Memahami hewan peliharaan (ilustrasi) | Unsplash/Amber Kipp

Inovasi

Menjawab Misteri Kehidupan dengan Teknologi 

Paduan AI dan mesin belajar berpotensi membuka jalur komunikasi manusia dan hewan. 

Kecerdasan buatan  (AI) terbukti telah banyak mempermudah kehidupan manusia. Bahkan, kecerdasan buatan kini juga berpotensi untuk memudahkan manusia dalam memahami emosi hingga membuka jalur untuk berkomunikasi dari hewan.

Dikutip dari Engadget, pekan lalu, sejumlah ilmuwan kini tengah serius mendalami potensi pemanfaatan teknologi untuk dapat memahami misteri kehidupan binatang. Hal yang memotivasi penelitian itu adalah karena AI telah terbukti mampu mengurai bahasa manusia purba.

Hal ini pun mendorong para ilmuwan untuk membawa pengembangan AI ke ranah komunikasi yang lebih jauh lagi, yakni ke dunia binatang. Terlebih, pada 2017, sejumlah peneliti juga berhasil mengidentifikasi komunikasi yang dilakukan hewan primata bernama marmoset. 

Cara yang dilakukan oleh peneliti itu pun mengantongi akurasi hingga 90 persen. Sejumlah bukti empiris inilah yang menjadi dorongan bagi beberapa peneliti untuk mendalami potensi AI secara lebih luas. 

Diharapkan, peluang ini bisa membantu industri peternakan dan penelitian satwa. Meski, diperkirakan AI baru bisa berperan dalam membantu komunikasi dengan hewan dalam sepuluh tahun ke depan.

Dibutuhkan waktu yang cukup lama mengingat proses untuk memahami komunikasi yang dilakukan oleh hewan sangatlah rumit. Terlebih, hewan memiliki pola komunikasi yang sangat jauh berbeda dengan manusia.

Behavioral Ecologist di University of Chester dan Anglia Ruskin University, James Savage mengatakan, pada dasarnya hewan tidak suka bercakap-cakap. Artinya, hewan hanya akan berkomunikasi jika hewan itu memang merasa perlu untuk mengungkapkan sesuatu.

"Hewan tak ingin repot-repot mengungkapkan apa yang tengah ia rasakan. Hewan hanya akan menyampaikan informasi kepada hewan lain jika ia mendapat manfaat saja," ungkap Savage.

Oleh karena itu, hewan biasanya hanya berkomunikasi secara sepotong-sepotong. Berbeda dengan manusia yang bisa ngobrol secara kontinyu sampai panjang lebar.

Optimalisasi mesin belajar

Dikutip dari New Yorker, pendalaman potensi AI dalam menerjemahkan bahasa hewan sendiri juga melibatkan mesin belajar atau machine learning (ML). Sehingga, dibutuhkan banyak data bahasa hewan yang kompleks untuk kemudian dikaitkan dengan makna dari bentuk komunikasi mereka. 

Artinya, kemungkinan nantinya teknologi ini akan sama konsepnya dengan Google Translate yang saat ini telah mampu menerjemahkan banyak bahasa manusia dari berbagai negara. Dengan mesin belajar, diperlukan data set yang banyak, sebagai bahan bagi mesin untuk dapat terus meng-upgrade kemampuannya. 

Animal Behaviorist dan Professor Emeritus di Northern Arizona University, Con Slobodchikoff mengatakan, perpaduan AI dan ML membuat kemungkinan manusia bisa memahami isi hati hewan makin terbuka. “Teknologi komputer akhirnya memungkinkan kita untuk melihat ke dalam dunia hewan. Proses ini sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa mereka adalah makhluk hidup kompleks yang pantas kita pahami dan hormati,” kata Slobodchikoff.

Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini bisa berperan dalam mendorong agar manusia bisa lebih intensif dalam melakukan aksi perlindungan terhadap tiap satwa yang hidup di bumi. Sehingga, setiap spesies bisa tetap lestari dan terhindar dari kepunahan.

Meskipun, Slobodchikoff yang juga dikenal sebagai pakar komunikasi anjing, mengatakan, begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh peneliti dalam membedah potensi komunikasi dengan hewan. Menurutnya, hewan memang memiliki bahasa, kemampuan memahami waktu, memiliki emosi dan memiliki pemikiran untuk merencanakan sesuatu. "Tapi, ada hal yang membuat hewan tetap unik. Hal itu adalah terkait cara hewan dalam melihat dunia nyata,” katanya. 

Misalnya, Slobodchikoff melanjutkan, lebah dan beberapa burung mengandalkan kemampuan visualnya lewat gelombang ultraviolet. Kemudian, ada pula kelelawar, lumba-lumba, anjing dan kucing yang mampu mendengar suara dalam gelombang ultrasonik. 

Perbedaan tersebut ditentukan oleh banyak faktor. Seperti faktor fisiologi dan struktur otak, karakter lingkungan hewan dan kondisi dinamika lingkungan. Artinya, demi bisa memahami makna bahasa dari tiap hewan juga perlu mendalami beragam faktor itu secara spesifik.

Menurut Slobodchikoff, kecerdasan buatan dan teknologi komputer akan bisa membantu manusia mulai untuk menguraikan bahasa hewan. Termasuk juga, memahami kognisi hewan dengan istilah yang bermakna bagi hewan, bukan dengan istilah kita. 

Apalagi, mesin belajar juga akan bisa membantu manusia menganalisa data dan mencari korelasi dengan sangat efisien. Karena, mesin belajar bisa menemukan hubungan statistik yang terlewatkan oleh peneliti. 

Saat ini, salah satu organisasi yang tengah mendalami peran AI dalam komuniasi hewani adalah Earth Species Project. Organisasi itu pun mengeklaim jadi organisasi pertama yang telah berhasil membuka kunci komunikasi bahasa non-manusia. 

Lewat beragam teknologi terkini, AI dan ML ditantang untuk memecahkan algoritme yang berkaitan dengan gerak tubuh, urutan gerakan, atau perubahan tekstur kulit pada hewan. Rumitnya pendalaman yang dilakukan pun membuat Earth Species Project memperkirakan, upaya ini akan menunjukan hasilnya dalam lima hingga 10 tahun ke depan.

 

 
Hewan memilki pola komunikasi yang sangat jauh berbeda dianding manusia. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ancaman Krisis Makin Nyata

Beberapa negara mengalami krisis parah sehingga tak mampu membayar utangnya.

SELENGKAPNYA

Optimalisasi AI Berujung Akurasi

Pemanfaatan AI dapat memberikan layanan kesehatan yang holistik kepada pasien.

SELENGKAPNYA

Jabeur Melewati Batas

Sebagai atlet Muslim, Jabeur mengaku ada beberapa hal yang menghambatnya.

SELENGKAPNYA