Sejumlah Guru honorer melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Negara untuk bertemu Presiden Joko Widodo di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (26/4/2021). Aksi jalan kaki tersebut menuntut pembayaran gaji guru honorer yang belum dibayarkan Dina | ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

Kisah Dalam Negeri

Siasat Guru Honorer di Tengah Upah Kecil

Guru honorer masih harus berjuang hidup dengan upah minim.

OLEH M FAUZI RIDWAN, SILVY DIAN SETIAWAN

Ajat Sudrajat (36 tahun) pernah mencoba peruntungan dengan bekerja di pabrik sebelum memutuskan menjadi pendidik sejak 2012. Pria asal Kampung Babakan Rengas, Kabupaten Bekasi itu saat ini hanya fokus mengabdi menjadi pendidik di Bekasi dan Karawang.

Ia menjadi guru honorer di SMK PGRI 3 Karawang dan salah satu MTs di Bekasi, Jawa Barat. Ajat menyadari betul upah jadi guru honorer tak bakal memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Namun, ia bersyukur tak merasa kekurangan dengan uang Rp 650 ribu per bulan yang diterimanya. Meskipun mengajar, Ajat tetap harus bersiasat untuk menutup biaya kebutuhan saban hari untuk keluarganya.

Banyak aktivitas yang digeluti Ajat. Berbagai profesi harus dilakoninya di tengah kesibukan mengajar untuk dua sekolah. "Kalau nggak cukup nggak cukup (upah) tapi itu profesi kita, saya yakin kita ikhlas ridha pasti ada jalan. Saya juga berjualan online, kerajinan, nge-MC, bahkan menyanyi di acara-acara hingga bekerja sebagai pemain biola," ujarnya, Selasa (23/11).

Ketekunan dan usaha yang dijalaninya pun kini mulai terlihat, Ajat baru menyelesaikan pendidikan S2 di lembaga pendidikan di wilayah Bekasi. Pendidikan S1 dijalaninya dulu di Sekolah Tinggi Teknik Mandala Bandung. "Saya baru beres S2 dengan honor begitu saya bisa menyelesaikan S2 sambil nyambi," ujarnya.

photo
Guru honorer meneken dokumen buku tabungan Bank BNI saat pencairan bantuan subsidi upah (BSU) di Lhokseumawe, Aceh, Kamis (26/11/2020). - (RAHMAD/ANTARA FOTO)

Pria yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai guru inspiratif dari sebuah lembaga di Jawa Barat ini mengatakan, prinsip yang dijalaninya dalam kehidupan, yaitu terus berjuang dan harus keras terhadap diri sendiri. "Hidup itu berjuang, harus keras terhadap kita. Kalau keras hasilnya akan lembut," katanya.

Aktivitas rutin yang dikerjakan Ajat saban hari harus menyeberang Sungai Citarum menggunakan perahu kayu yang dibuat swadaya masyarakat setempat. Biaya pergi dan pulang yang dikeluarkan untuk ongkos naik perahu totalnya Rp 12 ribu.

"Sejak 2012 mengajar, saya honorer tidak hanya satu tempat. Saya di dua sekolah. Satu di SMK PGRI 3 Karawang yang harus menyeberangi Sungai Citarum, kondisinya itu berat sekali, satu lagi di MTs," ujarnya.

Ajat memilih melewati Sungai Citarum. Sebab, jika harus melewati jalur lain membutuhkan waktu lebih lama, yakni mencapai dua jam.

Terlebih rumahnya berjarak 500 meter dengan Sungai Citarum. Rumah yang ia tinggali pun sempat terkena banjir besar pada Februari 2021 lalu. Ajat mengaku menjalankan profesi guru honorer dilandasi niat mencari keberkahan. Tidak hanya itu, doa dari anak-anak didiknya menjadi penyemangat tiap kali mengajar.

"Ketika saya menjadi pendidik, ketika kita butuh, pas ada. Intinya pas berkah. Kedua anak selalu mendoakan bagi saya kesenangan," katanya.

photo
Sejumlah guru honorer mengisi formulir permohonan rekening baru untuk penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Bank Mandiri KCP Ciamis, Jawa Barat, Senin (7/12/2020). - (ADENG BUSTOMI/ANTARA FOTO)

Beberapa kali ia sempat mengalami duka saat menyeberang Sungai Citarum untuk mengajar. "Pernah putus tambang tali perahu. Saya lahaula selamat kalau ikhlas ada berkah," katanya.

Sejak pandemi Covid-19, ungkap Ajat, telah mengubah lahan bekas kandang jangkrik milik pamannya untuk digunakan sebagai tempat belajar mengajar siswa MTs dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Sri Yantini (51), guru honorer dari Sumbersari, Moyudan, Kabupaten Sleman mengaku harus bertahan di tengah upah Rp 700 ribu dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Sri sudah menjadi guru honorer selama 18 tahun.

Ia pernah mengajar di beberapa Taman Kanak-Kanak (TK) di Sleman. Mulai 2018, Sri pindah ke SD Negeri Godean 1, Sleman berkat ijazah S1 yang dikantonginya dari melanjutkan kuliah.

Setelah 18 tahun mengabdi, Sri menjadi guru honorer yang lolos seleksi penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2021. Setidaknya, kata Sri, kehidupan guru bisa lebih sejahtera dengan adanya program PPPK ini.

"Alhamdulillah ada PPPK. Saya bersyukur sekali, mudah-mudahan ini menjadi berkah dan jelas lebih sejahtera karena gajinya (PPPK) sudah seperti ASN. Bersyukur, alhamdulillah," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat