Muslimah melakukan aksi unjuk rasa menetang pelarangan berjilbab di India. | AP Photo/Manish Swarup

Opini

Resolusi PBB untuk Menangkal Islamofobia

Resolusi PBB menangkal Islamofobia momentum menyadarkan masyarakat global.

AHMAD I MUJADID RAIS, Wakil Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerja Sama Luar Negeri PP Muhammadiyah

Islamofobia telah menjadi fenomena global, termasuk di dunia sepak bola. Ini juga terjadi pada pendukung Liverpool yang diekspresikan terutama melalui akun media sosial (twitter).

Namun saat Mohamed Salah bergabung  pada 2017, tren Islamofobia berupa ujaran kebencian turun 16 persen (Ala’ Alrababa’h et al, 2021). Salah yang ramah dan bersahabat, membantu mengubah citra Muslim di Inggris di mata pendukung Liverpool.

Pemain bintang Liverpool asal Mesir itu pun menunjukkan kinerja impresif lewat gol-gol dan gelar juara. Bahkan, pendukung Liverpool menciptakan lagu bagi Mo Salah yang dinyanyikan ketika ia menggiring bola dan melesakkannya ke gawang lawan.

“If he scores another few Then I’ll be Muslim, too. If he’s good enough for you, He’s good enough for me. Sitting in a mosque, That’s where I wanna be.”

 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari internasional untuk menangkal Islamophobia. Resolusi ini diterima bulat pada Sidang Umum PBB 15 Maret 2022.
 
 

Kisah di atas, menjadi teladan bagaimana perilaku baik Muslim dapat menampilkan wajah Islam yang teduh di tengah Islamofobia. Namun, usaha individual tentu belum cukup. Perlu usaha bersama menangkal Islamofobia secara terencana dan masif.

Resolusi PBB

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari internasional untuk menangkal Islamophobia. Resolusi ini diterima bulat pada Sidang Umum PBB 15 Maret 2022.

Pada laman PBB disebutkan, Islamofobia adalah bentuk lain rasisme yang mewujud dalam beragam bentuk, seperti diskriminasi larangan perjalanan, ujaran kebencian, dan menyasar pakaian perempuan Muslimah.

Resolusi ini, setidaknya dapat menjadi batu loncatan menangkal Islamofobia secara sistematis dan terstruktur.

Dokumen tersebut juga menyerukan untuk memperluas upaya internasional menciptakan dialog global yang akan mendorong toleransi dan perdamaian berbasis pada saling menghormati HAM  dan keberagaman agama dan kepercayaan.

 
Definisi Islamofobia antara lain rasa takut atau benci terhadap Islam dan karenanya takut dan membenci Muslim
 
 

Istilah Islamofobia pertama kali muncul pada Februari 1991 dalam sebuah laporan periodik di Amerika Serikat (AS). Istilah ini kemudian dimasukkan ke dalam kamus Oxford English Dictionary pada 1997 (Sheridan, 2006).

Definisi Islamofobia antara lain rasa takut atau benci terhadap Islam dan karenanya takut dan membenci Muslim (Runnymede Trust, 1997).

“Ketakutan, kebencian, dan permusuhan kepada Islam dan Muslim yang dilakukan berulang dengan prasangka negatif yang berujung sikap bias, diskriminasi, dan marginalisasi Muslim dari kehidupan sosial, politik, dan sipil di Amerika (Center for American Progress, 2011).

Haas Institute mendefinisikan Islamofobia sebagai, “Keyakinan bahwa Islam adalah agama monolitik yang para pengikutnya, Muslim, tidak berbagi kesamaan nilai dengan mayoritas keyakinan lainnya; inferior dari Judaisme dan Kekristenan; kuno, barbar, dan irasional; agama kekerasan yang mendukung terorisme; dan ideologi politik berbasis kekerasan.’’ (2018).

Sebagaimana pengertian di atas, Islamofobia membentuk ideologi yang memandang Muslim ancaman bagi peradaban Barat.

 
Konteks global war on terror yang dideklarasikan presiden AS saat itu, George W Bush, berkontribusi menciptakan Islamofobia di masyarakat Barat. 
 
 

Penyebab Islamofobia

Fenomena Islamofobia bukanlah hal baru. Setidaknya, terdapat beberapa tesis yang menjadi latar belakang muncul dan maraknya Islamofobia.

Konteks global war on terror yang dideklarasikan presiden AS saat itu, George W Bush, berkontribusi menciptakan Islamofobia di masyarakat Barat. Kelompok Muslim jelas terdampak karena mengalami persekusi, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

Namun tesis lain menyatakan, proses lahirnya Islamofobia lebih jauh lagi, terhitung sejak mulai masuknya imigran Muslim ke Eropa di akhir abad 20, setelah kolonialisasi Eropa di Timur Tengah dan Afrika.

Selain itu, revolusi Islam Iran 1979 dan penyanderaan diplomat AS di Kedubes AS di Teheran, konflik Palestina-Israel, hingga mengalami intensifikasi pascaserangan WTC 2001, dan serangan teror di beberapa kota di Eropa.

Pasca 9/11, kebijakan berbasis ras dan demonisasi Muslim di AS menyebabkan retorika dan narasi Islamofobia dianggap normal sehingga muncul gerakan Islamofobia yang terorganisir dan dengan  pendanaan yang baik di seluruh AS dan dunia.

 
Namun tesis lain menyatakan, proses lahirnya Islamofobia lebih jauh lagi, terhitung sejak mulai masuknya imigran Muslim ke Eropa di akhir abad 20, setelah kolonialisasi Eropa di Timur Tengah dan Afrika.
 
 

Dari riset Center for American Progress, berjudul ‘’Fear Inc The Roots of Islamophobia Network in America’’ (2010) ditemukan terdapat aktor dalam membangun narasi Islamofobia di AS. Mulai politisi, tokoh agama sayap kanan, media, hingga organisasi akar rumput.

Ini sejalan dengan karya Nathan Lean berjudul “The Islamophobia Industry’’ (2017) yang berargumen, Islamofobia diorkestra sejumlah aktor yang membangun narasi penuh kecurigaan dan kebencian terhadap Muslim.

Walau kelompok ini berada di pinggiran tetapi suara dan pendapatnya yang nyaring dapat memengaruhi publik AS yang moderat serta mengaburkan fakta mengenai ajaran Islam yang sebenarnya.

Secara umum, kelompok industri ini terdiri atas gabungan motivasi ideologi sayap kanan. Di saat kampanye perang global menurun, kondisi adanya orkestra dan desain Islamofobia ini diperburuk gelombang populisme dunia.

Di saat negara Barat melihat kelompok imigran mengancam sumber penghidupan warga asli atau lokal, seketika kampanye antiimigran yang kerap kali berkelindan dengan anti-Muslim, berkembang luas dan menjadi isu kampanye di atas mimbar pemilu.

Ini misalnya terjadi di Eropa yang mengalami banjir imigran akibat konflik di Timur Tengah dan krisis kemanusiaan di Afrika.

 
Delegasi Ghana menyampaikan dalam sidang umum PBB tersebut tentang masih adanya kesulitan bagi kaum Muslim mengakses perumahan dan pekerjaan di beberapa negara. 
 
 

Bagaimana selanjutnya? Resolusi PBB mengenai hari internasional untuk menangkal Islamofobia adalah momentum menyadarkan masyarakat global soal masih adanya diskriminasi, ujaran kebencian, serta persekusi terhadap Muslim di seluruh dunia.

Delegasi Ghana menyampaikan dalam sidang umum PBB tersebut tentang masih adanya kesulitan bagi kaum Muslim mengakses perumahan dan pekerjaan di beberapa negara. Demikian pula beberapa peristiwa yang terjadi di India.

Yakni pelarangan penggunaan hijab bagi siswi sekolah dan persekusi kepada remaja Muslimah yang mengenakan hijab saat mereka berangkat sekolah menjadi salah satu bukti masih adanya fobia terhadap Islam.

Namun, adanya hari khusus untuk menangkal Islamofobia tidak akan serta serta menangkal diskriminasi dan praktik Islamofobia lainnya.

Upaya dan kampanye kebebasan beragama dan keyakinan dengan mengedepankan prinsip toleransi dan harmoni sebagaimana prinsip-prinsip Islam wasathiyah dan Islam rahmatan lil ‘alamin harus terus menerus dipromosikan.

Ini mesti dilakukan semua elemn, baik  pemerintah, organisasi kemasyarakatan Islam, media, cerdik cendekia, pengusaha, hingga pelajar, dan mahasiswa. Dengan demikian, hal ini tidak dapat dilakukan parsial.

Perlu kolaborasi lintas kelompok dan sektor dalam membangun kesadaran akan—meminjam ungkapan John L Esposito—penyakit modern.

Dialog antaragama, diplomasi internasional, lobi, dan silaturahim kepada para pemangku kepentingan, pertukaran pemuda dan pelajar, dan pembuatan film edukatif merupakan sebagian upaya yang dapat dilakukan dalam menangkal Islamofobia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mempertahankan Daya Beli

Penurunan daya beli ini patut diwaspadai karena tak hanya menurunkan kesejahteraan penduduk, tapi juga berdampak pada perekonomian secara umum.

SELENGKAPNYA

Persiapan Kesehatan Haji

Panduan umumnya, kita memprioritaskan berjalannya rukun dan wajib haji.

SELENGKAPNYA

Empati Komunal

Berempati sesama adalah bukti konkret dari penjelmaan keimanan seorang mukmin.

SELENGKAPNYA