Dunia Islam
20 Feb 2022, 03:35 WIBBertabur Cahaya di Sharjah
Festival ini menyajikan warna-warni dari sinar laser yang dipancarkan para seniman.
OLEH HASANUL RIZQA
Uni Emirat Arab (UEA) merupakan sebuah negara makmur di sebelah timur Jazirah Arab. Sejarahnya bermula dari persatuan enam emirat pada 1971, yakni Abu Dhabi, Ajman, Fujairah, Umm Al Quwain, Dubai, dan Sharjah.
Kira-kira satu tahun kemudian, Ras Al Khaimah turut serta di dalam perserikatan ini. Sejak saat itu, berdirilah negara tersebut yang bernama resmi Dawlat al-Imarat al-Arabiyah al-Muttahidah.
Pembentukan UEA terjadi satu dekade setelah penemuan ladang minyak di kawasan Teluk. Dengan kata lain, penyatuan emirat-emirat tersebut didorong oleh kepentingan bersama, yakni mengamankan cadangan minyak untuk kesejahteraan masyarakat tempatan.
Kini, negara yang pernah menjadi protektorat Britania Raya itu adalah produsen minyak terbesar ketujuh di dunia. Dari sana, sekitar 4 juta barel minyak mengalir per hari.

Sejak 1990, UEA mulai mengalihkan perhatiannya dari ekonomi yang bertumpu pada minyak bumi kepada sektor pariwisata dan keuangan. Pengembangan yang serius pada turisme menghasilkan keuntungan yang melimpah untuk negara tersebut. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, tidak kurang dari 12 juta wisatawan mancanegara mengunjungi UEA per tahun. Sektor pariwisata menyumbang lebih dari 10 persen produk domestik bruto (PDB).
Seperti umumnya seluruh negara di dunia, UEA pun terdampak wabah virus korona. Akan tetapi, seperti dilansir dari Khaleej Times, Rabu (16/2) lalu, pemerintah setempat akan melonggarkan kebijakan jaga-jarak mulai tanggal 15 Februari 2022. Sebab, angka positif Covid-19 di negara tersebut kian melandai sejak merebaknya varian Omikron pada 22 Januari lalu. Bagaimanapun, emirat masing-masing dipersilakan untuk membuat aturan mengenai batasan kapasitas tempat-tempat publik.

Salah satu emirat yang menyambut baik perubahan kebijakan itu ialah Sharjah. Pemerintah daerah tersebut menyelenggarakan Festival Cahaya Sharjah (The Sharjah Light Festival atau SLF) pada 9-20 Februari 2022. Acara tahunan yang digelar untuk ke-11 kalinya itu menghadirkan keindahan warna-warni sinar lampu dan laser yang memancar pada permukaan sejumlah gedung terkenal.
Kegiatan yang digagas oleh Amir Sharjah Syekh Dr Sultan bin Muhammad Al Qasimi itu merupakan festival terbesar yang mengumpulkan berbagai seniman video mapping dari seluruh UEA maupun dunia global.

Festival Cahaya Sharjah “menghidupkan” sembilan bangunan paling ikonik setempat. Pada malam hari, bangunan-bangunan itu akan tampak menyala dan menampilkan perpaduan yang elok antara cahaya, warna, dan musik yang memukau.
Selama 12 malam berturut-turut, para seniman lokal maupun internasional berkolaborasi untuk memberikan momen yang tak terlupakan kepada para warga Sharjah dan pelancong. Lokasi yang beragam ditampilkan setiap kali—masing-masing dipilih karena pengaturannya yang dramatis dan arsitektur yang menginspirasi.
Festival ini diharapkan dapat memupuk rasa solidaritas dan inklusivitas publik. Adapun sembilan bangunan yang bermandikan cahaya laser itu adalah Gedung Utama University City, Masjid Al Noor, Bendungan Al Rafisah, Gedung Pemerintahan Sharjah, Akademi Alquran, Kompleks Perkantoran Al Hamriya, Masjid Rasyid bin Ahmad Al Qasimi, Masjid Sharjah, dan Taman Air Mancur Al Majaz. Pada setiap tempat, para seniman menyuguhkan tampilan pendar warna-warni cahaya yang unik dan simbolis.

Sebagai contoh, pertunjukan cahaya di Masjid Rasyid bin Ahmad Al Qasimi menampilkan nuansa perpaduan antara seni tradisional dan modern-kontemporer. Seperti dilaporkan media Khaleej Times baru-baru ini, konsep yang hendak ditunjukkan di sana ialah orisinalitas dan kemajuan. Maknanya, Sharjah diharapkan akan terus berevolusi di masa depan tanpa meninggalkan identitasnya yang khas dari masa lalu.
Dilansir dari situs resmi sharjahlightfestival.ae, festival tersebut bermula pada 2010. Syekh Al Qasimi mengatakan, penyelenggaraan kegiatan kultural ini sebagai penanda identitas dan warisan budaya Sharjah serta UEA secara keseluruhan. SLF menarik ratusan ribu pengunjung setiap tahun.
Mereka umumnya terpesona oleh kepiawaian artistik, keterampilan teknis para master, dan alunan musik yang harmoni. Semuanya tampil dalam wujud iluminasi yang menakjubkan. Orang-orang akan mengalami defamiliarisasi terhadap bangunan-bangunan landmark. Seolah-olah, mereka baru pertama kali melihat tempat-tempat itu di Sharjah.

SLF menggabungkan semua komponen estetis dari dunia seni, budaya, pendidikan, inovasi, dan pemikiran. Unsur-unsur itu menyatu dan menstimulus energi bagi kehidupan seluruh emirat. Di samping itu, tentunya festival ini menjadi ajang unjuk gigi bagi para seniman. Dapat tampil di sini adalah kesempatan tersendiri yang turut membawa reputasi mereka kian mendunia.
Festival ini merupakan acara tahunan yang sangat dinanti-nantikan. Memanfaatkan teknologi cahaya yang kreatif dan inovatif serta musik yang dikurasi secara khusus, itulah beberapa kelebihan acara tersebut. Masjid Sharjah, Balai Universitas, Taman Al Majaz, dan masih banyak lagi landmark ikonik emirat lainnya benar-benar dilihat dari perspektif yang baru.
Banyak desain yang puitis dan terinspirasi oleh budaya, cerita dan tradisi lokal atau menggabungkan alam dan ruang. Beberapa didasarkan pada seni dan desain yang lebih modern, semuanya indah dan menggugah pikiran.
Hasanul Rizqa
Redaktur