Perempuan menyeberang jalanan yang kosong di depan Pagoda Shwedagon di Yangon, Myanmar, Selasa (1/2/2022). Para penolak kudeta militer menjalankan aksi unjuk rasa dengan tinggal di rumah, menutup pintu, dan menutup usaha hingg sore hari kemarin. | EPA-EFE/STRINGER

Internasional

'Aksi Bisu' Peringati Setahun Kudeta Myanmar

Indonesia menyayangkan, tak ada kemajuan dalam penerapan lima poin konsensus Myanmar.

YANGON -- Jalan-jalan di beberapa kota utama Myanmar, pada Selasa (1/2), sepi. Tak ada kesibukan atau hiruk pikuk seperti biasanya. Mereka melakukan "aksi bisu" untuk memperingati satu tahun kudeta militer terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut.

Sebelum peringatan satu tahun kudeta tiba, para aktivis di Myanmar memang telah menyerukan warga untuk tak keluar rumah dan beraktivitas pada 1 Februari. Foto-foto yang beredar di media sosial kemudian menunjukkan keadaan lengang di Yangon, Mandalay, Magway, dan Myitkyina.

"Kami mungkin akan ditangkap dan menghabiskan hidup kami di penjara jika kami beruntung. Kami mungkin akan disiksa dan dibunuh jika tidak beruntung," ujar Nan Lin, seorang aktivis pemuda Myanmar.

Militer Myanmar pun berusaha mencegah "aksi bisu" tersebut dengan melayangkan ancaman, termasuk kepada para pelaku usaha. Selama tiga hari terakhir, militer menangkap 70 orang yang mengampanyekan "aksi bisu" lewat media sosial.

Di Yangon, kota terbesar di Myanmar, jalanan lengang. Hanya ada beberapa warga yang masih hilir mudik. Pemandangan demikian turut berlangsung di beberapa kota lainnya. Sehari sebelumnya, yakni pada Senin (31/1), denyut Kota Yangon masih terasa.

photo
Kendaraan militer berpatroli di jalanan yang kosong di Yangon, Myanmar, Selasa (1/2/2022).  Para penolak kudeta militer menjalankan aksi unjuk rasa dengan tinggal di rumah, menutup pintu, dan menutup usaha hingg sore hari kemarin.. - ( EPA-EFE/STRINGER)

Banyak warga berbelanja kebutuhan pokok. Tampaknya itu merupakan persiapan sebelum mereka melakukan "aksi bisu".

Sejumlah toko di Yangon masih buka pada Selasa. Otoritas Myanmar yang kini dipimpin junta telah mengancam akan menangkap para pelaku bisnis jika mereka tutup atau tak beroperasi pada hari peringatan satu tahun kudeta.

Akibatnya, sebagian dari mereka lebih memilih buka. Namun, menurut laporan surat kabar Myanmar Alinn Daily, ada juga puluhan pedagang yang ditangkap karena mengumumkan tutup.

Sebaliknya, di beberapa kota, sejumlah warga Myanmar justru menggelar unjuk rasa untuk memberi dukungan kepada militer. Di Ibu Kota Naypyitaw, misalnya, ribuan warga menggelar pawai pada Selasa. Dalam aksinya mereka mengumandangkan dukungan untuk pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. Sejumlah peserta aksi mengacung-acungkan foto Min Aung Hlaing.

Pada Senin, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak militer Myanmar untuk mengizinkan akses bagi bantuan kemanusiaan. "Angkatan bersenjata dan seluruh pemangku kepentingan harus menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Rakyat Myanmar ingin menyaksikan hasil konkret," kata Farhan Haq, deputi juru bicara Sekjen PBB.

Sejumlah menteri luar negeri, termasuk Australia, Inggris, Korea Selatan, Amerika Serikat, Kanada, termasuk Uni Eropa telah membuat pernyataan bersama. Mereka mendesak masyarakat internasional menghentikan aliran senjata ke Myanmar.

Desakan Indonesia

Pemerintah Indonesia mendesak militer Myanmar segera menindaklanjuti lima poin konsensus yang disepakati dalam ASEAN Leaders Meeting di Jakarta pada 24 April 2021. “Hari ini (Selasa --Red) menandai satu tahun pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Myanmar. Indonesia mengecam tindakan tersebut,” kata Kementerian Luar Negeri lewat akun Twitter resminya, Selasa.

Kemenlu mengungkapkan, sebagai keluarga, ASEAN telah mengulurkan bantuan melalui lima poin konsensus yang disepakati tahun lalu. Namun, Indonesia menyayangkan, sampai saat ini tidak terdapat kemajuan signifikan dalam pelaksanaannya.

“Indonesia mendesak agar militer Myanmar dapat segera menindaklanjuti 5PC (lima poin konsensus) dan segera memberikan akses kepada Utusan Khusus ASEAN untuk dapat memulai kerjanya sesuai mandat para pemimpin ASEAN melalui 5PC,” kata Kemenlu.

Indonesia menghargai dukungan dunia internasional pada lima poin konsensus ASEAN terkait Myanmar. “Indonesia akan terus memberikan bantuan dan perhatian pada keselamatan serta kesejahteraan rakyat Myanmar,” kata Kemenlu.

Pada 1 Februari tahun lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).

Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan.

Namun, militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Lebih dari 1.500 orang dilaporkan tewas dan 11.800 lainnya ditangkap selama unjuk rasa digelar. 

Pemimpin negara-negara anggota ASEAN menyepakati konsensus berisikan lima poin terkait krisis di Myanmar sebagai hasil dari pertemuan di Jakarta pada April tahun lalu. ASEAN menekankan kekerasan segera harus dihentikan di Myanmar dan meminta semua pihak menahan diri sepenuhnya.

ASEAN juga meminta dimulainya dialog konstruktif semua pihak yang berkepentingan untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat Myanmar. ASEAN sepakat adanya utusan khusus untuk memfasilitasi dialog tersebut dengan bantuan sekretaris jenderal ASEAN.

ASEAN kemudian sepakat untuk menyediakan bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Utusan khusus dan delegasi akan berkunjung ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak yang berkepentingan, tapi hingga satu tahun kudeta, hal ini tidak terealisasikan.

Pelibatan junta

Utusan khusus PBB untuk Myanmar Noeleen Heyzer menilai junta tidak dapat diabaikan begitu saja dari proses perdamaian negara tersebut. Menurutnya, junta tetap harus diikutsertakan dalam pembicaraan damai tapi solusi perdamaian tidak dapat dipimpin oleh mereka.

"Militer, ketika saya mengatakan bahwa mereka tidak sah, itu tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki peran. Mereka memiliki peran yang sah. Tapi mereka bukan pemerintah yang sah saat ini," kata Heyzer, mantan wakil Sekretaris Jenderal PBB yang ditunjuk sebagai utusan khusus untuk Myanmar beberapa minggu lalu, dikutip laman Channel News Asia, Selasa (1/2).

Komentar Heyzer dikatakan usai Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) bersikeras bahwa militer harus dikecualikan dari setiap pembicaraan tentang masa depan negara. Satu tahun usai perebutan kekuasaan militer Myanmar, lebih dari 1.400 orang telah tewas dan setidaknya 12 ribu lainnya dipenjara.

Dalam krisis politik negara itu, timbul juga peningkatan kelaparan dan kemiskinan karena meningkatnya kekerasan junta telah menyebabkan penutupan banyak bisnis dan pabrik.

Pada Desember, Dewan Keamanan PBB mengutuk pembunuhan yang dilaporkan terhadap sedikitnya 35 orang, termasuk empat anak-anak dan anggota staf organisasi kemanusiaan Save the Children di negara bagian Kayah timur.

"Pembunuhan itu bahkan akan bertambah buruk, kecuali kita menemukan cara untuk benar-benar menghentikannya," kata Heyzer, pada malam peringatan satu tahun kudeta 1 Februari.

Namun demikian, Heyzer juga menekankan bahwa meski militer harus menjadi bagian dari proses perdamaian, junta tidak dapat menjadi kekuatan yang memimpin proses tersebut ke depannya. Ia mendesak aktivis pemuda yang memprotes Tatmadaw atau junta untuk memoderasi sikap dan pemikiran mereka dalam jangka panjang.

"Saya tahu bahwa banyak anak muda, mereka rela mati berjuang untuk transformasi politik total," katanya. "Setiap transformasi politik membutuhkan proses dan itu tidak akan terjadi dalam semalam. Dan karena itu, saya ingin mereka memiliki sesuatu untuk hidup, bukan untuk mati,"ujarnya menambahkan.

Saat pertama kali menjabat secara resmi empat pekan lalu, Heyzer mendorong gencatan senjata penuh di Myanmar. Namun sebagian besar dietepis oleh junta maupun aktivis prodemokrasi. Beberapa di antaranya berpendapat bahwa warga sipil yang melindungi diri mereka dari ditembak adalah pertahanan diri yang sah.

"Orang-orang yang terjebak dalam konflik ini sayangnya adalah warga sipil dan saya melihat angka-angka yang ada di hadapan saya: 25 juta orang di Myanmar kini telah jatuh ke dalam kemiskinan; 14,4 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan," ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat