilah purification of Islam mind.
Gerakan ini merupakan starting point bagi kebangkitan Islam selanjutnya. Bahkan Fazlur Rahman menyebut gerakan ini lebih tepat kalau digambarkan sebagai "denyut pertama kehidupan" dalam Islam, setelah kemerosotannya yang pesat dalam beberapa abad sebelumnya. Gerakan salaf inilah yang kemudian melatarbelakangi kemunculan gerakan Padri di Indonesia.
Gerakan ini merupakan starting point bagi kebangkitan Islam selanjutnya.
Istilah Padri
Arus salafiyah yang telah berkembang di Arab itu masuk ke Indonesia sekitar tahun 1803 M bersamaan dengan pulangnya tiga orang haji yang bermukim di Makkah. Mereka adalah Haji Miskin dari Padri Sikat, Haji Mumanik dari Departemen Kota, dan Haji Piabang dari Tanah Datar.
Ketiga ulama ini menyaksikan secara langsung bagaimana kaum Wahabi di Makkah meluruskan agama dan membasmi bid'ah, sehingga mereka ingin meluruskan pula agama di negerinya, Minangkabau.
Dengan tujuan ini mereka mulai mengajar di kampung-kampung dan menanamkan paham pembaruan pada masyarakat. Orang-orang itu terkenal dengan julukan "Harimau nan Salapan" yang kemudian disebut dengan kaum Padri.
Istilah "Padri" sendiri tidak begitu jelas dan sering diperdebatkan. Van Ronkel, misalnya, mengemukakan hipotesis bahwa istilah ini berasal dari "Pedir". Menurutnya, Islam pertama kali masuk ke daerah Pedir, lalu menyebar ke daerah Minangkabau. Ulama Pedir tersebut melancarkan dakwah di Minangkabau. Karena menyiarkan Islam yang sempurna selalu disebut Padri.
Dugaan ini dibantah oleh pendapat yang berkembang kemudian. Bahkan Padri berasal dari kata Portugis "Padre" (Pastor Katolik). Kata Padri sering dipakai di Hindia Inggris maupun Hindia Belanda, tidak hanya oleh orang asing tapi juga oleh penduduk pribumi. Penduduk pribumi memakai istilah itu karena beranggapan orang asing tidak memahami istilah Islam.
Penduduk pribumi memakai istilah itu karena beranggapan orang asing tidak memahami istilah Islam.
Terlepas dari perbedaan itu, yang jelas mereka selalu memakai pakaian serba putih untuk membedakan dari kaum adat yang memakai pakaian hitam. Mereka mengadakan perombakan masyarakat secara radikal, dan dalam banyak hal sering dituntaskan dengan peperangan.
Keadaan ini tentunya mendapat tantangan dari sana-sini, terutama dari pemerintah kolonial Belanda sehingga terjadi pertempuran.
Melawan adat atau kelonialisme?
Dalam sejarah nasional Indonesia, perang Padri diklasifikasikan dalam tiga masa. Pertama, berlangsung antara 1821-1825, ditandai dengan meluasnya perlawanan masyarakat ke seluruh daerah Minangkabau.
Kedua, antara tahun 1825-1830, yang ditandai dengan meredanya pertempuran karena Belanda berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum Padri. Dan ketiga, antara tahun 1830-1838. Pada masa ini pertempuran Padri semakin meningkat, tapi kemudian diakhiri dengan tertangkapnya para pemimpin Padri.
Pada awalnya kaum Padri melakukan gerakan yang dimaksudkan memurnikan akidah Islam. Mereka melarang bermacam-macam kejahatan dan tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Seperti penyabungan ayam, judi, minum arak, dan memerintahkan wanita agar menutup aurat.
Tentu saja hal ini menimbulkan reaksi keras dari para pemegang adat. Akhirnya para pemegang adat itu melakukan perlawanan, sehingga terjadilah pertempuran intern antara mereka dan kaum Padri.
Klimaksnya, pada tahun 1821, ketika terjadi pergantian kekuasaan dari Inggris ke Belanda, kaum adat yang sudah kewalahan itu meminta bantuan kepada Belanda. Terjadilah perpindahan perlawanan, dari melawan kaum adat kepada kolonial Belanda. Walaupun demikian kaum Padri malah bertambah semangat, sehingga meluaslah perlawanan di daerah-daerah terhadap kolonial Belanda.
Klimaksnya, pada tahun 1821, ketika terjadi pergantian kekuasaan dari Inggris ke Belanda, kaum adat yang sudah kewalahan itu meminta bantuan kepada Belanda.
Dari beberapa pertempuran yang terjadi dapat dinilai bahwa gerakan Padri terpencar-pencar di beberapa daerah sehingga membuat pasukan Padri bertambah kuat. Tapi keadaan ini hanya berlangsung lima tahun.
Pada 9 Oktober 1825, kolonel Stuers --yang diangkat menjadi penguasa sipil dan militer di Sumatra Barat sejak 2 November 1824-- telah berhasil mengadakan kontak perdamaian dengan kaum Padri. Kaum Padri pada waktu itu diwakili oleh Tuanku Kramat.
Gencatan senjata dengan kaum Padri itu menguntungkan pihak Belanda. Sebab, dengan demikian sebagian dari pasukan Belanda dapat dipergunakan untuk membantu pasukan yang ada di Jawa dalam usahanya menindas perlawanan Diponegoro
Justru pada tahun 1831 pihak Belanda kembali melakukan serangan. Dalam peperangan ini muncul para pemimpin yang berani dari kaum Padri. Di antaranya adalah Tuanku Tambusai, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Damasiang, dan Tuanku Nan Cerdik.
Tetapi, pada akhirnya perlawanan para Tuanku ini dapat dipatahkan oleh Belanda. Tuanku Nan Cerdik terpaksa menyerahkan diri yang disusul Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1834. Sedangkan Tuanku Tambusai masih terus melakukan perlawanan sampai 28 Desember 1838, yang akhirnya dapat dikalahkan pihak Belanda.
Gerakan Reformis
Memang, dalam riwayat perang Padri sangat sedikit pengkajian tentang pemikiran keagamaan mereka. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, misalnya, di sana hanya dijelaskan segi-segi politiknya saja. Hal ini, jelas Kareel Steenbrink, diakibatkan banyaknya sumber Belanda, sehingga banyak sejarawan yang hanya memuji sistem politik kolonial. Oleh karena itu segi agama dan gerakan pemurnian spiritual kaum Padri belum banyak diteliti.
Memang, dalam riwayat perang Padri sangat sedikit pengkajian tentang pemikiran keagamaan mereka.
Namun demikian, tak pelak gerakan Padri merupakan sebuah gerakan yang harus digolongkan pada reformisme dan puritanisme sebagaimana gerakan Wahabiah. Reformisme sama sekali bukan reaksi terhadap modernisme manapun, melainkan merupakan reaksi melawan kepercayaan dan cara hidup yang merendahkan agama dan kontradiksi dengan ajaran agama.
Gerakan-gerakan reformasi pada umumnya memiliki corak sebagai berikut. Pertama, suatu keprihatinan yang mendalam terhadap kemerosotan sosial moral masyarakat Muslim.
Kedua, suatu imbauan untuk kembali ke Islam orisinal seraya menanggalkan tahayul-tahayul dalam bentuk sufisme populer. Ketiga, suatu imbauan untuk membuang kodrat takdir. Dan keempat, suatu himbauan untuk mengadakan perubahan revivalis melalui kekuatan bersenjata (jihad) -- jika perlu. (Fazlur Rahman, 1985).
Gerakan Padri sebagai gerakan reformis tentu tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aktivitasnya, baik dalam bidang pendidikan agama, sosial kemasyarakatan, dan terutama memberantas kemerosotan moral seperti yang terjadi di Minangkabau dan masyarakat lain pada umumnya. Pada waktu itu banyak penyimpangan agama semisal berjudi, berzina, dan mempercayai tahayul.
Dalam bidang pendidikan, Syekh Jalaluddin -- seorang fakih dari Minangkabau -- bercerita bahwa beliau mengenal ulama di Sumanik yang mengajarkan tafsir, hadis, dan ilmu faraid (ilmu hitungan warisan). Sedangkan ilmu sharaf (asal-usul kata) dari Ulama Talang, dan ilmu nahwu berasal dari ulama Salayo. Mereka mengajar kepada murid-muridnya di surau-surau.
Kaum Padri juga sangat menekankan semagat solidaritas (Ukhuwah Islamiyah) sebagai suatu sistem keamanan dalam bidang agama dan ekonomi.
Gambaran tentang zaman keemasan ilmu agama di Minangkabau ini bukan hanya memberikan informasi tentang beberapa tokoh dan tempat yang penting pendidikan agama, tetapi juga gambaran umum tentang sistem pendidikannya, yaitu sistem pembidangan. Suatu surau hanya mengajarkan satu mata pelajaran tertentu, sehingga para murid berganti surau kalau ingin menambahkan pelajaran lain.
Kaum Padri juga sangat menekankan semangat solidaritas (ukhuwah Islamiyah) sebagai suatu sistem keamanan dalam bidang agama dan ekonomi. Dalam bidang sosial kaum Padri menentang sistem matriarchat dan memberantas kemerosotan akhlak.
Satu hal lagi, kaum Padri yang disokong pedagang menekankan bahwa modal tidak boleh dihabiskan untuk hal-hal konsumtif saja, tetapi harus digunakan untuk investasi usaha baru.
Kaum Padri, pada kenyataannya, telah memberikan suasana baru, pada waktu itu, bagi pergerakan reformis umat Islam Indonesia. Tegasnya menggali api ajaran Islam, memberantas khurafat dan bidah akibat pengaruh Hinduisme dan Budhisme.
Tapi harus diingat, sebagai gerakan reformis, Padri tidak bisa disamakan dengan gerakan Muhammadiyah, misalnya, yang muncul kemudian. Gerakan Padri tidak mempunyai pimpinan pusat, tidak ada kegiatan yang terkoordinasi dengan baik.
Tapi semua itu, tidak menghapus perjuangan Padri sebagai gerakan awal bagi pembaruan ke arah pemurnian spiritual di Indonesia.
Disadur dari Harian Republika edisi 9 Agustus 2002. Penulis merupakan alumnus IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Melongok Gerakan Pemurnian Spiritual Kaum Padri
Gerakan ini merupakan starting point bagi kebangkitan Islam selanjutnya.
SELENGKAPNYAMendidik Anak dengan Tauhid
Di antara pesan Lukman kepada anaknya adalah agar bertauhid kepada Allah.
SELENGKAPNYABolehkah Perempuan Ziarah Kubur?
Di luar ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW, para ulama berbeda pendapat.
SELENGKAPNYA