Petugas mengerjakan rumah sakit darurat di National Exhibition and Convention Center (Shanghai) in east Chinas Shanghai, Jumat (8/4/2022). | AP/Ding Ting/Xinhua

Kisah Mancanegara

Pertanyaan di Balik Karantina Shanghai

Semua warga yang positif Covid-19 baik memiliki gejala maupun tidak, harus dikarantina di lokasi isolasi khusus.

OLEH LINTAR SATRIA

Lu (99 tahun) sudah lama tinggal di Pusat Perawatan Rumah Sakit Lansia Donghai, Shanghai, Cina. Keluarganya yakin ia akan mendapat perawatan selama 24 jam di pusat kesehatan terbesar di kota itu. Kisah ini dimuat Associated Press edisi Ahad (10/4).

Tapi itu sebelum kota terbesar di Cina itu dilanda wabah Covid-19 terburuk sejak insiden Wuhan pada akhir 2019 lalu. Pasien, dokter dan perawat di fasilitas yang memiliki 1.800 ranjang itu terinfeksi Covid-19.

Banyak perawat yang meminta pertolongan di media sosial, mereka mengatakan kewalahan dengan gelombang infeksi. Beberapa kerabat pasien mengatakan banyak pasien yang meninggal dunia.

Keluarga Lu, meminta agar nama belakangnya tidak disebutkan, mengatakan sang nenek memiliki masalah jantung dan tekanan darah tinggi. Ia terinfeksi Covid-19. Meski tidak memiliki gejala, ia tetap dikirim ke fasilitas isolasi.

photo
Kelompok pasien yang dinyatakan sembuh meninggalkan rumah sakit darurat di Shanghai Convention & Exhibition Center di Shanghai, Sabtu (9/4/2022). - (AP/Jin Liwang/Xinhua)

Cucunya mengatakan Lu meninggal dunia tujuh hari kemudian, penyebab kematian tercatat masalah kesehatan bawaan. Kini yang menjadi pertanyaan cucunya, mengapa Lu dijauhkan dari pusat perawatan orang lanjut usia yang selama ini hapal dengan penyakitnya.

Ketika Lu dikarantina, keluarganya bertanya siapa yang akan merawatnya? Apakah ada perawat dan dokter?  "Nenek saya bukan seseorang yang dapat hidup mandiri," kata cucunya.

"Bila ada perawat yang juga terinfeksi Covid-19 dan tanpa gejala, mengapa mereka tidak bisa bersama-sama (pasien)? Kekacauan dan tragedi yang terjadi di Shanghai saat ini benar-benar bermuara pada kebijakan yang kejam," tambahnya.

Rasa frustasi cucunya Lu mencerminkan keresahan banyak masyarakat Cina atas kebijakan tanpa toleransi Covid-19. Semua warga yang positif Covid-19 baik memiliki gejala maupun tidak, harus dikarantina di lokasi isolasi khusus.

Staf rumah sakit Donghai yang mengangkat telepon menolak menjawab pertanyaan dan mengalihkannya ke departemen lainnya yang tidak menjawab panggilan telepon. Dimintai komentar pemerintah Shanghai hanya mengirimkan laporan media setempat mengenai warga yang menjalani karantina di pusat isolasi kota.

Shen Peiying (72 tahun) meninggal di rumah sakit. Seorang keluarganya, Qiu, mengatakan, sang kakek tidak terinfeksi Covid-19. Qiu yakin, kebijakan karantina berkontribusi atas kematian pasien yang hanya dapat terbaring di tempat itu.

Setelah beberapa pekan tidak ada kabar, barulah staf rumah sakit mengabarkan alasan Shen meninggal dunia karena infeksi pernapasan. Namun, penjelasan ini tidak memuaskan bagi Qiu. Apalagi, belakangan ia tahu bahwa perawat yang selama ini mengurusi sang kakek malah dikarantina karena positif Covid-19.

"Bila mereka semua dikarantina siapa yang merawat para pasien?" kata Qiu.

photo
Petugas mengatur robot di rumah sakit darurat di National Exhibition and Convention Center (Shanghai) in east Chinas Shanghai, Jumat (8/4/2022). - (ap/Jin Liwang/Xinhua)

Mulai 1 Maret sampai 9 April pusat keuangan Cina itu memang melaporkan 180 ribu kasus yang penularannya terjadi di dalam negeri. Sekitar 96 persen di antaranya tanpa gejala. Selama periode itu juga tidak ada pasien Covid-19 yang dilaporkan meninggal dunia. Pada Ahad, Shanghai memulangkan sekitar 11 ribu pasien karantina.

Namun, Shanghai menjadi kasus uji coba bagi kebijakan ketat Cina tersebut. Masyarakat tidak diizinkan melakukan karantina di rumah. Shanghai sempat memisahkan anak-anak yang positif Covid-19 dari orang tua mereka. Namun, warga marah hingga kebijakan itu diperlonggar.

Shanghai memang melipatgandakan tempat karantinanya. Sekolah, apartemen, dan aula pameran disulap menjadi pusat perawatan. Salah satu fasilitas terbesar bahkan dapat menampung 50 ribu orang.

Namun, fasilitas yang tidak memadai menjadi keluhan para pasien. Pasien yang ditempatkan di rumah sakit darurat mengaku, ribuan pasien harus tidur bersebelahan dengan orang tak dikenal, tanpa penghalang, tanpa tirai, dan tanpa fasilitas kamar mandi. Sementara lampu terus menyala setiap saat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

DPR Terima Aspirasi Demonstrasi Mahasiswa

DPR memastikan tidak akan ada penundaan pemilu.

SELENGKAPNYA

Antisipasi Kebutuhan BBM untuk Mudik

Antisipasi diperlukan karena krisis solar subsidi di sejumlah daerah dan antrean Pertalite.

SELENGKAPNYA

RI dan Kanada Jalin Kerja Sama Energi

Kanada terus mendukung kepemimpinan Indonesia di G-20 tahun ini di tengah krisis Rusia dan Ukraina.

SELENGKAPNYA