Ilustrasi Hikmah Hari ini | Republika

Hikmah

Menjemput Lailatul Qadar

Lailatul Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia.

Oleh HASAN BASRI TANJUNG

OLEH HASAN BASRI TANJUNG 

Salah satu keistimewaan bulan suci Ramadhan adalah kehadiran suatu malam yang setara dengan seribu bulan (sekitar 82 tahun). Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “… di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikannya maka dia tidak akan mendapatkan untuk selamanya” (HR Ahmad).

Lailatul Qadar bukanlah sesuatu yang berwujud material yang bisa dilihat dan disentuh, akan tetapi kejadian atau suasana yang dapat dirasakan oleh hati yang merindukannya (dzauq).

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada Lailatul Qadar. Tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar” (QS al-Qadr [97]: 1-5).

Prof Quraish Shihab menegaskan, qadar memiliki tiga makna, yakni, pertama, penetapan dan pengaturan, sehingga Lailatul Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Kedua, kemuliaan, yakni malam yang sangat mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Alquran. Ketiga, sempit, yakni malam yang sempit karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi.

Menurut beliau, Lailatul Qadar itu laksana tamu agung yang mendatangi suatu tempat, orang-orang ramai menyambut kehadirannya dengan sukaria. Setiap orang berharap akan disapa atau ditemui oleh tamu agung itu sehingga berupaya untuk mencari tempat sedekat mungkin.

Namun, apakah ia akan menemui semua orang yang menyambut atau melewatinya, lalu pergi menuju sebuah rumah yang penghuninya sedang tidur?

Sejatinya, tamu agung itu tidak tidak akan menemui setiap orang yang berada di lokasi tersebut walaupun mereka sangat mendambakannya. Seperti seorang yang sangat rindu akan kedatangan kekasih, tapi ternyata ia tidak sudi mampir menemuinya. Lailatul Qadar hanya menemui orang-orang yang telah mempersiapkan dan menyucikan jiwanya. Laksana air dan minyak, tidak akan bertemu dan menyatu walaupun dalam wadah yang sama (Membumikan Al-Quran, hlm 514).

Nabi SAW pernah memberikan isyarat bahwa kehadirannya pada 10 hari terakhir, khususnya pada malam-malam ganjil (HR Bukhari). Beliau pun iktikaf di masjid dengan memperbanyak zikir, doa, dan tilawah Alquran. Namun, apakah orang-orang yang iktikaf dengan sendirinya akan mendapatkannya? Tentu bukan jaminan karena sangat bergantung pada kesiapan diri sejak awal Ramadhan dengan berbagai amal saleh.  

Oleh karena itulah, turunnya Lailatul Qadar di 10 malam terakhir bisa dipahami karena orang-orang beriman sudah menyiapkan diri selama 20 hari sebelumnya. Bukan hanya menanti di malam ganjil, tapi pergi atau abai di malam genap. Allahu a’lam bish-shawab

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Menkeu: Subsidi BBM Melonjak

Secara keseluruhan, realisasi subsidi meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

SELENGKAPNYA

Kunci Menjadi Muttaqien

Manusia merupakan makhluk lemah yang tidak akan terlepas dari kesalahan dan dosa.

SELENGKAPNYA