Ilustrasi Hikmah Hari ini | Republika

Hikmah

Empati Komunal

Berempati sesama adalah bukti konkret dari penjelmaan keimanan seorang mukmin.

Oleh Hadi Susiono Panduk

OLEH HADI SUSIONO PANDUK

Empati menjadi barang langka di saat banyak dari kita mulai mementingkan diri sendiri dan bermental hedo-materialistik. Kemampuan untuk memahami perasaan, pengalaman orang lain dengan membayangkan seperti apa situasi mereka, lazim dinamakan empati.

The ability to understand another person’s feeling, experience, by imagining what is would be like to be in their situation” (Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2008).

Kehadiran Ramadhan sungguh menjadi rem bagi seorang mukmin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang penuh dengan intrik dan manuver yang tak jarang melampaui batas kemanusiaan. Empati komunal harus dikampanyekan sebagai bentuk kepedulian antarsesama mukmin karena sejatinya mereka laksana sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lainnya (Sahih Bukhari, jilid 1, hadis: 481).

Potret masyhur sikap empati dalam sejarah telah di-uswah-kan oleh Nabi Muhammad, seperti kita dapatkan kisahnya ketika berselancar di dalam Sahih Bukhari, hadis bernomor 6.452, Abu Hurairah pernah mengatakan, “Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, aku pernah menempelkan lambungku di atas tanah karena rasa lapar. Aku juga pernah mengikatkan beberapa batu di perutku karena rasa lapar. Pada suatu hari, aku pernah duduk di jalan yang biasa para sahabat lewati. Kemudian, lewatlah Abu Bakar, lalu aku bertanya tentang ayat dari Kitabullah, dan aku tidaklah menanyakannya selain agar Abu Bakar menjamuku, tetapi ia tidak melakukannya.”

“Setelah itu, lewatlah Umar bin Khattab, kemudian aku bertanya kepadanya tentang ayat dari Kitabullah dan aku tidaklah menanyakannya selain agar Umar menjamuku, tetapi ia tidak melakukannya. Setelah itu, lewatlah Abul Qasim (Nabi Muhammad). Ketika melihatku, beliau tersenyum dan mengetahui apa yang tergambar di wajah dan hatiku.

Beliau lalu bersabda, ‘Wahai Abu Hurairah,’ Aku menjawab, ‘Aku penuhi panggilanmu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Ikutlah.’ Lalu aku mengikuti beliau, kemudian aku meminta izin untuk masuk dan beliau mengizinkanku. Ternyata aku mendapatkan susu di dalam mangkuk.”

Berempati terhadap sesama adalah bukti konkret dari penjelmaan keimanan seorang mukmin terlebih pada momentum bulan suci Ramadhan pada saat semua riyadhah, baik yang bersifat ragawi, seperti menahan lapar dan dahaga, ataupun bersifat rohani, seperti berdusta, bergibah, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat, mutlak mendapatkan perhatian sangat serius dari seorang Mukmin.

Jika tidak, puasa yang dijalaninya hanya berbuah lapar dan dahaga, jauh dari pencapaian sempurna, yakni mendapatkan predikat manusia mulia dengan ketakwaan yang melekat pada dirinya. Wallahualamu bishawaab. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

DPR Terima Aspirasi Demonstrasi Mahasiswa

DPR memastikan tidak akan ada penundaan pemilu.

SELENGKAPNYA

Antisipasi Kebutuhan BBM untuk Mudik

Antisipasi diperlukan karena krisis solar subsidi di sejumlah daerah dan antrean Pertalite.

SELENGKAPNYA

Pertanyaan di Balik Karantina Shanghai

Semua warga yang positif Covid-19 baik memiliki gejala maupun tidak, harus dikarantina di lokasi isolasi khusus.

SELENGKAPNYA