
Nostalgia
Perdi Pecat Wartawan yang tak Sikap Hormat 'Indonesia Raya'
Persatoean Djoernalis Indonesia pernah memecat anggotanya lewat keputusan rapat pada Januari 1940.
OLEH PRIYANTONO OEMAR
Untuk pertama kalinya, lagu “Indonesia Raya” dikumandangkan di Istana Presiden, Jakarta, pada Upacara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1950. Sebelumnya, perayaan-perayaan kemerdekaan diadakan di Yogyakarta.
Dalam sebuah acara resmi di Yogyakarta pada 1948 yang dihadiri Moh Hatta beserta kabinetnya, terlihat Ki Hadjar Dewantara menjadi dirigen untuk menyanyikan “Indonesia Raya”.
WR Supratman menciptakan lagu itu setelah terinspirasi oleh pidato-pidato di Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang menggelorakan Indonesia Raya. Pidato yang menginspirasinya adalah pidato yang disampaikan oleh Tabrani (ketua panitia kongres) dan Soemarto (sekretaris panitia kongres).
Menurut B Sularto di buku Wage Rudolf Supratman, Supratman menyampaikan pujian mengenai isi pidato itu kepada Tabrani sekaligus memberi tahu akan menuangkannya dalam lagu.

Lagu “Indonesia Raya” itu kemudian dibawakan di Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Lirik lengkap tiga stanza untuk pertama kali dimuat di koran dwimingguan milik Partai Nasional Indonesia, Persatoean Indonesia, edisi 1 November 1928. Redaksi Persatoean Indonesia berjanji akan memuat lengkap dengan notasi pada edisi 15 November 1928.
Sin Po edisi majalah menerbitkan lirik dan not lagu “Indonesia Raya” pada edisi 10 November 1928 dan Persatoean Indonesia edisi 15 November 1928 pun batal menerbitkan not lagu “Indonesia Raya”. Pada edisi berikutnya, 1 Desember 1928, Persatoean Indonesia menulis pengumuman bahwa notasi lagu Indonesia Raya berikut liriknya telah dicetak oleh WR Supratman dan dijual.
Noot dan perkataan dari lagoe terseboet boleh dapat dibeli dengan harga f 0,20 (selain ongkos kirim) pada Administratie “Persatoean Indonesia”.
Tiap-tiap kaoem nasionalist Indonesia patoet memperhatikan lagoe kebangsaan jang terseboet.
Tentang dinyanyikannya lagu ini di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, banyak informasi yang tidak benar. Ada yang menyebut peserta kongres ikut menyanyikan lagu itu. Bahkan, belakangan ada majalah yang mewawancara pemudi yang mengaku menyanyikannya di kongres itu.
Tentang dinyanyikannya lagu ini di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, banyak informasi yang tidak benar.
Soegando Djojopoespito memberikan klarifikasi mengenai informasi-informasi yang melenceng seputar kongres itu, termasuk soal lagu “Indonesia Raya”. Soegondo adalah ketua Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang menjadi ketua panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
“Ada orang yang menulis bahwa WR Supratman menyanyikan lagunya sambil memetik gitar dan diiringi oleh permainan biola serta ukulele. Ada yang cerita bahwa lagu itu dinyanyikan oleh gadis cilik sedang WR Supratman hanya memainkannya dengan biola.
Ada yang mengatakan bahwa sesudah WR Supratman menyanyikan lagu gubahannya, semua yang hadir bersama-sama menyanyikan lagu itu dengan penuh semangat. Ada yang menyanyikan, bahwa Indonesia Raya sudah pernah didengarnya sebelum diadakan Sumpah Pemuda, entah di mana dan dalam kejadian apa,” tulis Soegondo di buku 45 Tahun Sumpah Pemuda yang diterbitkan pada 1974.
Sejak 28 Oktober 1928 hingga 28 Desember 1928, menurut Soegondo, lagu “Indonesia Raya” memang dinyanyikan di berbagai kesempatan di berbagai lokasi, baik dengan iringan biola, dinyanyikan bersama-sama, dalam koor, maupun orkes. Akibatnya, setelah waktu berlalu, fakta-fakta “kapan dan di mana” lagu itu dinyanyikan menjadi kabur.
