Pekerja berjalan untuk memangkas tumbuhan di area hutanTaman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di kawasan Resort Karang Ranjang, TNUK, Pandeglang, Banten, Selasa (24/5/2022). | ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Nasional

Pengambilalihan Hutan Dinilai Berpotensi Konflik

KLHK diminta mengkaji kembali pengambilalihan 1,1 juta ha hutan.

JAKARTA -- Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengambil alih 1,1 juta hektare area hutan di Pulau Jawa, dikritik banyak kalangan. Keputusan itu diyakini bakal mengakibatkan deforestasi dan memicu konflik sosial karena sebagian hutan tersebut bakal dijadikan perhutanan sosial.

Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ), Eka Santosa mengatakan, rencana KLHK membagi-bagikan area hutan dalam skema perhutanan sosial akan mengakibatkan deforestasi. "Di satu pihak kita pegiat lingkungan berusaha menambah jumlah hutan lindung, di pihak lain hutan malah dibagi-bagikan (oleh pemerintah)," ujarnya kepada Republika, Rabu (8/6).

Pengambilalihan 1,1 juta hektare (ha) Hutan Produksi dan Hutan Lindung itu termaktub dalam SK Menteri LHK Nomor 287 yang ditetapkan pada 5 April 2022. SK itu menyatakan 1,1 juta ha hutan yang tersebar di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten beralih status menjadi Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

FPHJ telah melayangkan petisi, yang berisikan desakan agar keputusan itu dibatalkan kepada Presiden Joko Widodo pada akhir Mei. Mereka juga sudah mengadukan persoalan ini kepada Komisi IV DPR.

Eka meyakini deforestasi bakal terjadi karena telah ditemukan sejumlah perhutanan sosial hasil kebijakan sebelumnya menghabiskan hutan. Eka pun mengirimkan sejumlah bukti-bukti kepada Republika, termasuk kwitansi jual-beli lahan yang diduga perhutanan sosial senilai Rp 60 juta dan Rp 165 juta di Karawang, Jawa Barat. Dia juga memperlihatkan foto area diduga perhutanan sosial yang telah berganti menjadi tempat penampungan limbah B3 di Karawang.

Pembagian area hutan juga dinilai bisa memicu konflik. Sebab, 1,1 juta ha hutan itu selama ini dikelola Perum Perhutani bersama masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

"LMDH itu kan juga masyarakat. Kalau hutan itu mau dibagikan kepada rakyat, rakyat yang mana dulu. Wong selama ini LMDH bermitra baik dengan Perhutani di lapangan. Ya pasti konflik lah di lapangan," kata Eka.

Eka menyebut, benih konflik itu sudah mulai muncul. Di Karawang misalnya, sekelompok masyarakat mulai memasang spanduk di pinggir hutan, yang berisikan larangan bagi Perum Perhutani memasuki area hutan.

photo
Pekerja berjalan memangkas tumbuhan di area hutanTaman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di kawasan Resort Karang Ranjang, TNUK, Pandeglang, Banten, Selasa (24/5/2022). - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Kritik atas kebijakan itu juga datang dari pemerintah daerah. Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kabupaten Blora, Puji Ariyanto mengatakan, di daerahnya juga sudah muncul berbagai oknum yang mematok area hutan. Terang saja, Asosiasi LMDH se Kabupaten Blora meradang dan mengadukan persoalan ini kepada DPRD.

"Saat audiensi, Ketua Asosiasi LMDH se Kabupaten Blora menyampaikan kalau izin itu (perhutanan sosial) diberikan kepada orang luar Blora, mereka sudah siap bacok-bacokan. Nah ini kan membuat daerah jadi tidak kondusif," kata Puji dalam seminar tentang KHDPK, yang digelar Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani bersama Fakultas Kehutanan UGM beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi juga mengkritik kebijakan tersebut. Dia khawatir 1,1 juta ha hutan itu akan gundul setelah dibagi-bagikan dalam skema perhutanan sosial. Dampaknya, Pulau Jawa akan kehilangan banyak sumber air bersih.

"Persoalan yang mengelola hutan itu perhutani atau lembaga lain, bagi saya nggak penting. Yang paling penting itu, tidak boleh ada perubahan fungsi dari lahan kehutanan berubah jadi tempat pembuangan limbah, dari lahan kehutanan jadi pertambangan, dari kehutanan jadi properti," ujar legislator dari Jawa Barat itu dalam rapat Komisi IV bersama Menteri LHK, Senin (6/6).

Menteri LHK, Siti Nurbaya mengatakan, tidak semua area hutan 1,1 juta ha itu akan dijadikan perhutanan sosial. Pasalnya, lahan tersebut diambil alih juga untuk mempercepat rehabilitasi hutan serta mengatasi konflik tenurial.

Siti mengatakan, pihaknya kini sedang mempersiapkan keputusan menteri baru yang berisikan ketentuan lebih rinci terkait pengelolaan 1,1 juta ha KHDPK di Pulau Jawa itu. "Dengan begitu, KHDPK tidak diinterpretasikan secara sempit bahwa seluruh area ditujukan untuk perhutanan sosial," ujarnya dalam rapat bersama Komisi IV.

Keputusan baru itu, imbuh Siti, akan berisikan syarat-syarat ketat dalam penentuan area hutan yang boleh dijadikan perhutanan sosial. "Hanya area dengan tutupan hutan kurang dari 30 persen yang boleh dipakai untuk perhutanan sosial," katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mengapa Umat Islam Betah di Amerika?

Citra AS sebagai negara yang amat menjunjung tinggi hak asasi manusia, menegakkan supremasi hukum.

SELENGKAPNYA

BUM-Pes Topang Kemandirian Pesantren

BUM-Pes diyakini bisa berdampak besar terhadap kesejahteraan bangsa.

SELENGKAPNYA

Awal Persentuhan Islam dan Amerika

Kalangan peneliti AS memperkirakan sekitar 4.000 budak yang Muslim menyeberang ke AS.

SELENGKAPNYA