Tangkapan layar sebuah video HelloFest | Youtube

Geni

Riuh Tepuk Tangan untuk Kreator Pemula

Tak disangka, film Nussa dan Rara yang membetot perhatian warga lahir dari tangan kreator pemula.

Ganda Hartadi masih ingat betul saat pertama kali mengirim karya untuk diikutsertakan dalam ajang HelloFest.  Kala itu, Ganda hanya menggunakan kamera dan alat seadanya. 

Pemuda yang lahir dan tumbuh di luar Pulau Jawa ini sempat buta tentang industri perfilman animasi Tanah Air. “Saya itu asalnya dari Kalimantan, jadi enggak tahu soal animasi, dunia film. Sampai akhirnya tahu HelloFest itu senang banget karena merasa ada wadahnya gitu,” kata Ganda saat menceritakan pengalamannya dalam acara diskusi Hellofest Rewind bertajuk “Agar Animasi dan Film Pendek tak Menjadi Kenangan” yang ditayangkan di kanal Youtube Budaya Saya pada Jumat (3/12).

Berawal dari salah satu finalis Hellofest membuat Ganda kini ajek berkarier sebagai editor film dan VFX artist (seniman visual efek). Beberapa karyanya, yakni Nussa: The Movie sebagai penata gambar, Milea: Suara dari Dilan sebagai editor suara, serta Dilan 1991 dan Cahaya Cinta Pesantren sebagai seniman visual efek.

Ganda berpesan, bagi generasi muda yang ingin menjadi animator jangan merasa kecil hati jika belum mempunyai kamera yang bagus. Yang terpenting adalah ide dan gagasannya menarik.

Selain ide, hal yang tak kalah penting menurut Ganda adalah mental yang kuat dan jejaring. Kedua hal itu perlu dimiliki oleh kreator pemula yang ingin menjadi kreator profesional. 

Gue dulu pernah jadi asisten, tidur cuma dua jam, dan karya gue juga dapat kritik pedas. Tapi, ya sudah apa pun itu, jadikan pembelajaran buat ke depan,” kata dia. 

Ganda menyinggung bagaimana kurikulum pendidikan masih belum sesuai dengan kebutuhan industri film. Itulah mengapa, kebanyakan kreator muda yang magang di industri film tidak begitu diandalkan. Padahal, agar ekosistem perfilman di Indonesia makin baik, kurikulum harus dirancang sesuai kebutuhan industri.

Dalam kesempatan itu, Ganda mengibaratkan HelloFest sebagai gerbang untuk mengasah kemampuan dan membangun jaringan di industri perfilman Indonesia. HelloFest merupakan program apresiasi dan kompetisi visual kreatif di bidang animasi dan film pendek terbesar di Indonesia.

Program tersebut diinisiasi oleh institusi layanan edukasi dan konten visual kreatif berbasis teknologi, HelloMotion. Dari tahun ke tahun, HelloFest menjadi wadah bagi kreator muda Indonesia mengeluarkan karya inovatif, inspiratif, dan menghibur. 

HelloFest telah banyak melahirkan animator dan sineas yang mampu berkontribusi di layar lebar dan medium lainnya. HelloMotion lantas membuat HelloFest Rewind untuk merekap karya animasi dari para peserta sejak 2004.

Menurut founder HelloFest, Wahyu Aditya, HelloFest Rewind hadir sebagai upaya untuk mengangkat kembali karya-karya film pendek dan animasi peserta. Tujuannya, agar bisa menjadi konten edukasi dan inspirasi bagi kreator pada masa yang akan datang. Dengan begitu, karya-karya para peserta tidak sekadar menjadi kumpulan arsip, tapi bisa menjadi bagian serta memajukan dunia perfilman animasi Indonesia.

“Kami rasa, video animasi itu bisa memotivasi generasi muda untuk mau memulai dan tidak takut berkarya, karena toh yang sekarang sudah profesional juga bermula dari karya receh,” kata Wahyu.

Menurut Wahyu, sebelum mengerucut ke tahap profesional, para kreator banyak yang masih berada di tahap prosumer alias produser sekaligus konsumer. Pada tahap ini, mereka sudah memiliki kendali dalam menciptakan konten, tapi tidak melulu untuk komersial, bisa jadi hanya untuk koleksi juga eksistensi diri.

Dia melihat, irisan konsumer dan produser masih sangat dinamis, penuh eksperimen, dan tidak takut salah. “Makanya prosumer bisa melahirkan karya segar dan baru dan ini kebanyakan hadir di HelloFest,” ujar Wahyu.

Wahyu kemudian menunjukkan beberapa karya Crafted Cinematic Film dari para finalis HelloFest yang menurutnya perlu diapresiasi dan diangkat terus. Pertama, ada animasi yang dibuat dari dua karung kancing dari salah satu finalis Hellofest 2006 asal Bandung. 

Dengan kancing-kancing itu, sang finalis membuat sebuah animasi pertunjukan musik. Kedua, ada animasi yang dibuat dari ratusan kayu karya seorang finalis dari HelloFest 2007.

“Istilahnya memang kalau bisa membuat karya tidak begitu-begitu saja, tapi bisa mengeksplorasi sesuatu yang berbeda,” kata Wahyu. 

Ciri Khas Karakter 

Ciri khas karakter animasi dinilai sangat penting dalam membangun intellectual property (IP). Pada komik Sengklekman, misalnya, terdiri atas beberapa karakter yang ikonik. 

Ada tokoh Ian yang berkacamata dengan gaya rambut yang khas. Terdapat pula Kana yang botak, Samsudin yang identik dengan kaus dan sarung ala bapak-bapak, serta karakter Samsidah yang khas dengan sanggulnya.

Sebelum terjun membuat IP Sengklekman pada 9 Oktober 2015, sang kreator Julian Syahputra terlebih dulu melakukan riset ke beberapa kreator animasi yang sudah eksis terlebih dahulu, seperti Tahilalats yang menjadi inspirasi Sengklekman

“Setelah riset, aku simpulkan bahwa mereka menggunakan karakter diri sendiri. Makanya, karakter Ian di Sengklekman menggambarkan diri aku sendiri berkacamata,” kata Julian.

Julian sudah memiliki tim untuk mengembangkan IP-nya yang kini sudah hadir di berbagai platform, seperti Youtube, Instagram, Tiktok, bahkan Facebook. Adapun proses pembuatan animasi Sengklekmandiawali dengan pembuatan naskah, lalu melakukan voice over, video storyboard, membuat animasi, dan finishing.

Melalui Sengklekman, Julian juga mencoba memasukkan unsur-unsur kelokalan daerah asalnya, yaitu Lhokseumawe seperti logat berbahasa dan gedung-gedung. “Makanya, kalau orang Lhokseumawe asli pasti merasa kalau logatnya itu Lhokseumawe sekali. Ini juga menjadi cara aku untuk mengangkat daerahku dengan cara berbeda,” kata Julian.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat