Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar (kanan) didampingi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kiri) menyampaikan sambutan saat jumpa pers di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Yahya Cholil Staquf memperkenalkan jajaran pengu | ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU

Khazanah

MUI: NU untuk Umat, Bangsa, Negara

MUI adalah sebuah payung bagi ormas Islam, salah satunya adalah NU.

JAKARTA — Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, mengajukan pengunduran diri sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, MUI menolak pengunduran diri Kiai Miftach.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azrul Tanjung mengatakan, MUI bisa memahami pernyataan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang menerima keputusan Kiai Miftah mundur dari jabatan ketua umum MUI. Sebab, hal itu merupakan permintaan para sesepuh NU yang tergabung dalam forum Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA).

Namun, yang perlu digarisbawahi dan tidak kalah penting, menurut Azrul, adalah Kiai Miftach dipilih di Musyawarah Nasional (Munas) MUI karena kapasitasnya sebagai rais aam PBNU saat itu. Kiai Miftach juga diajukan secara resmi oleh PBNU.

"Kita harus memahami dalam berbangsa dan bernegara bahwa NU itu bukan hanya untuk NU, itu yang harus dipahami. NU untuk NU, NU untuk umat Islam, NU untuk bangsa dan negara," kata Azrul kepada Republika, Rabu (16/3).

Ia juga mengatakan, MUI adalah sebuah payung bagi ormas Islam di mana salah satunya yang berada dalam payung atau tenda besar MUI itu adalah NU. “Jadi, mohon dipahami kalau banyak pengurus MUI yang tidak bisa menerima keputusan Kiai Miftach mundur dari jabatan ketua umum MUI,” katanya.

Azrul menambahkan, ada persoalan-persoalan penting dalam MUI sebagai tenda besar itu dan tradisi yang diusung selama ini. Ketua umum MUI biasanya rais aam PBNU sebagaimana KH Sahal Mahfud dan KH Ma'ruf Amin yang sebelumnya juga rais aam PBNU.

"Jika tidak (bukan rais aam PBNU yang memimpin MUI), yang memimpin MUI adalah ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kalau ini (Kiai Miftach) dipaksakan mundur, ketua umum MUI ya ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah," ujarnya.

Azrul menegaskan, bisa juga mencari jalan tengah, Kiai Miftah tetap menjadi ketua umum MUI secara de jure. Kemudian MUI bisa mengangkat salah satu dari wakil ketua umum MUI sebagai ketua pelaksana harian. Namun, ketua umum MUI tetap Kiai Miftach yang juga rais aam PBNU.

"Kita mohon betul pengertiannya dari teman-teman NU bahwa NU untuk bangsa dan negara, NU bukan hanya untuk NU," ujar Azrul.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan, Kiai Miftach memiliki hak untuk mundur dari MUI. Gus Yahya pun menyerahkan keputusan itu kepada Kiai Miftach.

Gus Yahya menegaskan, PBNU tidak pernah mengusulkan apa pun agar Kiai Miftach mundur. "Kita persilakan saja. Sampai hari ini, rais 'aam masih menyatakan itu keputusan final dari beliau dan beliau tidak ingin mengubah keputusan itu," ujar Gus Yahya seusai menerima kunjungan ketua DPR RI di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (15/3).

Ia menjelaskan, mundurnya Kiai Miftach dari jabatan ketua umum MUI merupakan amanat dari Muktamar Ke-34 NU di Lampung, Desember 2021. "Pada waktu di muktamar, saya mendengar bahwa rapat AHWA meminta Kiai Miftach mundur dari MUI. (Amanat muktamar) itu sudah beliau laksanakan," ujar Gus Yahya dalam laman resmi PBNU.

Apa pun keputusan Kiai Miftach, kata Gus Yahya, seluruh jajaran PBNU akan selalu mendukung. Sebab Gus Yahya yakin, Kiai Miftah telah memiliki berbagai pertimbangan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Jakarta Ramadhan Festival Digelar dengan Nuansa Turki

Jakarta Ramadhan Festival menjadi kebanggaan pariwisata Ibu Kota Jakarta.

SELENGKAPNYA

IBF Ke-20 Digelar Agustus 2022

IBF penting untuk merawat semangat dan optimisme industri perbukuan.

SELENGKAPNYA