Sejak 28 Oktober 1928 hingga 28 Desember 1928, menurut Soegondo, lagu “Indonesia Raya” memang dinyanyikan di berbagai kesempatan di berbagai lokasi.
Soegondo memastikan, pada saat dibawakan di kongres, lagu itu tidak dinyanyikan. Alasannya, lirik lagu itu ada kata “Indones” dan “merdeka”, kata yang pada hari sebelumnya telah mengundang polisi menginterupsi rapat.
Ketika Soegondo mengizinkan Supratman membawakan “Indonesia Raya”, ia pun membisiki Supratman, “Jangan nyanyikan dengan perkataan-perkataannya. Pakailah do, re, mi, sol saja.” Supratman menjawab, “O, tidak usah saya nyanyikan. Saya membawa biola saja.”
Soegondo memberikan informasi bahwa “Indonesia Raya” pernah dinyanyikan bersama-sama di ruangan yang sama, yaitu di tempat lagu itu pertama kali dibawakan dalam gesekan biola saat Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
Kejadiannya bukan pada saat kongres, melainkan pada saat penutupan kongres (mungkin yang dimaksudkan adalah pembubaran panitia) pada 28 Desember 1928. Kemungkinan besar di acara inilah, Dolly Salim, gadis 15 tahun anak Haji Agus Salim, tampil menyanyikan “Indonesia Raya” untuk pertama kali.
“Para penyanyi kelihatan sedikit tersenyum, oleh karena seorang utusan dari Solo terdengar terang suaranya dengan nada ‘pelok’,” ujar Soegondo.
Lalu, kapan ada penghormatan kepada lagu “Indonesia Raya” dengan cara berdiri saat lagu dibawakan? Soegondo bercerita, beberapa minggu setelah kongres Soegondo menghadiri rapat di gedung Katholieke Bond. Ia datang bersama Soewirjo.
Saudara Soewirjo menarik baju saya dan berkata ‘Ndo, het lied van jouw congres, sta op’ (Ndo, itulah lagu kongresmu, berdirilah). Saya berdiri diikuti oleh Saudara Soewirjo.
WR Supratman membawakan “Indnesia Raya” di rapat itu dengan biolanya. “Saudara Soewirjo menarik baju saya dan berkata ‘Ndo, het lied van jouw congres, sta op’ (Ndo, itulah lagu kongresmu, berdirilah). Saya berdiri diikuti oleh Saudara Soewirjo,” tulis Soegondo di majalah Media Muda tahun 1973.
Soal pemberian hormat dengan cara berdiri untuk lagu “Indonesia Raya” ini pernah memakan korban. Persatoean Djoernalis Indonesia (Perdi) di masa kepengurusan Tabrani pernah memecat anggotanya gara-gara sikap hormat ini lewat keputusan rapat Perdi di Semarang pada Januari 1940.
Tabrani terpilih menjadi ketua Perdi pada Kongres Perdi di Solo April 1939 dan mundur pada Oktober 1940 setelah diangkat menjadi Kepala Urusan Pers Pribumi di Dinas Penerangan Hindia Belanda.
Ksiaha wartawan yang dipecat itu bermula dari acara Parindra. Dalam sebuah acara Parindra, saat lagu “Indonesia Raya” dinyanyikan, wartawan itu tetap duduk santai di kursinya.
“Meskipun telah diingatkan, bahkan, oleh rekan-rekan Cinanya, Tuan J tetap duduk dengan tenang di kursinya di meja pers. Ini dianggap oleh Perdi sebagai kesalahan serius,” tulis De Koerier edisi 13 Januari 1940.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Gema Proklamasi RI 1942
Nani Wartabone menyatakan kemerdekaan Indonesia tiga tahun sebelum Sukarno-Hatta melakukannya.
SELENGKAPNYAGorontalo dan Hari Patriotik 1942
Sistem politik demikian lebih demokratis ketimbang feodalisme Eropa abad ke-17.
SELENGKAPNYAKi Bagoes Hadikoesoemo, Penggagas Tegaknya Syariat Islam
Ki Bagoes merumuskan pokok-pokok pikiran KH Ahmad Dahlan hingga menjadi Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.
SELENGKAPNYA