Siswa perempuan dan para guru berunjuk rasa menuntut hak mengenyam pndidikan di Kabul, Afghanistan, Selasa (5/10/2021). | AP/Ahmad Halabisaz

Kisah Mancanegara

Mahasiswi Afghanistan Akhirnya Bersuka Cita

Belum jelas apakah guru pria diizinkan mengajar mahasiswi maupun sebaliknya.

OLEH KAMRAN DIKARMA

Sudah hampir enam bulan Zarlashta Haqmal menantikan momen untuk kembali berkuliah. Sejak pertengahan Agustus tahun lalu, tepatnya setelah Taliban merebut kekuasaan, aktivitas akademik di perguruan tinggi dan universitas terhenti. Kecemasan kemudian menghantui kaum wanita di sana. Sebab Taliban punya sejarah melarang perempuan menempuh pendidikan, terlebih hingga ke jenjang mahasiswa.

Pada Rabu (2/2) lalu, Taliban memutuskan membuka kembali universitas-universitas negeri di sejumlah provinsi di Afghanistan, antara lain Helmand, Farah, Nimroz, Laghman, Nangarhar, dan Kandahar. Kabar baiknya, Taliban turut mengizinkan kaum wanita berkuliah.

"Ini adalah momen kegembiraan bagi kami bahwa kelas kami sudah dimulai," ungkap Zarlashta Haqmal, mahasiswi hukum dan ilmu politik di Universitas Nangarhar.

photo
Siswa perempuan dan para guru berunjuk rasa menuntut hak mengenyam pndidikan di Kabul, Afghanistan, Selasa (5/10/2021). - (AP/Ahmad Halabisaz)

Kendati demikian, Haqmal mengaku masih mencemaskan Taliban sewaktu-waktu mencabut lagi izin bagi kaum wanita Afghanistan untuk menimba ilmu hingga perguruan tinggi. "Kami masih khawatir Taliban mungkin menghentikan mereka," ucapnya.

Di universitas-universitas yang telah dibuka, anggota Taliban berjaga di pintu gerbang dengan senapan mesin. Kegiatan belajar mengajar pun dipecah. Seorang mahasiswi kedokter di Universitas Nangarhar mengungkapkan, saat ini ruang kelas dipisah berdasarkan jenis kelamin. Tak boleh ada pembauran.

Kelas wanita dilaksanakan pagi hari. Sementara perkuliahan untuk pria digelar sore hari.

"Hanya jadwal belajar kami yang dipisahkan, meskipun kami telah diberi tahu untuk tidak berjalan di sekitar universitas sampai waktu anak laki-laki selesai," kata mahasiswi kedokteran di Universitas Nangarhar yang enggan dipublikasikan identitasnya.

Belum jelas apakah tenaga pengajar pria diizinkan mengajar mahasiswi maupun sebaliknya. Kendati kondisi perkuliahan saat ini tak seperti sebelum Taliban berkuasa, dia enggan menjadikan hal tersebut sebagai hambatan.

"Saya tetap ingin melanjutkan, karena pendidikan saya tak boleh tidak tuntas," ujarnya.

Saat momen pembukaan kembali, Menteri Kebudayaan dan Informasi Taliban Khairullah Khairkhwa sempat mengunjungi Universitas Kandahar. Dia mengisyaratkan mendukung penerapan pendidikan modern. "Pendidikan modern dan Islam secara bersamaan dapat membawa sebuah negara menuju kemakmuran," ucapnya.

Menteri Pendidikan Taliban Abdul Baqi Haqqani mengungkapkan, universitas-universitas lainnya di Afghanistan, termasuk Universitas Kabul, akan dibuka kembali untuk pria dan wanita pada 26 Februari mendatang.

"Semua infrastruktur dan pejabat disarankan untuk berkonsentrasi pada tanggung jawab mereka serta menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk para mahasiswa," kata Haqqani.

PBB menyambut langkah Taliban membuka kembali universitas-universitas negeri di Afghanistan dan turut mengizinkan kaum wanita berkuliah. "Mari kita semua mendukung kembalinya siswa perempuan dan laki-laki Afghanistan ke universitas-universitas di seluruh Afghanistan," ujar Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, lewat akun Twitter pribadinya.

PBB menilai, penting bagi generasi muda Afghanistan memiliki akses yang sama ke pendidikan. Lyons pun mendorong para pihak untuk membantu peningkatan kualitas tenaga pengajar di negara tersebut

"Pendukung dapat mempertimbangkan berbagai program beasiswa serta dukungan berkelanjutan bagi profesor wanita dan pria (di Afghanistan)," kata Lyons.

Sekelompok aktivis wanita di Afghanistan telah beberapa kali menggelar demonstrasi di ibu kota Kabul. Mereka menuntut janji pemerintahan Taliban dalam memenuhi hak-hak dasar bagi kaum wanita di sana. Tak hanya di bidang pendidikan, tapi juga pekerjaan dan partisipasi politik.

Aksi unjuk rasa demikian terbilang sangat berani. Sebab sebenarnya pemerintahan Taliban melarang adanya kegiatan protes. Belum lama ini, dua aktivis wanita terkemuka Afghanistan, yakni Tamana Zaryabi Paryani dan Parwana Ibrahimkhel ditangkap di kediaman mereka di Kabul.

Penangkapan dilakukan setelah keduanya berpartisipasi dalam aksi demonstrasi memprotes rezim Taliban. Taliban membantah terlibat dalam pembekukan Paryani dan Ibrahimkhel. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat