Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tausiyah

Bibit Stres

Ramadhan diharapkan mencegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya stres.

Oleh Kontemplasi Ramadhan (18)

PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal

Siapa yang menanam akan memanen. Siapa menanam bibit surga akan panen surga, siapa menanam bibit neraka akan panen neraka, siapa menanam bibit maslahat akan memetik manfaat, siapa menanam bibit stres akan memetiki stres.

Bulan suci Ramadhan diharapkan mencegah seseorang menjadi produsen stressor, yaitu hal-hal yang bisa memicu terjadinya stres. Stressor, menurut ahli motivator, antara lain PHK, perceraian, putus cinta, konflik, kecelakaan, kematian, merasakan persoalan rutin yang tak kunjung selesai, utang bertumpuk, penyakit menahun, dan persoalan rumah tangga yang berlarut-larut. Kesemuanya ini berpotensi menjadi stressor.

Sumber stres sesungguhnya ialah diri kita sendiri yang dikaruniai pikiran dan nafsu. Kedua unsur ini selalu digunakan dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika menggunakannya keliru atau tidak hati-hati maka berpotensi menyumbang stres.

 
Bulan suci Ramadhan diharapkan mencegah seseorang menjadi produsen stressor, yaitu hal-hal yang bisa memicu terjadinya stres. 
 
 

Sumber stres lainnya ialah lingkungan, yang merupakan arena sandiwara hidup yang diperagakan setiap hari. Jika kita mampu mengelola diri sendiri dan lingkungan kehidupan kita maka kita akan menjadi manusia yang bebas dari stres berlebihan dan berkepanjangan. Stres tidak mungkin dihindari, tetapi intensitasnya bisa diatur.

Stres itu sendiri ada manfaatnya dan tetap diperlukan meskipun dengan dosis yang serasi dengan kondisi objektif diri dan lingkungan kita. Stres memicu kita untuk hidup dan survive serta berprestasi. Stres yang overdosis itulah yang perlu kita hindari karena akan merusak segalanya, termasuk merusak cita-cita luhur hidup kita sebagai hamba dan sebagai khalifah di bumi.

Jika kita ingin mencegah stres overdosis maka jangan banyak menanam bibit stres. Menanam stres berarti menginvestasikan lebih besar perasaan kita kepada orang lain.

Misalnya, menjadi fans fanatik kepada seorang figur atau sebuah tim, gampang mengumbar kalimat cinta kepada orang lain, terlalu berharap banyak dan bergantung kepada seseorang, menaruh harapan dan mengandalkan hal-hal yang bersifat spekulatif, yang belum pasti, seperti berjudi, bonus, dan hadiah, terlalu banyak curhat untuk persoalan pribadi kepada orang lain, dan terlalu gampang pindah-pindah tempat kerja, atau terlalu banyak berimprovisasi. Kesemuanya ini bisa berarti menanam bibit stres.

Apabila stres sudah merasuk terlalu dalam di dalam diri kita maka upaya untuk mengatasinya tidak ada cara lain kecuali mengendalikan diri, terutama emosi. Caranya, antara lain mengalihkan perhatian kita kepada hal-hal yang bersifat menenangkan seperti memperkuat keyakinan keagamaan kita, membuka diri lebih luas kepada alam, lingkungan, termasuk kepada orang lain.

 
Dari sini kita akan melihat dan membandingkan diri kita dengan orang lain bahwa ternyata persoalan yang kita alami bukan tunggal pada diri kita saja tetapi orang lain juga merasakannya bahkan ada yang lebih parah dari kita.
 
 

Dari sini kita akan melihat dan membandingkan diri kita dengan orang lain bahwa ternyata persoalan yang kita alami bukan tunggal pada diri kita saja tetapi orang lain juga merasakannya bahkan ada yang lebih parah dari kita.

Di samping itu, tentu perlu juga semacam shock therapy seperti berikrar untuk memulai hidup baru melalui teknik-teknik tertentu seperti yang sering dipergunakan oleh para psikiater atau psikolog.

Cara paling efektif mengendalikan stres yang berlebihan ialah kembali kepada ajaran agama yang sesungguhnya. Orang-orang yang menjalani kehidupannya dengan bimbingan agama secara utuh maka bukan saja stresnya akan sembuh tetapi ajaran agama itu sendiri mampu memproteksi tumbuhnya bibit-bibit stres itu di dalam diri kita sehingga hidup ini terasa mudah dan wajar.

Kemampuan menggunakan bahasa agama, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, adalah cara paling efektif mengendalikan stres. Dalam Alquran ditegaskan “udkhulu fi al-silmi kafah” (QS al-Baqarah [2]: 208). Orang yang diatur oleh syariah di dalam siklus keseharian, maka hidupnya pasti bukan lahan subur untuk bibit stres.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ibn Abbas, Bayang-Bayang Rasulullah

Pemikiran Ibn Abbas jernih sehingga mampu merekam seluruh tingkah laku dan perkataan Rasulullah hingga akhir hayat.

SELENGKAPNYA

Antisipasi Macet Total Saat Puncak Arus Mudik Lebaran

Pemudik dari Jawa Timur diprediksi paling banyak, Jabodetabek terbanyak kedua.

SELENGKAPNYA

Di Gaza, Lengan Palsu Angkat Harga Diri Mereka

Komite Palang Merah Internasional mendaftar setidaknya 1.600 orang yang diamputasi di antara dua juta penduduk Gaza.

SELENGKAPNYA