Pakar Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo berbicara mengenai perbudakan dalam kacamata Islam dan HAM. | Abdullah Sammy/Republika

Hiwar

Islam dan HAM Melarang Praktik Perbudakan

Bagaimana praktik pengkerangkengan dan perbudakan ini dari perspektif Islam dan hak asasi manusia?

Temuan kerangkeng manusia di halaman belakang Bupati nonaktif Langkat, Sumatra Utara, Terbit Rencana Perangin-Angin mendapat sorotan. Dugaan praktik perbudakan modern membuat Komnas HAM terjun menyelidiki kasus tersebut.

Bagaimana praktik pengkerangkengan dan perbudakan ini dari perspektif Islam dan hak asasi manusia (HAM)? Wartawan Republika, Dea Alvi Soraya, mewawancarai Pakar Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo untuk mengkaji pelanggaran ini lebih lanjut dari perspektif HAM dan Islam. Berikut kutipan wawancaranya:

Bagaimana menyikapi praktik pengkerangkengan dan perbudakan oleh Terbit Rencana Perangin-Angin ini dari perspektif HAM?

Itu jelas sekali sebuah pelanggaran karena tidak boleh ada tahanan atau penjara yang dikelola secara pribadi. Dan perlu ditegaskan bahwa seluruh tahanan wajib dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini Ditjen Lapas. Sedangkan penjara yang ada di Langkat bisa dibilang adalah milik pribadi.

Penahanan yang dilakukan mantan Bupati Langkat itu juga sudah jelas melanggar prosedur hukum, karena setiap orang yang melakukan tindak pidana, termasuk mengonsumsi narkoba, tidak dapat serta-merta ditahan.

Para pelaku pidana harus tetap perlu menjalani prosedur hukum yang sah, mulai dari adanya laporan dari kepolisian, proses penangkapan, penahanan hingga persidangan. Sedangkan yang dilakukan Terbit ini dapat dikatakan telah mendahului prosedur hukum yang berlaku, termasuk tugas polisi, jaksa hakim bahkan petugas lapas.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Heru Susetyo Full (herususetyo2611)

Bagaimana mengkaji praktik pengkerangkengan dan perbudakan ini dari perspektif Islam?

Islam dengan tegas melarang praktik seperti ini, karena dianggap telah mendahului proses hukum yang sah. Dalam Islam juga sudah dijelaskan bahwa segala tindak kejahatan atau pelanggaran perlu diproses melalui hukum yang berlaku, baik dari hukum Islam maupun negara. 

Dari perspektif Islam maupun Komnas HAM jelas sama dalam memandang kasus ini, karena segala kejahatan memerlukan kepastian hukum yang sah, bukan berasal dari keputusan individu. Dalam Islam juga ada prosedur persidangan dalam memutuskan suatu perkara, seperti adanya klasifikasi hukuman qishash, ta’zir, hudud, dan lainnya. Semuanya harus disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan pelaku. 

Sedangkan ‘hukuman’ yang dilakukan Terbit jelas tidak masuk dalam sistem pengadilan Islam. Jadi pelanggaran ini, baik dalam perspektif hukum Islam maupun Komnas Ham, sama-sama salah, dan tidak dibenarkan. 

Pihak bupati mengklaim bahwa ‘penjara’ ini merupakan pusat rehabilitasi pelaku penyalahgunaan narkoba?

Tidak bisa, dia (Terbit) bukan aparat. Kalaupun penjara itu difungsikan untuk rehabilitasi pengguna narkoba, itu bukan tugas dia. Itu tugasnya BNN Daerah, dan kalaupun mereka memang pengonsumsi narkoba, bukan seperti itu metode rehabilitasinya. Ini sudah jelas sekali pelanggaran, karena jelas melanggar UUD pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

Apa implikasi yang menyebabkan pelanggaran ini bisa berjalan selama 10 tahun?

Alasan jelas mengapa praktek ini masih berjalan hingga selama itu memang hingga saat ini masih jadi misteri, karena memang kasus ini bermula dari kasus OTT oleh KPK, sehingga kepolisian masih memprioritaskan penyelidikan terkait kasus korupsi yang dilakukan Terbit. 

Namun dugaan saya, alasan kuat langgengnya pelanggaran ini adalah karena adanya pembiaran dari aparat maupun pejabat daerah setempat. Karena jika dilihat, Terbit bukan pejabat biasa, dia mantan Bupati, mantan Ketua DPRD, dan Ketua Ormas, ‘penjara’ miliknya juga tidak berada di lokasi yang tersembunyi, ada di di halaman belakang rumahnya, bahkan sudah banyak yang tau keberadaannya, mulai dari Dinas Sosial, bahkan kepolisian. Maka dapat diduga bahwa ada pembiaran.

Apa indikasi terkuat adanya pengkerangkeran paksa ini?

Jika dilihat dari sudut pandang Terbit, ini jelas tidak akan lepas dari kepentingan pribadinya. Dugaan saya, alasan Terbit melakukan ini adalah untuk mencari tenaga kerja gratisan untuk kebun sawit miliknya. Mengingat seluruh ‘tahanan’ dipaksa bekerja di kebun sawit miliknya tanpa digaji, bahkan tidak diberikan makanan dengan layak.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat