Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) disambut mahasiswa saat memberikan kuliah umum di Universitas Islam Darul Ulum, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (9/4/2022). | ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Opini

Erick, Pesantren, dan Ekonomi Islam

Maka, pertemuan dan “penyatuan” itu membuka peluang pada aksi ekonomi Islam selanjutnya.

FACHRY ALI, Salah Satu Pendiri Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU Indonesia)

Seseorang mengirim gambar kepada saya, Sabtu (9/4) pagi. Isinya, foto Menteri BUMN Erick Thohir bersila di shaf terdepan bersama para tokoh pesantren Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur, dalam acara safari Ramadhan.

Namun yang menyentuh, gambar Erick membungkuk menyalami para santri yang masih belia. Peristiwa yang tampak sederhana ini, sesungguhnya menyajikan struktur cerita tersendiri. Dan paling menonjol, “penyatuan” dua dunia: negara dan pesantren.

Saya sengaja menggunakan frasa “penyatuan” di sini karena kesadaran sejarah tentang betapa penciptaan frasa itu di dalam, realitasnya tidak sederhana.

Di sini, saya kutip ucapan Clifford Geertz, the adivisers were ignored untuk menggambarkan kompleksitas persoalan “penyatuan” dua dunia itu.

 
Negara, sebagai organisasi kekuasaan yang tertib, kita tahu, adalah elemen modern.
 
 

Ucapan Geertz ini saya ambil dari tulisannya “Culture and Social Change: The Indonesia Case” (1984), yang menggambarkan bahkan pada tingkat elite negara (yang baru merdeka) “penyatuan” itu tidak mudah.

Para ekonom AS yang datang dan bertindak sebagai penasihat ekonomi pada awal 1950-an, terabaikan. Dan pengabaian ini, seperti dikesankan Geertz, bukan karena sifat antagonisme melainkan perbedaan budaya.

Negara, sebagai organisasi kekuasaan yang tertib, kita tahu, adalah elemen modern. Toh, persuaannya dengan elemen modern lainnya, the economist advisers, tidak mudah.

Apalagi, pesantren yang kelahiran dan perkembangannya bukan saja tak berhubungan dengan negara, melainkan telah berlangsung ratusan tahun sebelum negara modern itu bisa dibayangkan, apalagi ditegakkan.

Dalam perspektif kesadaran sejarah inilah, kita memahami pesantren sebagai dunia tersendiri.

Nah, seperti terlihat dalam gambar yang dikirimkan kepada saya, Erick yang duduk di shaf terdepan bersama tokoh pesantren dan menyalami santri milenial, dengan demikian bukanlah peristiwa sederhana.

 
Dan justru, posisinya sebagai wakil negara di dalam hanya terjadi karena pembuktian imajinasi kreatif entrepreneur-nya ke dalam realitas.
 
 

Keberadaan Erick di situ pada perspektif tertentu adalah kehadiran lapis-lapis pengalaman yang tersusun dalam sebuah sosok pribadi. Erick, sebagai keterangan gambar, menunjukkan wakil negara dalam peristiwa safari Ramadhan itu.

Namun, itu baru satu lapis. Sebab pada saat yang sama, Erick adalah entrepreneur (wiraswastawan) yang telah membuktikan kemampuan profesional dan di atas itu, penerjemahan imajinasi kreatifnya ke dalam realitas dunia usaha.

Dan justru, posisinya sebagai wakil negara di dalam hanya terjadi karena pembuktian imajinasi kreatif entrepreneur-nya ke dalam realitas.

Kendati demikian, aspek dramatis dari gambar Erick di pesantren itu adalah lapisan ketiganya: interaksi Erick dan negara serta konsolidasi salah satu wujud atau jenis kekayaan Islam.

Di sini, keberadaan Erick di pesantren bukan sekadar menteri (wakil negara) atau creative entrepreneur. Melainkan, seseorang, dengan wewenang negara yang dimilikinya, yaitu menteri BUMN, yang berhasil mengonsolidasikan salah satu wujud kekayaan Islam dalam bentuk viable financial institution (kelembagaan keuangan yang bertahan hidup). Itulah Bank Syariah Indonesia (BSI).

Seperti pernah saya tulis di harian Republika, konsolidasi bank syariah tersebut adalah peristiwa besar dalam sejarah ekonomi umat Islam Indonesia. Sebab, bukankah walau tak tercetuskan secara eksplisit, inilah salah satu tujuan pendirian Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 1905?

 
Seperti pernah saya tulis di harian Republika, konsolidasi bank syariah tersebut adalah peristiwa besar dalam sejarah ekonomi umat Islam Indonesia. 
 
 

Bukankah konsolidasi keuangan syariah itu yang diperjuangkan Sarekat Islam (SI) sejak 1912? Inilah yang membuat kehadiran Erick di pesantren tersebut bisa mengungkapkan makna tertentu.

Yakni, di samping prestasi lainnya dalam restrukturisasi dan penggabungan BUMN, Erick adalah tokoh utama konsolidasi kekayaan finansial Islam sebesar Rp 240 triliun ─ketika BSI diresmikan Presiden Jokowi pada Februari 2021.

Frasa “penyatuan”, sebagaimana kita sebut di awal tulisan ini, dengan demikian menemukan akar sejarah kesadaran tersendiri.

Berbeda dengan yang dilukiskan Geertz di atas, kehadiran Erick di pesantren itu adalah pertemuan arus panjang sejarah yang direpresentasikan pesantren dengan aktor dan tiga institusi produktif dan terkelola secara modern yang baru terkonsolidasikan.

Maka, pertemuan dan “penyatuan” itu membuka peluang pada aksi ekonomi Islam selanjutnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Persiapan Haji Dikebut

Jamaah berusia di atas 65 tahun belum bisa diberangkatkan haji tahun ini.

SELENGKAPNYA

Shaum dan Kemanusiaan

Berbagi kebahagiaan dengan sesama memegang peran penting dalam visi kemanusiaan.

SELENGKAPNYA