Mobil INAFIS melintas usai melakukan olah TKP rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Rabu (13/7/2022). | Republika/Putra M. Akbar

Tajuk

Usut Tuntas dan Transparan 

Penjelasan Mabes Polri seputar kronologis tewasnya Nofryansyah ini ramai diperbincangkan publik, terutama di media sosial.

Kasus tewasnya Brigadir Polisi Nopryansyah Josua Hutabarat (Brigpol J) di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) sore, membetot perhatian publik, terutama warganet di Tanah Air. Bahkan, peristiwa tewasnya ajudan petinggi Polri itu juga mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo dan Menko Polhukam Mahfud MD.

Berdasarkan keterangan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Brigadir Nopryansyah tewas setelah terlibat aksi saling tembak dengan Bharada E, pengawal pribadi Fredy Sambo. Menurut Dedi, peristiwa berdarah itu berawal dari aksi dugaan pelecehan dan todongan senjata yang dilakukan Brigadir Nofryansyah ke arah istri  Ferdy Sambo.

“Dari keterangan dan barang bukti di lapangan, Nopryansyah memasuki kamar pribadi Kadiv Propam, dan melecehkan istri Kadiv Propam serta menodongkan senjata kepada istri Kadiv Propam,” kata Dedi dalam siaran pers, Senin (11/7). Menurut dia, kejadian berawal dari Bharada E yang mendengar suara berteriak ketakutan di kediaman tersebut.

Suara teriakan itu,  kata Dedi, berasal dari histeris istri Sambo yang sedang berada di kamar pribadinya. Bharada E yang sedang berada di lantai atas rumah, berlari menuju sumber teriakan di lantai bawah. Tiba di ruang sumber teriakan, Nopryansyah panik melihat Bharada E yang berada di depan pintu kamar tempat kejadian.

 
Penjelasan Mabes Polri seputar kronologis tewasnya Nofryansyah ini ramai diperbincangkan publik, terutama di media sosial. 
 
 

Menurut Dedi, Bharada E pun menegur Nopryansyah. Namun teguran itu, kata dia, disambut dengan tembakan dari Nopryansyah. “Nopryansyah yang pertama kali melepaskan tembakan ke arah Bharada E,” kata Kadiv Humas Polri.

Bharada E merespons tembakan dengan membalas tembakan hingga berujung pada kematian Nopryansyah. Berdasarkan keterangan, menurut Dedi, Nopryansyah mengeluarkan tembakan ke arah Bharada E sebanyak tujuh kali. Dan Bharada E mengeluarkan tembakan sebanyak lima kali.

Penjelasan Mabes Polri seputar kronologis tewasnya Nofryansyah ini ramai diperbincangkan publik, terutama di media sosial. Ada yang percaya dan ada banyak pula warganet yang mempertanyakan dan meragukan kronologis versi polisi terkait tewasnya ajudan petinggi Polri tersebut.  Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, menyebut peristiwa itu tak lumrah dan menyimpan kejanggalan.

 Hal senada juga disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD dalam akun media sosialnya, Rabu (13/7).  Mahfud menyebut banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan maupun penjelasan Polri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya. Ia pun berjanji akan mengawal proses pengusutan kasus tersebut.

Usulan IPW agar Kapolri untuk membentuk tim gabungan pencari fakta memang sudah tepat. Sebab, kronologi peristiwa yang disampaikan Mabes Polri telah memunculkan beragam spekulasi di masyarakat. Menanggapi ramainya pemberitaan media massa dan viralnya  beragam spekulasi terkait dugaan kejanggalan kronologi tewasnya Nopryansyah di media sosial membuat Presiden Joko Widodo juga angkat suara.

 
Presiden Jokowi meminta Kapolri agar mengusut kasus tersebut secara tuntas dan transparan. 
 
 

Presiden Jokowi meminta Kapolri agar mengusut kasus tersebut secara tuntas dan transparan. “Proses hukum harus dilakukan,” kata Jokowi di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Selasa (12/7).

Perintah Presiden ini telah direspons Kapolri Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan membentuk Tim Gabungan Khusus Polri yang dipimpin  Komjen Gatot Eddy Pramono untuk mengungkap insiden itu.

Publik tentu sangat berharap  tim gabungan yang telah dibentuk Kapolri dapat mengusut tuntas kasus ini secara profesional, akuntabel,  transparan, berkeadilan, serta cepat dan tepat.

Di era serbadigital saat ini, transparansi menjadi hal yang sangat penting. Karena itu, tak boleh ada yang ditutup-tutupi dari kasus tewasnya Brigpol Nopryansyah. Sebab, publik akan terus mengawasi dan memantau prosesnya. Jika proses pengusutannya tak transparan, maka dikhawatirkan akan memunculkan spekulasi liar di masyarakat.

Tak hanya itu, seperti yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD, kredibilitas Polri dan pemerintah menjadi taruhan dalam kasus ini. Karenanya, tim gabungan yang dipimpin Komjen Gatot Eddy harus bergerak cepat mengungkap misteri kasus tewasnya anggota polisi tersebut. Dan, tim juga perlu melaporkan setiap perkembangan investigasi secara terbuka kepada publik.

Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pun harus turun tangan untuk membantu pengusutan kasus ini. Sebagai lembaga yang independen, Komnas HAM bisa mengungkap misteri kasus ini agar menjadi terang benderang.

Apalagi, Polri telah menyatakan kesiapannya untuk membantu segala upaya kerja-kerja penyelidikan, yang dilakukan oleh tim investigator Komnas HAM. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Erick: Pengunjung Sarinah Capai 5 Juta

BUMN tak sekadar melakukan pemugaran gedung yang dibangun pada tahun 1960-an menjadi ikon kekinian.

SELENGKAPNYA