Foto udara kawasan yang terdampak banjir lahar dingin di Limo Kaum, Tanah Datar, Sumatra Barat, Ahad (12/5/2024). | ANTARA FOTO/Adi Prima

Nasional

Betapa Penting Mitigasi Pascabanjir Lahar Dingin Gunung Marapi

Sebelum lahar dingin menerjang, alam sesungguhnya telah menunjukkan tanda-tanda yang cukup jelas.

PADANG -- "Bunda, gadang bana aia." (Bunda, air besar sekali). Demikianlah teriakan histeris seorang warga dari atas bangunan sesaat sebelum banjir lahar dingin Gunung Marapi menghantam hingga merenggut puluhan nyawa penduduk di Provinsi Sumatra Barat, Sabtu (11/5) malam.

Teriakan warga tersebut tersebar luas di salah satu grup percakapan instan elektronik Gunung Marapi lewat rekaman video amatir. Dalam video yang diambil dari salah satu bangunan tinggi di daerah terdampak itu, terlihat jelas bagaimana air seketika meluap. Tak lama berselang, sebagian besar rumah penduduk serta lahan pertanian yang berada di jalur aliran lahar dingin itu pun rata dengan tanah.

Kondisi malam itu makin mencekam, sebab aliran listrik seketika turut padam di Nagari (Desa) Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, salah satu lokasi terparah terdampak bencana.

Tak terbayangkan betapa panik warga setempat menghadapi ganasnya banjir lahar dingin yang menerjang permukiman mereka di tengah hujan deras. Bahkan, barangkali sebagian penduduk tengah tertidur pulas saat air menghantam tanpa ampun.

photo
Warga melakukan pencarian korban banjir lahar dingin Gunung Marapi di Manunggal, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Senin (13/5/2024). - (ANTARA FOTO/Givo Alputra)

Sebelum lahar dingin Gunung Marapi menerjang rumah-rumah warga, alam sesungguhnya telah menunjukkan tanda-tanda yang cukup jelas. Hujan dengan intensitas tinggi terus terjadi sejak Sabtu (11/5) sore hingga puncaknya bencana hidrometeorologi tidak dapat lagi terhindarkan.

Padahal, sejatinya Ranah Minang belum pulih akibat bencana banjir bandang yang melanda 12 kabupaten dan kota pada 7-8 Maret 2024. Kini, masyarakat harus dihadapkan dengan kenyataan pahit atas bencana banjir lahar dingin.

Bencana hidrometeorologi menjadi catatan kelam atas penanganan dan penanggulangan bencana alam di Ranah Minang. Harus diakui bahwa Indonesia, khususnya Provinsi Sumbar, belum setangguh Jepang dalam memitigasi bencana alam. Langkah-langkah konkret pencegahan masih harus dilakukan.

Musibah ini seharusnya dapat dimitigasi sejak meletusnya Gunung Marapi pada 3 Desember 2023 yang menewaskan 24 pendaki. Berkaca dari kasus itu, terlihat sudah ada dugaan pelanggaran pemberian izin pendakian yang berujung maut.

Sebab, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumbar masih memberikan izin pendakian meskipun telah mengetahui gunung api aktif itu berstatus level II (waspada) sejak 2011. Artinya, pengunjung dilarang untuk naik ke puncak. Sayangnya, tindakan pencegahan tidak dilakukan justru malah mengizinkan pengunjung dengan mengutip sejumlah retribusi.

Pascakejadian pilu itu, Gunung Marapi yang secara administrasi berada di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam terus menyemburkan awan hitam hingga lava pijar. Dentuman serta gemuruh tidak henti-hentinya terjadi. Bahkan, warga seolah telah membiasakan diri hidup berdampingan dengan kondisi alam meskipun rasa cemas terus menghantui.

Namun, di samping itu, nyatanya pemerintah bukan tanpa solusi. Warga yang bermukim pada radius 4,5 kilometer dari pusat erupsi atau kawah verbeek diungsikan keluar atau tidak boleh beraktivitas dalam zona tersebut. Para pemangku kepentingan juga mendirikan posko-posko penanganan erupsi Gunung Marapi.

Medio Januari 2024, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG telah memperingatkan bahwa terdapat potensi ancaman lahar dingin Gunung Marapi. Hal itu diperkuat dengan perkiraan sekitar 500 ribu meter kubik tumpukan material vulkanik di sekitar puncak, kawah, dan kaki gunung akibat erupsi yang berkepanjangan.

PVMBG berkali-kali menyampaikan bahwa ancaman lahar dingin nyata adanya. Salah satu mitigasi dan peringatan yang dilakukan ialah masyarakat yang bermukim di sekitar bantaran sungai berhulu dari Gunung Marapi agar selalu mewaspadai ancaman banjir lahar terutama saat musim hujan.

Benar saja, peringatan PVMBG tersebut terbukti. Pada 5 April 2024, banjir lahar dingin Gunung Marapi menerjang Nagari Aia Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Imbasnya, akses jalan dari Kota Padang Panjang menuju Kota Bukittinggi atau sebaliknya untuk sementara waktu tidak dapat dilalui kala itu.

Kemudian, pada 26 April, banjir lahar dingin menelan korban pertamanya. Ialah seorang operator alat berat yang sedang mengeruk tumpukan material di salah satu aliran sungai di Nagari Aia Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Ia meninggal dunia akibat terseret arus lahar dingin.

photo
Tim SAR gabungan melakukan pencarian korban banjir bandang di Jorong Galuang, Nagari Sungai Pua, Agam, Sumatera Barat, Senin (13/5/2024). - (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Puncaknya, alam menunjukkan kuasa lewat bencana banjir lahar dingin pada 11 Mei malam, yang sedikitnya menelan 67 orang korban jiwa. Catatan itu setidaknya hingga Kamis (16/5) siang yang disampaikan langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal (Letjen) TNI Suharyanto.

Jumlah korban diperkirakan terus bertambah mengingat tim pencarian masih berupaya menemukan keberadaan 20 warga yang hingga kini masih dinyatakan hilang alias belum ditemukan pascabencana.

Jika ditelisik ke belakang, beberapa waktu lalu tepatnya 26 April, Ibu Pertiwi baru saja memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional yang mengusung tema "Siap untuk Selamat" dengan subtema "Indonesia Tangguh Indonesia Hebat" yang dipusatkan di Provinsi Sumbar.

Sejumlah pesan-pesan mitigasi disampaikan langsung oleh pemangku kepentingan, mulai dari Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy hingga Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto.

Salah satu poin penting yang ditekankan Muhadjir Effendy kala itu ialah Pemerintah Provinsi Sumbar harus menjadikan mitigasi bencana sebagai program super-prioritas.

Penegasan Menko PMK tersebut bukan tanpa alasan mengingat Ranah Minang termasuk wilayah yang berada di dalam lingkaran cincin api atau ring of fire. Apalagi, jika merujuk pada data kebencanaan, tercatat 5.400 kejadian bencana alam sepanjang 2023, yang 10,18 persen di antaranya terjadi di Sumbar.

Bahkan, dalam rangkaian peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Muhadjir juga menekankan pentingnya setiap daerah di Tanah Air tidak terkecuali Provinsi Sumbar untuk mampu mengenali secara detail tipe bencana yang berpotensi terjadi.

Pemerintah daerah tidak bisa hanya atau mengetahui bencana secara umum saja. Pemangku kepentingan harus memiliki data serta informasi lengkap terkait kebencanaan di daerahnya secara komprehensif.

Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya banjir lahar dingin yang terjadi menjadi catatan penting dan mesti disikapi para pemangku kepentingan. Kebijakan yang komprehensif harus segera dibuat dan dijalankan secara konsisten tanpa adanya embel-embel kompromi atas nama investasi.

Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi keberadaan bangunan-bangunan yang berdiri megah di lokasi yang bukan peruntukannya sebelum terjadinya bencana alam.
Sebagai contoh, Xakapa, sebuah kafe kekinian yang sempat menjadi primadona pengunjung dengan menyuguhkan pemandangan air terjun Lembah Anai. Bangunan berbentuk kapal itu faktanya berdiri tepat di bibir sungai yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung.

Belakangan, kafe dan sejumlah bangunan di sekitar bantaran sungai di dekat air terjun Lembah Anai diduga tidak mengantongi izin dari pemerintah setempat. Jika terbukti tanpa izin maka sudah sepatutnya ada sanksi tegas bagi pelanggar termasuk pihak yang melakukan pembiaran. Kini, kafe yang sempat menjadi destinasi para wisatawan lokal itu telah menghilang tanpa sisa karena turut terseret arus sungai yang meluap.

Bangkit dari bencana
Bencana lahar dingin memang menyisakan pilu yang mendalam. Namun, hal itu bukan berarti masyarakat harus berlarut-larut atas bencana yang menimpa. Semua pihak harus bergandengan tangan dan bahu-membahu agar segera bangkit dan pulih dari keterpurukan.

Sejauh ini, berbagai bantuan telah berdatangan dari banyak pihak. Teranyar, Kementerian Pertahanan menyerahkan bantuan beras sebanyak 20 ton, 1.000 paket obat-obatan dengan perincian obat diare, demam/flu, minyak kayu putih, obat luka, dan vitamin. Berikutnya, 600 pasang sepatu boot, 3.000 selimut, 3.000 paket alat mandi, dan 10 ribu dus mi instan.

Bantuan kemanusiaan itu diserahkan langsung oleh Prabowo Subianto di Bandara Internasional Minangkabau pada Kamis (16/5). Menteri Pertahanan sekaligus presiden terpilih periode 2024-2029 itu sengaja terbang dari Doha, Qatar, ke Ranah Minang untuk memastikan bantuan tersalurkan dengan baik.

"Saya turut berdukacita dan berbelasungkawa atas musibah yang terjadi di Sumatra Barat," kata Menhan RI Prabowo Subianto.

photo
Foto udara kondisi jalan nasional yang putus di kawasan Silaiang, Tanah Datar, Sumatra Barat, Ahad (12/5/2024). - (ANTARA FOTO/Beni Wijaya)

Dalam kesempatan itu, Prabowo mengingatkan semua pihak untuk terus memperkuat mitigasi kebencanaan. Sebab, tak bisa dimungkiri, Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terdampak bencana.

Semua pihak tanpa terkecuali harus memaksimalkan potensi mitigasi, termasuk menguatkan sumber daya yang ada agar bencana hidrometeorologi tidak kembali terulang. Prabowo juga berjanji terus memantau perkembangan penanganan bencana, termasuk mengupayakan bantuan berikutnya.

Sementara itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta warga bangkit dari keterpurukan akibat bencana. Semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun sukarelawan, harus saling bersinergi.

Apalagi, penanganan bencana tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah, tapi butuh kerja sama dari berbagai unsur. Risma menyarankan Pemerintah Provinsi Sumbar untuk meniru langkah mitigasi yang dilakukan masyarakat Jawa Tengah, khususnya di sekitar kaki Gunung Merapi.

Selain itu, eks Wali Kota Surabaya tersebut juga mendorong Pemerintah Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang memindahkan warga yang diungsikan sementara ke tempat yang jauh lebih aman. Sebab, Menteri Sosial menemukan adanya penyintas yang diungsikan pada lokasi yang sebetulnya masih berada dalam zona merah atau berada dalam jangkauan lahar dingin.

Tak hanya itu, Risma memperingatkan perihal ancaman likuefaksi di beberapa titik di Provinsi Sumbar. Meskipun daerah itu tidak terdampak bencana lahar dingin, ia khawatir sewaktu-waktu likuefaksi menjadi ancaman baru bagi penduduk.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat