Presiden Joko Widodo bersama Ketua KPK Firli Bahuri usai menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021 di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/12/2021). | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Pemberantasan Korupsi Harus Dibenahi

Masyarakat belum menilai baik pemberantasan korupsi saat ini.

JAKARTA – Pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Presiden Joko Widodo meminta pemberantasan korupsi di Indonesia dibenahi. Ia mengingatkan, maraknya korupsi di Indonesia masih jadi perhatian dunia dan terus dikeluhkan masyarakat.

“Dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental, upaya-upaya yang lebih mendasar dan lebih komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat,” kata Jokowi saat memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung Juang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/12).

Presiden mendorong agar upaya penanganan kasus korupsi dilakukan secara luar biasa. Sejauh ini jumlah kasus korupsi yang ditangani penegak hukum masih sangat besar. Pada periode Januari-November 2021, Polri telah melakukan penyidikan 1.032 perkara korupsi. Pada periode yang sama, kejaksaan juga telah melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi.

Presiden mengingatkan KPK agar tak berpuas diri terhadap kinerjanya sejauh ini. ”Karena penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik. Kita semua harus sadar mengenai ini,” kata Jokowi.

Ia menjelaskan, survei nasional pada November 2021 mencatat bahwa korupsi memuncaki persoalan yang dinilai masyarakat perlu segera diselesaikan. Persoalan itu menduduki peringkat kedua di bawah penciptaan lapangan kerja, dan lebih tinggi dari soal harga kebutuhan pokok di urutan ketiga. “Ini yang diinginkan oleh masyarakat,” ujar Presiden.

Jika tiga hal tersebut dilihat sebagai satu kesatuan, kata Presiden, maka tindak pidana korupsi menjadi pangkal dari permasalahan yang lain. Korupsi bisa mengganggu penciptaan lapangan kerja serta bisa menaikkan harga kebutuhan pokok.

Dalam survei yang sama, masyarakat juga masih lebih banyak yang menilai buruk pemberantasan korupsi. “Yang menilai sangat baik dan baik sebanyak 32,8 persen. Yang menilai sedang 28,6 persen, serta yang menilai buruk dan sangat buruk sebanyak 34,3 persen,” kata Jokowi.

Presiden juga menekankan pentingnya upaya penindakan secara tegas dan tak pandang bulu terhadap kasus korupsi. “Saya juga mendorong, KPK dan Kejaksaan Agung semaksimal mungkin menerapkan dakwaan tindak pidana pencucian uang, TPPU untuk memastikan sanksi pidana dengan tegas. Dan yang terpenting untuk memulihkan kerugian keuangan negara,” kata Jokowi.

Sedangkan KPK, ungkap Firli Bahuri, telah menyelamatkan Rp 46,5 triliun potensi kerugian negara selama 2021. KPK juga telah menyelamatkan pengembalian keuangan negara Rp 2,6 triliun pada tahun yang sama. "Kami tidak pernah putus asa untuk membangkitkan semangat budaya antikorupsi," kata Firli Bahuri saat memberi sambutan di Gedung KPK, Kamis.

Masih di waktu yang sama, KPK juga menerima 1.838 laporan terkait gratifikasi dengan nilai Rp 7,48 miliar. Sebesar Rp 1,8 miliar telah ditetapkan sebagai milik negara dan Rp 5,6 miliar ditetapkan sebagai bukan milik negara.

Berkenaan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Firli mengungkapkan bahwa dari 377.228 wajib lapor LHKPN, sebanyak 366.671 orang sudah menyampaikan laporan. Angka itu artinya telah mencapai 97,20 persen tingkat kepatuhan.

Dia merinci, tingkat kepatuhan tertinggi dipegang lembaga yudikatif dengan 96,78 persen, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) 95,97 persen, eksekutif 92,46 persen, dan legislatif 89,51 persen. Data tersebut dihimpun per 1 Desember 2021.

Sedangkan dari penanganan perkara pidana rasywah, KPK telah menetapkan 121 tersangka sepanjang 2021. Ada 119 perkara sedang dalam tingkat penyelidikan, 109 penyidikan, 88 penuntutan, 85 inkracht, dan 89 kasus telah dieksekusi.

photo
Terdakwa mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju saat menjalani sidang lanjutan kasus dugaan suap penanganan perkara yang menyeret terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/11/2021). Sidang itu beragenda pemeriksaan terdakwa Robin Pattuju bersama terdakwa pengacara Maskur Husain. - (Republika/Thoudy Badai)

Masih suram

Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) justru melihat suramnya pemberantasan korupsi di Indonesia belakangan. "Apalagi selama setahun ke belakang ini. Bisa dilihat misalnya dari rendahnya indeks persepsi korupsi. Tidak hanya rendah, tetapi juga indeks persepsi korupsi turun dua poin dari 2019, yaitu di angka 40 kemudian turun menjadi 38 di 2020," ujar Peneliti Pukat UGM Zainur Rahman kepada wartawan, Kamis (9/12).

Menurut dia, angka indeks persepsi korupsi itu bisa menjadi gambaran betapa memang justru Indonesia bukan menjadi semakin bersih dari korupsi, tetapi makin bermasalah dengan korupsi. Kedua, ia melihat selama setahun terakhir tidak ada komitmen kuat dari pemerintah di dalam pemberantasan korupsi.

Ketiadaan komitmen itu, misalnya, dilihat dari tidak adanya dukungan legislasi dari pemerintah yang diajukan kepada DPR. Misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset hasil kejahatan tidak ada kemajuan, padahal RUU itu dapat menjadi pengubah permainan dalam pemberantasan korupsi.

"Karena RUU itu dapat menjadi instrumen untuk merampas harta kekayaan penyelenggara negara yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya, dengan menggunakan metode pembuktian terbalik," ungkapnya.

Kemudian, Zainur juga tidak melihat adanya komitmen pemberantasan korupsi dari Presiden. Misalnya dalam konteks Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK.

Alih-alih Presiden mendukung independensi KPK, justru Presiden dinilai tidak berbuat apa-apa ketika TWK itu dilakukan untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas tinggi.

Dalam proses tes TWK-nya, ditemukan penuh dengan maladministrasi, sesuai dengan rekomendasi Ombudsman. Dan banyak pelanggaran HAM sesuai dengan temuan Komnas HAM. Sedangkan, Presiden sebagai kepala tertinggi pemerintahan, hanya diam dalam hal ini. "Itu juga menunjukkan lemahnya dukungan Presiden dan pemerintah secara umum terhadap pemberantasan korupsi," katanya.

Dari sisi penindakan, Pukat UGM melihat juga sangat buruknya kinerja, apalagi penindakan yang dilakukan oleh KPK. Tidak ada satu pun kasus korupsi strategis yang diungkap dan diselesaikan pada setahun terakhir.

Bahkan, KPK mengeluarkan SP3 untuk kasus korupsi BLBI. KPK tidak ada satu pun kasus strategis yang merugikan keuangan negara besar atau pelaku dengan jabatan yang sangat tinggi atau yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. "Tapi saya harus fair, KPK memang sangat buruk prestasi penindakannya pada setahun terakhir. Tetapi koleganya, Kejaksaan itu justru menunjukkan prestasi yang lebih baik," sebutnya. 

Jiwasraya-ASABRI

Presiden Joko Widodo juga menyampaikan capaian penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi kakap yang terjadi pada perusahan asuransi negara PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Ia menyampaikan penindakan tersebut penting untuk menimbulkan efek jera dan menyelamatkan keuangan negara.

photo
Terdakwa kasus korupsi ASABRI Heru Hidayat (kanan) berjalan meninggalkan ruangan saat jeda sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Sidang kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT ASABRI yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 22,78 triliun beragendakan mendengarkan keterangan enam saksi. - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Capaian penindakan oleh kejaksaan itu ia sampaikan di hadapan para pegawai dan pimpinan KPK dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2021 di gedung KPK, kemarin.

"Dalam kasus Jiwasraya misalnya, para terpidana dieksekusi penjara oleh kejaksaan dan dua di antaranya divonis penjara seumur hidup. Aset sitaan mencapai Rp 18 triliun dirampas negara," kata Jokowi.

Sementara itu, dalam kasus ASABRI, menurut Presiden, tujuh terdakwa dituntut mulai dari penjara 10 tahun hingga hukuman mati serta uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah. Pada kasus BLBI, Satgas BLBI juga dinilai telah bekerja keras mengejar hak negara yang nilainya mencapai Rp 110 triliun.

Jokowi menegaskan, agar upaya penindakan kasus korupsi dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu. “Bukan hanya untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan efek menakutkan deterrence effect pada yang berbuat, tetapi penindakan juga sangat penting untuk menyelamatkan uang negara dan mengembalikan kerugian negara,” katanya.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga sebelumnya menekankan bahwa pemberantasan dugaan korupsi BUMN tentu memiliki konsekuensi tersendiri. Erick mencontohkan upayanya  membongkar kasus dugaan suap yang terjadi di Jiwasraya dan ASABRI berujung pada kerapnya ancaman yang datang. 

"Ancaman yang datang bertubi-tubi, berasal dari berbagai macam sumber, bentuknya pun bermacam-macam. Ini sudah jadi makanan sehari-hari," ujar Erick di Jakarta, Selasa (7/12).

Erick mengatakan, tidak gentar dan mundur sedikit pun. Erick berkomitmen untuk membereskan persoalan yang mendera PT Jiwasraya dan ASABRI. Erick bertekad menjalankan amanah sebagai menteri BUMN dengan membenahi semua perusahaan milik negara, termasuk dua perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima orang atas kasus Jiwasraya yang diduga merugikan negera sebesar Rp 13,7 triliun itu. Sedangkan pada kasus ASABRI, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hukuman mati pada terdakwa Heru Hidayat. 

Bos PT Trada Alam Minera (TRAM) itu dituntut maksimal karena dinilai terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang (TPPU) dalam pengelolaan dana investasi saham dan reksa dana milik ASABRI.

“Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang. Menghukum terdakwa Heru Hidayat, dengan pidana mati,” kata JPU di PN Tipikor, Jakarta, Senin (6/12). 

Selain meminta hakim menyatakan terdakwa Heru Hidayat bersalah, dan pantas dihukum pidana mati, JPU dalam tuntutan lanjutan juga meminta pengadilan menghukumnya mengganti kerugian negara senilai Rp 12,64 triliun. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat