Petugas mengamati posisi hilal dengan menggunakan teropong dalam menentukan 1 Syawal 1442 H di Kantor wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta, Selasa (11/5/2021). | Prayogi/Republika.

Opini

Neo-Visibilitas Hilal MABIMS

Kaji ulang implementasi neo-visibilitas hilal MABIMS pada awal Ramadhan 1443 H.

SUSIKNAN AZHARI; Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pada Selasa-Rabu 21-22 Rajab 1443/22-23 Februari 2022 diselenggarakan pertemuan ahli falak oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag. Pertemuan dibuka Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin. Acara dipandu Kasubdit Hisab Rukyat Ismail Fahmi.

Kasubdit mengatakan, Kemenag mengundang peserta untuk meminta pandangan soal rencana implementasi "Neo-Visibilitas Hilal MABIMS". Ini salah satu konsep menentukan awal bulan komariah dengan syarat ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Ini dianggap perbaikan konsep sebelumnya yang mensyaratkan ketinggian hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam (MABIMS 2,3,8). Ide perubahan ini berawal muzakarah rukyat dan takwim Islam negara anggota MABIMS di Jakarta, 21-23 Mei 2014.

Delegasi Brunei Darussalam dan Malaysia mengusulkan perubahan kriteria imkanur rukyat MABIMS (2,3,8) karena dianggap kurang sesuai dengan praktik di lapangan. Singapura mengusulkan tiga alternatif. Tetap 2, 3, 8, ikut Istanbul, dan lebih tinggi dari Istanbul.

 
Ini dianggap perbaikan konsep sebelumnya yang mensyaratkan ketinggian hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam (MABIMS 2,3,8).
 
 

Indonesia menyatakan masih "mempertahankan" dan perlu kajian terlebih dahulu. Selanjutnya, muzakarah di Balai Cerap Teluk Kemang Negeri Sembilan, Malaysia 2016 merespons pertemuan di Jakarta 2014 dan menghasilkan kriteria 3,6.4.

Dengan kata lain, kehadiran neo-visibilitas hilal MABIMS (IR 3,6.4) merupakan perbaikan terhadap kriteria IR 2,3,8. Dalam uraian berikutnya Kasubdit menyampaikan, semua peserta menjadi narasumber dan berhak menyampaikan pandangannya.

Baginya perubahan kriteria MABIMS bukanlah perubahan kriteria ormas. Artinya, masing-masing ormas tetap berpegang pada kriteria yang digunakan. Dengan kata lain, perubahan kriteria ini sebatas mengawal perundingan dan kesepakatan yang dihasilkan MABIMS.

Pembahas pertama disampaikan Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Ahmad Bahiej, yang menyampaikan perjalanan keputusan MABIMS tentang visibilitas hilal. Keputusan penggunaan teori neo-visibilitas hilal MABIMS ditetapkan dan ditandatangani bersama pada 8 Desember 2021, melalui pertemuan virtual.

Selanjutnya, pada 17 Desember 2021, Menteri Agama RI berkirim surat kepada Menteri Hal Ehwal Ugama Brunei Darussalam Pehin Udana Khatib Dato Paduka Seri Setia Ustaz Haji Awang Badaruddin Bin Pengarah Dato Paduka Haji Awang Othman.

Isi pokok surat ini menyatakan, "Negara Republik Indonesia akan menggunakan kriteria imkanur rukyat baru MABIMS pada 2022 M yang akan datang".

Dalam dialog yang langsung dipimpin kasubdit, berkembang dua pandangan besar. Pertama, menyetujui kriteria baru MABIMS segera digunakan pada penentuan awal Ramadhan 1443 H. Alasannya, apa bedanya penggunaan sekarang atau tahun depan.

 
Kalau melakukan perubahan seharusnya tidak hanya persoalan kriteria, tetapi juga memperhatikan garis panduan yang telah disepakati bersama.
 
 

Momen perbedaan lebih baik untuk mengimplementasikannya. Tidak harus semua setuju, yang tidak setuju silakan tetap menggunakan kriteria yang dipedomani. Pandangan kedua menyatakan sebelum implementasi sebaiknya dilakukan sosialisasi, jangan tergesa-gesa.

Jika dipaksakan dalam penentuan awal Ramadhan 1443 H, terkesan ingin memenangkan pihak tertentu. Kalau melakukan perubahan seharusnya tidak hanya persoalan kriteria, tetapi juga memperhatikan garis panduan yang telah disepakati bersama.

Aspek lain yang disoroti kelompok kedua, jika mengimplementasikan neo-visibilitas hilal MABIMS, apakah menggunakan model Singapura atau Malaysia, bagaimana posisi sidang itsbat, fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 dan lain-lain?

Tak kalah pentingnya, perubahan sebaiknya dilakukan pada awal tahun baru Hijriyah, tidak di tengah jalan karena harus merevisi kalender yang sudah beredar di tengah masyarakat.

Patut diketahui, dari 10 peserta yang menyampaikan pandangan secara langsung, mayoritas tak menghendaki implementasi neo-visibilitas hilal MABIMS pada awal Ramadhan 1443 H/2022 M demi kemaslahatan bersama.

 
Mundur selangkah dan memilih waktu tepat demi kebersamaan lebih utama daripada tergesa-gesa dengan hasil kurang maksimal.
 
 

Apalagi, pada masa pandemi masih berlangsung. Semua pihak harus bergandengan agar Ramadhan 1443 H disambut hati gembira penuh kebersamaan.

Memperhatikan hasil pertemuan di atas dan realitas empiris, alangkah baiknya menag RI mengkaji ulang implementasi neo-visibilitas hilal MABIMS pada awal Ramadhan 1443 H.

Ini tak menyalahi kesepakatan di tingkat MABIMS sebagaimana tercantum pada ad referendum yang berbunyi "...tertakluk kepada kesediaan setiap negara anggota untuk mengimplementasikannya."

Mundur selangkah dan memilih waktu tepat demi kebersamaan lebih utama daripada tergesa-gesa dengan hasil kurang maksimal. Kisah "Fathul Makkah" bisa menjadi renungan bersama.

Namun, jika menag tetap mengimplementasikannya, perbedaan awal Ramadhan 1443 H tak bisa dihindari, bahkan awal Syawal 1443 H pun dimungkinkan berbeda. Akibatnya, upaya penyatuan kalender Islam yang sudah lama dirintis di negeri ini kian jauh dari harapan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat