Anak muda Palestina mengumpulkan kayu bakar untuk menghadapi musim dingin di Beit Lahiya, Jalur gaza, akhir 2020 lalu. | AP/Adel Hana

Internasional

Hujan Musim Dingin di Beit Lahiya

Ratusan rumah hancur total dan upaya rekonstruksi Gaza belum dimulai.

OLEH DWINA AGUSTIN

Hujan badai pertama di musim dingin mengirimkan air yang mengalir ke rumah Ghalia al-Attar melalui retakan di dinding dan atap seng. Ia, anak-anak, dan cucu-cucunya menyebarkan ember di lantai.

Rumah mereka termasuk di antara puluhan ribu yang rusak selama serangan militer Israel ke Gaza selama 11 hari pada Mei 2021. Ratusan rumah hancur total dan upaya rekonstruksi belum dimulai.

Keluarga al-Attar, misalkan, telah memperbaiki keadaan sebaik mungkin. Namun, musim dingin di wilayah tepi laut membawa malam yang dingin dan hujan badai secara berkala.

"Saya belum pernah melihat malam yang lebih buruk dari itu," kata al-Attar keesokan harinya saat dia dan kerabatnya membentangkan selimut dan kasur di atas tali hingga kering.

Kota pertanian Beit Lahiya, dekat perbatasan dengan Israel, terkena serangan militer Israel selama perang. Beberapa rumah di sekitarnya rusak, dan pohon-pohon dihancurkan oleh pecahan peluru.

Israel mengeklaim hanya membidik sasaran militer dan melakukan segala upaya untuk menyelamatkan warga sipil. Namun, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 250 orang gugur di Gaza, lebih dari setengahnya adalah warga sipil. Sebaliknya, 13 orang kehilangan nyawa di pihak Israel.

Menurut PBB, sekitar 56 ribu rumah di Gaza rusak dalam konflik tersebut. Lebih dari 2.100 lainnya hancur total atau rusak parah sehingga tidak dapat dihuni. Gaza telah mengalami empat perang dan blokade Israel-Mesir sejak 2007.

Pejabat di Kementerian Perumahan yang dikelola Hamas, Naji Sarhan, mengatakan penduduk membutuhkan 170 juta dolar AS untuk membangun kembali, tetapi sejauh ini hanya 13 juta dolar AS yang telah dialirkan.

"Negara-negara donor sudah lelah. Ada rumah yang rusak tiga kali. Dalam setiap perang, rumah ini atau itu dihancurkan, lalu dibangun kembali, lalu dihancurkan," kata Sarhan.

Qatar yang merupakan donor utama untuk Gaza dan sekutu politik Hamas, telah mengalokasikan 50 juta dolar AS untuk membangun kembali dan memperbaiki rumah. Mesir telah menjanjikan 500 juta dolar AS untuk infrastruktur dan perumahan, tetapi tidak jelas berapa banyak dari dana itu yang terwujud.

photo
Seorang anak perempuan berlari di jalan disiram hujan di Beit Lahiya, Jalur Gaza, akhir 2020 lalu. . - (AP/Adel Hana)

Pagi hari setelah hujan badai, beberapa rumah di Beit Lahiya masih terendam banjir. Sepupu al-Attar, Ali, mengarungi air setinggi kaki sambil membawa perabotannya keluar dan memindahkan ke rumah orang tuanya. Dia mencoba menyelamatkan karpet basah yang berbau air payau.

"Kami berharap bisa membangun kembali rumah ini dan membuatnya bagus, tapi saya tidak mampu," katanya.

Banyak keluarga yang rumahnya hanya mengalami kerusakan ringan atau sedang, tetap tinggal di dalamnya. Alasannya, mereka tidak mampu membayar tempat lebih layak. Namun setelah berbulan-bulan tanpa perbaikan dan dengan datangnya cuaca hujan, retakan semakin melebar. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat