Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Hukum Kartu Kredit Syariah

Ada kartu kredit syariah yang diterbitkan oleh bank syariah. Apakah halal menggunakannya?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum wr wb.

Di Indonesia, ada kartu kredit syariah yang diterbitkan oleh bank syariah. Apakah halal menggunakannya? Apa bedanya dengan kartu kredit konvensional? Terima kasih Ustaz atas penjelasannya. -- Irfan, Jakarta 

Waalaikumusalam wr wb.

Saat  membutuhkan dana tunai, harus dipenuhi dengan cara yang sesuai tuntunan adab dan syariah. Salah satu produk bank yang memenuhi kebutuhan tersebut adalah kartu kredit syariah yang halal dan menjadi pilihan yang memberikan kenyamanan karena hal-hal berikut.

Pertama, kartu kredit syariah hanya digunakan sebagai alat bayar di merchant untuk memenuhi kebutuhan yang halal. Sebaliknya, kartu kredit syariah tersebut tidak bisa digunakan di merchant yang tidak halal. Singkatnya, peruntukannya untuk transaksi halal.

Kedua, tidak mengenakan bunga (riba) dalam fitur dan penggunaannya. (a) Ketika kartu kredit syariah digunakan sebagai alat bayar saat berbelanja atau membayar kewajiban tertentu, bank tidak mengenakan bunga (riba). Bank akan mengenakan fee penjaminan, membership fee, dan merchant fee.

Ilustrasinya, saat dia berbelanja di minimarket (mitra penerbit kartu kredit syariah), tetapi ia tidak memiliki dana tunai, maka kartu kredit syariah tersebut bisa dijadikan alat bayar. Seakan-akan penerbit menyampaikan kepada minimarket, “Ia (pengguna) adalah nasabah kami dan kami yang menjamin melakukan transaksi secara tunai”. 

Ungkapan tersebut mencerminkan nasabah tersebut ada dalam jaminan bank syariah atau bank syariah menjamin kewajiban nasabah dengan nama besar bank. Atas penjaminan tersebut bank syariah mendapatkan fee atau ujrah.

Dalam fikih muamalah, yang dilakukan oleh bank adalah kafalah dengan nama besarnya sehingga mendapatkan fee. Sebagaimana dilansir oleh Syeikh Athiyyah Saqr, “Adapun dhaman (kafalah) dengan imbalan oleh Musthafa al-Hamsyari disandarkan pada imbalan atas jasa jah (dignity atau kewibawaan) yang menurut mazhab Syafi’i, hukumnya boleh (jawaz) walaupun menurut beberapa pendapat yang lain hukumnya haram atau makruh.

Musthafa al-Hamsyari juga menyandarkan dhaman (kafalah) dengan imbalan pada ju'alah yang dibolehkan oleh mazhab Syafi'i.” (Ahsan al-Kalam fi al-Fatawa wa al-Ahkam, jilid 5, hal. 542-543).

(b) Saat kartu kredit syariah digunakan untuk mendapatkan dana tunai dengan pinjaman tanpa bunga (qardh hasan), bank tidak mengenakan bunga (riba), tetapi yang dikenakan oleh bank adalah fee penarikan uang tunai.

Begitu pula saat ada keterlambatan bayar, pengguna tidak dikenakan bunga, tetapi dikenakan denda keterlambatan yang tidak menjadi pendapatan bank, tetapi menjadi donasi sosial untuk dhuafa dan kegiatan sosial, seperti infak dan sedekah.

Ketiga, dalam perjanjian ada klausul tentang kartu kredit ini hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer atau sekunder. Kartu kredit ini tidak boleh digunakan untuk kebutuhan tersier.

Perjanian tersebut juga menyebutkan klausul perihal tidak menggunakannya secara berlebih-lebihan karena setiap pengguna memiliki batasan plafonnya sesuai kebijakan bank dan kemampuan keuangannya agar dia tidak terlilit utang yang dilarang syariah.

Kedua klausul tersebut menjadi sarana edukasi kepada pengguna. Selain itu, juga menjadi bagian dari perjanjian dalam penggunaan kartu kredit syariah. Sehingga, jika konsumen menggunakannya untuk kebutuhan pelengkap dan berlebih-lebihan, telah melanggar perjanjian tersebut.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Barang siapa yang meminjam harta orang lain dengan niat ingin ditunaikan (dibayar), niscaya Allah akan menolongnya untuk dapat menunaikannya. Sebaliknya, barang siapa yang mengambil harta orang lain untuk memusnahkan (dirusak), maka Allah akan memusnahkannya.” (HR Bukhari).

Keempat, selain diawasi oleh otoritas, kartu kredit syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk memastikan keterpenuhan aspek syariahnya.

Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat