Perempuan terpukul di belakang rumahnya yang drusak akibat serangan udara Rusia, di Gorenka tak jauh dari Kiev, Rabu (2/3/2022). | AP/Vadim Ghirda

Internasional

ICC Endus Invasi di Ukraina

Saat ini, Rusia dan Ukraina bukan penanda tangan Statuta Roma. 

DEN HAAG – Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) akan segera membuka penyelidikan dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Ukraina. Penyelidikan diluncurkan setelah adanya permintaan sejumlah pengadilan dari negara anggota yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Penyelidikan aktif secara resmi dimulai di Ukraina setelah menerima rujukan dari 39 negara pihak,” kata jaksa ICC Karim Khan lewat akun Twitter pribadinya, Rabu (2/3). 

Rujukan oleh negara-negara anggota mempercepat penyelidikan karena memungkinkan jaksa tak perlu meminta persetujuan pengadilan di Den Haag. Artinya, mereka dapat mempercepat penyelidikan tanpa melalui proses yang memakan waktu berbulan-bulan.

Khan mengungkapkan, kantor kejaksaan ICC akan mulai mengumpulkan bukti untuk setiap tuduhan kejahatan perang, baik masa lalu maupun masa kini. Pengendusan juga meliputi indikasi kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida yang dilakukan di bagian mana pun di wilayah Ukraina oleh siapa pun. 

Sebelumnya, Khan mengaku khawatir dengan perkembangan situasi di Ukraina. Dia memperingatkan Rusia serta Ukraina bahwa ICC dapat menjalankan yurisdiksinya dan menyelidiki setiap tindakan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau kejahatan perang yang dilakukan di dalam wilayah Ukraina sejak 20 Februari 2014. 

Ia mengungkapkan, ICC telah menerima banyak pertanyaan sehubungan dengan “kejahatan agresi” di Ukraina. Namun, ICC tidak dapat menggunakan yurisdiksi atas dugaan kejahatan tersebut dalam situasi seperti sekarang. Sebab, baik Rusia maupun Ukraina tidak menandatangani Statuta Roma. 

Kebijakan Bank Dunia

Bank Dunia pada Rabu mengumumkan, mereka akan menghentikan semua programnya di Rusia dan Belarusia. Kebijakan ini terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina.

photo
Perempuan menangis di luar rumahnya yang dirusak serangan udara Rusia di Gorenka tak jauh dari Kiev, Rabu (2/3/2022). - (AP/Vadim Ghirda)

Dalam pernyataan itu dijelaskan bahwa Bank Dunia belum menyetujui pinjaman atau investasi baru di Rusia sejak 2014. “Juga tidak ada pinjaman baru yang disetujui ke Belarusia sejak pertengahan 2020,” katanya.

Saat ini, Rusia sudah menghadapi sanksi ekonomi berlapis dari Barat. Hal itu menyusul keputusannya menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu. 

Uni Eropa bersama Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Kanada telah mengeluarkan Rusia dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT. Ia merupakan jaringan keamanan tinggi yang menghubungkan ribuan lembaga keuangan di seluruh dunia.

SWIFT memungkinkan bank untuk memindahkan uang dengan cepat dan aman, mendukung triliunan dolar dalam arus perdagangan serta investasi. Dikeluarkannya Rusia dari SWIFT dianggap sebagai hukuman ekonomi terberat. Karena, dengan sanksi itu, Moskow menjadi lebih terisolasi secara ekonomi dibandingkan sebelumnya.

photo
Warga mengantre untuk menukar dolar AS sehubungan kekhawatiran pengaruh perang terhadap perekonomian di St Petersburg, Rusia, Jumat (25/2/2022). - (AP/Dmitri Lovetsky)

Lavrov Ingatkan Soal Nuklir

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, jika perang dunia ketiga terjadi, hal itu akan melibatkan senjata nuklir dan bisa sangat destruktif. Hal itu disampaikan saat krisis antara Rusia dan Ukraina serta blok Barat belum menemui titik penyelesaian.

Komentar Lavrov tentang potensi digunakannya senjata nuklir dalam perang dunia ketiga dilaporkan kantor berita Rusia, RIA Novosti, Rabu (2/3). Lavrov menuduh Ukraina sedang berusaha mencari senjata nuklir. 

“Ukraina masih memiliki teknologi nuklir (Uni) Soviet dan sarana pengiriman senjata semacam itu,” ujarnya tanpa memberikan bukti konkret tentang tudingannya.

Lavrov juga mengatakan bahwa Rusia akan menghadapi "bahaya nyata" jika Ukraina memperoleh senjata nuklir. Sebelum Uni Soviet runtuh pada 1991, Ukraina adalah salah satu tempat penyimpanan ribuan hulu ledak nuklir. Ketika Ukraina berdiri sebagai negara merdeka, hulu ledak itu dilaporkan diserahkan kepada Rusia.     

photo
Api dan asap membubung dari sarana kebugaran yang terkena bom di Kiev, Ukraina, Rabu (2/3/2022). - (AP/Efrem Lukatsky)

Rusia dan Ukraina diagendakan melanjutkan perundingan putaran kedua yang bakal berlangsung di Belovezhskaya Puscha, Belarusia. Pembicaraan putaran pertama gagal menghasilkan kesepakatan, termasuk soal gencatan senjata. Namun positifnya, kedua belah pihak masih setuju menggelar negosiasi lanjutan.

Menurut penelitian, Rusia masih menjadi negara dengan persenjataan nuklir terbesar di dunia. The Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menyebut, Rusia setidaknya memiliki 6.255 hulu ledak nukir.

Sementara, hulu ledak nuklir yang dimiliki Amerika Serikat (AS) berjumlah 5.550. Sedangkan, Cina serta Prancis masing-masing mempunyai 350 dan 290 hulu ledak nuklir.

Angka-angka tersebut, meskipun diterima secara luas, tetap merupakan perkiraan. Hal itu karena tidak semua sistem senjata berkemampuan nuklir benar-benar membawa hulu ledak nuklir. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat