Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual memajang instalasi baju korban kekerasan seksual saat melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/12). Pada aksi tersebut mereka menuntutu DPR | Republika/Putra M. Akbar

Bodetabek

Pemkab Bogor Dampingi Anak Korban Pelecehan Seksual

Korban pelecehan seksual harus dipulihkan sehingga dapat beraktivitas seperti sedia kala.

BOGOR — Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) akan mengirim personel untuk mendampingi korban dugaan pelecehan seksual oleh ayah tiri di Citeureup, Bogor. Hal itu dilakukan meskipun kakak korban telah mencabut laporan kasus dugaan pelecehan seksual di kepolisian.

Ketua P2TP2A Kabupaten Bogor Euis Kurniasih mengatakan, pihaknya sudah mengetahui kabar jika kakak terduga korban berinisial Y mencabut laporan atas ayah tirinya ke Polres Bogor. Sebelumnya, Y menghubungi P2TP2A melalui call center, tetapi tak kunjung datang ke kantor untuk melanjutkan laporannya.

“Karena setelah kami respons dan disuruh datang ke P2TP2A, dia tak kunjung datang sampai kami baca di koran kalau Y mencabut kasusnya. Tapi, P2TP2A sudah diprogramkan untuk turun (personel),” kata Euis melalui pesan singkat Whatsapp, Ahad (3/4).

Sebelumnya, anak perempuan berinisial A (13 tahun) mencabut laporan dugaan pelecehan seksual oleh ayah tirinya, yang dilaporkan ke Polres Bogor awal Maret lalu. Kakak korban, Y (24 tahun), menyebutkan, hal itu dilakukan karena korban mendapat tekanan.

Y mengatakan, korban yang tinggal bersama ibu kandung dan ayah tirinya mendapat tekanan dari terduga pelaku, yaitu ayah tirinya sendiri. Ibu kandung, menurut pengakuan Y, juga menekan korban sehingga laporan dicabut dengan mempertimbangkan kondisi psikis A.

Sementara, pendampingan terhadap terduga korban juga akan dibantu oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor. Komisioner KPAD Kabupaten Bogor Erwin Suriana mengatakan, KPAD bersama P2TP2A siap untuk melakukan pendampingan terhadap korban. Namun, memang harus ada prosedur secara administratif untuk melanjutkan laporan.

“Umpamanya melapor ke P2TP2A atau KPAD, pelapor biar nggak jadi fitnah bisa melaporkan dengan memberi data KTP dan mengisi kronologi. Itu bisa dijadikan dasar hukum untuk menindaklanjuti ke depannya seperti apa,” kata Erwin.

Menurut Erwin, baik korban maupun kakak korban yang melapor tidak melanjutkan laporannya diduga karena tekanan dari pihak keluarga yang begitu kuat. Sehingga tak hanya mencabut laporan kepolisian, laporan ke pihak terkait juga tidak dilanjutkan.

Kendati demikian, Erwin berharap, meski tidak melakukan pengaduan secara langsung, setidaknya pihak keluarga yang mendampingi korban melakukan konsultasi ke P2TP2A maupun KPAD. Hal itu agar ada pendampingan khusus dan tidak berjalan sendiri. Dengan melakukan konsultasi, kata dia, baik P2TP2A maupun KPAD Kabupaten Bogor bisa memberi arahan terkait apa yang harus dilakukan untuk melindungi korban meskipun di luar proses hukum.

“Misal ketemu dengan psikolog, setelah menceritakan (kasusnya) nanti kita bisa arahkan. Atau punya saudara yang bisa dipercaya untuk menengahi, bisa seperti itu,” ujarnya.

Pendampingan keluarga

Menurut Erwin, keluarga harus mendampingi korban pascakejadian pelecehan seksual. Dia mengatakan jika ibu kandung dan ayah tiri korban tidak berfungsi sebagai orang tua sebagaimana mestinya, pihak keluarga lain harus turun tangan.

“Jadi, harus ada penanganan keluarga sendiri. Kalau ibu bapaknya tidak berfungsi, kan ada keluarga lain yang bisa mendidik, membimbing, dan secara psikologis mampu menangani itu,” kata Erwin.

Selain itu, Erwin menekankan, korban harus tinggal terpisah dengan terduga pelaku. Sebab, dikhawatirkan kejadian serupa bisa terulang kembali.

Ia menjelaskan, kasus pelecehan seksual oleh keluarga sendiri kerap terjadi, melihat kondisi tempat tinggal antara korban dan pelaku. Hal itu misalnya korban kerap ditinggal berduaan dengan pelaku atau kondisi rumah tidak memiliki kamar khusus sehingga tinggal bersamaan dalam satu ruangan.

“Kadang rumah nggak ada kamar atau kondisi anak ditinggal orang tua. Itu banyak terjadi sehingga mengundang kasus seperti ini. Memang harus ada pengawasan terhadap anak sendiri,” ujarnya.

Jika anak yang menjadi korban bisa tinggal di tempat lain, kata Erwin, kondisi psikologis anak harus dibimbing baik dari keluarga sendiri maupun di sekolah agar pendidikan anak tidak terganggu. Di samping itu, Erwin menegaskan, terduga pelaku juga harus mendapatkan sanksi sosial, bahkan dari keluarga sendiri, baik keluarga korban maupun keluarga terduga pelaku.

Sanksi sosial tersebut, kata Erwin, bisa berupa pertemuan antar-keluarga dan membuat surat pernyataan di atas materai. Terkait hal ini, KPAD mengaku siap jika keluarga korban membutuhkan pendampingan.

“Biar (kakak korban atau pelapor) tidak menangani sendiri. Walaupun kakaknya sudah berusia dewasa. Konsul ke pihak keluarga ibu, diasuh pihak lain, supaya menghilangkan traumanya,” kata Erwin. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

KA Bogor-Sukabumi Kembali Beroperasi Pekan Depan

Stasiun Batutulis dan Cicurug akan dikembangkan menjadi destinasi wisata sejarah.

SELENGKAPNYA

Membongkar Kampung Narkoba di Tepi Laut Jakarta

Kampung Narkoba semakin meresahkan masyarakat.

SELENGKAPNYA

Adab dan Tuntunan Syariah Promo Ramadhan

Memperbanyak konsumen dengan beragam promo saat Ramadhan harus memenuhi tuntunan syariah.

SELENGKAPNYA