Warga membawa bunga mawar saat berziarah ke makam putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Khan Mumtadz di Islamic Centre Baitul Ridwan, Cimaung, Kabupaten Bandung, Senin (13/6/2022). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Opini

Elegi untuk Eril

Manusia bukan sekadar makhluk berakal, sekaligus makhluk emosional dan spiritual.

DEDDY MULYANA, Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad

Berita tenggelamnya Emmeril Khan Mumtadz (Eril) di Sungai Aare, Bern, Swiss (26 Mei 2022), mencuat kembali setelah jenazah Eril ditemukan pada Rabu (8 Juni 2022). Ahad (11 Juni 2022), jenazah anak sulung Ridwan Kamil (Kang Emil) yang gubernur Jawa Barat itu, tiba di Indonesia.

Eril dimakamkan di Cimaung, Kabupaten Bandung, Senin, 13 Juni 2022. Inilah sepenggal kehidupan keluarga Indonesia terdramatis sejak awal 2022, yang mencuri perhatian bukan hanya masyarakat Indonesia, melainkan juga masyarakat luar negeri, setidaknya warga Swiss.

Kisah pencarian dan pemulangan jenazah Eril serta pemakamannya, melukiskan kecintaan orang tua tak terperikan kepada anaknya. Sebagaimana ditulis Jay Neugeborn dalam novelnya An Orphan’s Tale (1976).

“Seorang istri yang kehilangan suami disebut janda. Seorang suami yang kehilangan istri disebut duda. Seorang anak yang kehilangan orang tua disebut yatim. Tidak ada kata untuk orang tua yang kehilangan anak. Sebegitu beratnya kehilangan tersebut.”

 
Jejak hidup Eril yang manis meski ujungnya memilukan, takkan sirna dalam memori keluarganya.
 
 

Meminjam pandangan Ralph Ross (1957), rangkaian ritual pemakaman orang terkasih seperti dilakukan keluarga terhadap Eril, untuk memperkuat jalinan emosional, kasih sayang, dan kesetiaan kita sebagai manusia kepada keluarga, suku, agama, atau komunitas lain yang mengikat kita secara abadi, yang lebih agung ketimbang diri kita sebagai perseorangan.

Makna simbolis pemakaman Eril di Tanah Air, bukan dinisbahkan kepada Eril sendiri, melainkan juga keluarga yang ditinggalkannya bahwa mereka tabah dan ikhlas, tetapi tetap bersatu dan mengasihi Eril hingga kapan pun.

Keluarga Eril begitu padu. Sebuah foto menggambarkan Kang Emil menggendong istrinya, Atalia Praratya, sementara Eril menggendong adiknya, Zara. Panggilan “Eril” untuk nama Emmeril menandakan panggilan sayang.

Jejak hidup Eril yang manis meski ujungnya memilukan, takkan sirna dalam memori keluarganya. Tak ada seorang pun menyangka Eril tenggelam dan meninggal di Sungai Aare.  

“Kematian adalah misteri, dilihat dari penyebabnya, waktunya, dan tempatnya,” kata Ustaz Aam Amiruddin di sebuah masjid di Bandung beberapa tahun lalu, dua hari menjelang awal Ramadhan.

 
Setiap orang, seperti juga Eril, sejatinya pahlawan bagi keluarganya.
 
 

“Ramadhan lalu seorang pria sedang mengobrol dengan keluarganya saat makan. Usai  membaca Quran, ia meminta istrinya untuk membangunkannya 10 menit kemudian. Ia pun tampak tertidur. Ketika sang istri membangunkannya saat azan Isya berkumandang, ternyata ia sudah meninggal dengan Quran di pelukannya.”

Shalat Ghaib dan doa berbagai komunitas di Jabar dan jutaan orang di Tanah Air atas wafatnya Eril, ribuan orang yang bertakziah, plus ratusan karangan bunga tanda dukacita di Gedung Pakuan, Bandung, menunjukkan Eril anak kesayangan keluarga Kang Emil, juga seseorang yang unik dan menonjol (cerdas, ramah, rendah hati, dermawan) di mata kerabat dan para sahabatnya.

Setiap orang, seperti juga Eril, sejatinya pahlawan bagi keluarganya. Eril yang satu ini tak bisa digantikan “Eril-Eril” lain yang lebih tampan, lebih cerdas, lebih santun, bahkan lebih “saleh.”

Ritual kematian Eril--lagi meminjam perspektif Ross--mempertegas kekhususan jati diri Eril, keistimewaan hidupnya, sekaligus kehampaan yang ia tinggalkan dalam kehidupan keluarga serta semua orang, yang mengenal dan mengasihinya.

Kesenjangan yang dirasakan keluarga terasa lebih menganga jika saja jenazah Eril hilang selamanya. Kegundahan demikian masih dirasakan keluarga yang anggotanya sebagai aktivis diculik dan hilang pada akhir era Orde Baru tahun 1997/1998.

 
Manusia bukan sekadar makhluk berakal, sekaligus makhluk emosional dan spiritual. Seseorang yang telah tiada perlu dikenang agar tetap ada.
 
 

Juga, keluarga yang anggotanya hilang dalam musibah pesawat Malaysian Airlines, dengan nomor penerbangan MH370 yang hilang misterius pada 2014.

Manusia selalu membutuhkan kepastian. Tidak masalah di mana anggota keluarganya wafat, tetapi keluarga harus tahu makamnya dan mengusahakannya sedekat mungkin agar keluarga dapat menziarahinya untuk memuliakannya.

Manusia bukan sekadar makhluk berakal, sekaligus makhluk emosional dan spiritual. Seseorang yang telah tiada perlu dikenang agar tetap ada. Lewat ritual simbolis, bahkan setelah lama tiada, keluarga ingin menunjukkan kecintaan dan kesetiaan kepada anggotanya yang unik.

Salah satu hikmah dari tragedi Eril, betapa besar kasih sayang orang tua kepada anaknya. Ironisnya, anak sering menyadari hal itu setelah orang tuanya tiada. Dalam sejumlah fiksi dan kisah nyata dilukiskan, orang tua bahkan mengorbankan nyawa agar anaknya tetap hidup.

Sebagai anak, kita seyogianya terus berbakti kepada orang tua hingga mereka tutup usia, dan tetap menjaga silaturahim dengan orang-orang yang berhubungan baik dengan orang tua kita ketika masih hidup, seperti disabdakan Nabi Muhammad SAW. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mental Kalah Arab

Yang kurang dari bangsa Arab adalah persatuan, perasaan senasib dan sepenanggungan.

SELENGKAPNYA

Stagflasi dan Anomali Ekonomi Syariah 

Dalam keadaan stagflasi, pelaku bisnis memiliki dua tantangan besar.

SELENGKAPNYA

Kemudahan Beribadah Bagi Jamaah Kursi Roda

Otoritas Masjid Nabawi menyediakan jalur khusus bagi jamaah berkursi roda.

SELENGKAPNYA