Warga menggelar unjuk rasa di depan Balai Besar Wilayang Sungai Serayu Opak (BBWS SO), Yogyakarta, Senin (26/4). Aksi ini mengecam tindakan represif aparat terhadap warga Desa Wadas penolak tambang pada Jumat (23/4/2021). | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Bendungan Disambut, Tambang Ditolak di Wadas

Penambangan andesit dikuatirkan warga merusak lingkungan Desa Wadas.

YOGYAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyebut warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tidak menolak pembangunan Bendungan Bener. Penolakan warga adalah pada penambangan batu andesit untuk membangun bendungan yang diambil dari Desa Wadas.

Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Julian Duwi Prasetia mengatakan, ada beberapa alasan mengapa warga menolak penambangan, salah satunya untuk menjaga keutuhan desa. Sebab, banyak dampak yang akan ditimbulkan terhadap penambangan yang dilakukan, terutama terkait kerusakan lingkungan.

"Walaupun itu penambangan misalnya memberikan orientasi pemasukan ekonomi (bagi warga), cuma itu tidak dapat menggantikan misalnya lingkungan mereka. Lingkungan itu bisa bermakna luas," kata Julian kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (13/2).

Dari aspek kebencanaan, Julian menyebut, Wadas memiliki risiko kebencanaan yang tinggi. Penambangan akan semakin meningkatkan risiko bencana di sana.

photo
Poster penolakan tambang batu terpasang di dinding rumah warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Pada Selasa (8//2/2022) kemaren 63 orang khususnya 56 warga Wadas ditangkap kepolisian.  - (Wihdan Hidayat / Republika)

Pada dokumen analisis dampak lingkungan (amdal) proyek Bendungan Bener, ada alternatif lain untuk pengadaan material konstruksi tersebut. Julian menuturkan, material untuk pembangunan bendungan ini tidak harus diambil dari Desa Wadas.

Pemprov Jawa Tengah menyebut sudah membangun setidaknya empat bendungan, semuanya tanpa mengambil material dari Desa Wadas. "Kita lihat dari banyak pembangunan itu kan ada banyak cara yang bisa digunakan dan buktinya banyak bangunan itu jadi dan tidak harus ambil batuan dari Wadas. Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah) saja bilang sudah bangun empat bendungan, tapi tidak ambil dari Wadas, buktinya jadi. Fakta itu kemudian lucu, pertanyaannya kenapa harus Desa Wadas," jelasnya.

Julian Duwi Prasetia mengatakan, warga di Desa Wadas masih mengalami trauma. Trauma ini dialami warga setelah adanya pengepungan oleh aparat gabungan TNI dan Polri dengan senjata lengkap di desa tersebut pada Selasa (8/2) lalu. 

"Kondisi hari ini tentu mereka masih mengalami trauma yang luar biasa pasca pengepungan selama tiga hari. Kemudian di hari keempat masih didatangi dan itu memberikan trauma yang sangat dalam," kata Julian kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (13/2).

Saat ini, pihaknya berupaya untuk memulihkan kondisi masyarakat Wades. Sebab, masih ada warga yang belum berani kembali ke Wadas. Bahkan, ada yang sampai tidak berani keluar rumah. Selain itu, ada masyarakat yang bersembunyi jika mendengar suara kendaraan karena masih mengalami trauma.

"Fokus kami selain mengumpulkan data-data, bagaimana (berupaya) untuk memulihkan masyarakat Wadas ke kondisi yang semula, merehabilitasi. Itu yang utama dan urgen bagi kami karena banyak juga orang yang belum balik ke Wadas karena masih takut," ujarnya.

Per Ahad (13/2) ini, Julian menyebut, sudah tidak ada aparat di desa tersebut. "Terakhir, saya jam 04.00 WIB pagi (dini hari) sudah tidak (melihat) ada aparat," kata Julian.

photo
Anggota Polisi berjaga saat warga yang sempat ditahan tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener. - (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.)

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menuding rencana penambangan batu andesit ilegal. Menurutnya, Pemerintah hanya punya izin untuk pembangunan Bendungan Bener.

Isnur menyampaikan kajian amdal wajib dipenuhi dalam pembangunan proyek, termasuk tambang. Ia tak menemukan dokumen mengenai amdal dari rencana tambang andesit di Wadas. "Amdalnya hanya pembangunan waduk. Tidak ada izin pertambangan. Padahal hukumnya beda. Pemerintah kok langgar aturannya sendiri," kata Isnur, Sabtu (12/2).

Isnur menilai penolakan warga terhadap tambang andesit terbilang wajar. "Mengapa warga menolak? Sejak 2013 mereka dapat kabar ini. Batuan itu sumber mata air. Tanah mereka sangat subur. Wadas terkenal hasil pertaniannya. Ini akan hilang dengan hancurnya alam desa mereka," ucap Isnur.

Selain itu, Isnur menduga penambangan andesit ditujukan untuk kepentingan bisnis di luar pembangunan bendungan. Sebab, ia mendapati informasi jumlah batuan andesit yang ditambang melebihi angka kebutuhan bendungan.

"Target penambangan 8 juta ton, tapi yang akan ditambang 40 juta ton. Masyarakat curiga ini untuk kepentingan eksploitasi sebesar-besarnya," ucap Isnur.

Ia menduga adanya desain yang sengaja dibuat hingga terjadi kekerasan di Desa Wadas. Menurutnya, insiden Wadas terjadi bukan pada 7-8 Februari 2022 saja. Isnur menyampaikan aksi represif aparat terhadap warga Wadas dilakukan sejak beberapa waktu sebelumnya.

"Aksi represif negara bukan cuma ini saja, tapi cukup panjang. Ada manipulasi soal pertambangan. Warga sudah tolak sejak sosialisasi. Warga aneh kok tiba-tiba ada yang tandatangan setuju," kata Isnur.

Isnur lantas mempertanyakan dalih kepolisian saat menangkapi warga Wadas. "Chaos itu desain untuk alasan menangkapi. Ada juga hoaks sebarkan isu pengukuran (tanah) dilakukan di depan masjid," lanjut Isnur.

Insur menceritakan sejak awal Februari, akses masuk ke Desa Wadas tergolong sulit. Ia mendapat laporan bahwa aparat berjaga hingga di gang-gang menuju dan keluar Wadas. "Tiap yang mau masuk bawa logistik misalnya saja dilarang. Ada pembatasan pergerakan masyarakat," ujar Isnur.

photo
Aparat Kepolisian berjaga di akses masuk menuju Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). - (Wihdan Hidayat / Republika)

Lalu, Insur mengungkapkan warga yang mau bekerja ke sawah ditangkap dan ibu-ibu yang menggunakan pisau untuk buat besek tak dibolehkan. Bahkan arit yang digunakan petani untuk ke sawah turut disita.

Isnur mempertanyakan penyitaan tersebut karena alat-alat itu bukan ditujukan untuk melawan petugas. Penyitaan juga dilakukan di rumah warga bukan di lokasi yang sengaja disiapkan warga untuk mengadang aparat.

"Diambilnya (pisau, arit) di sekitar rumah. Bukan warga yang siapkan senjata tajam untuk adang polisi. Warga sedang shalat tadinya mau wudhu diarahkan ke mobil polisi," ucap Isnur.

Selain itu, Isnur membantah isu yang menyebutkan aksi kekerasan dilakukan oleh oknum lain. Ia menyebut kekerasan memang dilakukan aparat termasuk yang tak berseragam. "Ini bukan kekerasan oleh oknum. Ada yang nggak berseragam. Entah itu aparat intel, reserse atau preman. Tapi mereka beriringan. Yang menangkap itu orang-orang yang bersama polisi," tutur Isnur.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerjunkan tim ke Desa Wadas guna mencari fakta peristiwa yang terjadi pada 8 Februari lalu. Komnas HAM mendapati temuan kekerasan kepolisian benar-benar terjadi di sana.

photo
Warga yang sempat ditahan polisi bertemu ibunta usai tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener. - (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.)

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengadakan kunjungan ke Jawa Tengah sejak 11 Februari guna menyikapi insiden di Wadas. Pada Sabtu (12/2), Beka dan timnya berhasil masuk ke Desa Wadas untuk mendalami keterangan warga.

"Temuan awal Komnas HAM menemukan fakta adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam pengamanan pengukuran lahan warga yang sudah setuju," kata Beka dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu (12/2). 

Beka juga memperoleh kabar bahwa ada sebagian warga Wadas yang belum pulang ke rumah masing-masing karena masih merasa ketakutan. Hal ini sesuai dengan temuan sejumlah LSM yang memantau perkembangan insiden Wadas. "Banyak warga dewasa dan anak mengalami trauma," ujar Beka. 

Selain itu, Beka mengungkapkan rencana penambangan batu andesit menimbulkan perpecahan di kalangan warga Wadas. Pihak warga yang pro dan kontra penambangan belum bisa akur lagi. "Kami mendapati fakta terjadi kerenggangan hubungan sosial kemasyarakatan antar warga yang setuju dan menolak penambangan batuan andesit," ucap Beka. 

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku tidak ada IUP untuk Desa Wadas. Hal itu disampaikan Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo, pada Kamis (10/2).

"Bila benar usaha penambangan andesit di Desa Wadas belum berizin, seperti yang disampaikan Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian ESDM, harus dianggap sebagai perbuatan ilegal. Karena itu harus ditindak. Bukan malah didiamkan dan dicarikan pembenaran," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/2).

Permintaan BPN

Sedangkan pihak kepolisian berdalih keberadaan anggota dalam proses pengukuran lahan untuk kepentingan proyek pembangunan Waduk Bener atas permintaan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Jawa Tengah. Hal ini diungkapkan Kapolda Jawa tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi, melalui Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy, saat dikonfirmasi di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (8/2) malam.

Secara kronologis, Iqbal menjelaskan, pada Senin (7/2, kepala BPN wilayah Jawa Tengah melakukan audiensi dengan kapolda Jawa Tengah, terkait dengan atensi Presiden Joko Widodo atas percepatan pembangunan proyek strategis nasional.

Selanjutnya BPN wilayah Jawa Tengah meminta bantuan pendampingan kepada Polda Jawa Tengah karena akan dilakukan proses pengukuran lahan untuk kepentingan proyek strategis nasional, pembangunan Bendungan Bener.

Terkait hal ini, Polda Jawa Tengah menyiapkan sekitar 200 personel Polri berkoordinasi dengan TNI,  Pemkab Purworejo, dan stakeholder terkait.

photo
Warga Wadas menggelar aksi damai di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purworejo dan dilanjutkan ke Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO), Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). Sebagian warga itu menolak proses pengadaan tanah dan rencana penambang. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Lalu, kata Iqbal, pda Selasa pagi personel yang disiapkan untuk melakukan pendampingan pengamanan inventarisasi dan identifkasi di Desa Wadas mendapat arahan dari Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol Abioso Seno Aji, di halaman Polsek Bener.

Pada pukul 08.00 WIB, Tim BPN yang menuju dan masuk ke Desa Wadas dihambat sejumlah warga. Selanjutnya pada pukul 08.30 WIB tim gabungan TNI/Polri dan instansi terkait memasuki Desa Wadas untuk membantu mengawal pendampingan Tim BPN yang akan melaksanakan tugas.

“Turut serta dalam kegiatan tersebut kades, camat, pejabat pemda termasuk dinas pertanian dan berhasil masuk dengan aman ke wilayah Desa Wadas,” lanjut Iqbal. Selanjutnya, proses pengukuran oleh tim BPN dilaksanakan mulai pukul 11.00 WIB dengan didampingi para pemilik lahan.

Pada saat proses pengukuran berlangsung, kata Iqbal, di dekat masjid desa berkumpul kerumunan warga yang pro maupun kontra pembangunan bendungan dan terjadi keributan kedua belah pihak. “Hingga akhirnya ada 23 warga yang diamankan dan langsung dibawa ke Polsek Bener untuk dilakukan interogasi,” kata Iqbal.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat