Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (kanan) mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021). Rencana pembelian obar molnupiravir disampaikan dalam rapat tersebut. | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Kabar Utama

Molnupiravir Dijanjikan Gratis

Ada kemungkinan molnupiravir akan dijual bebas di pasaran.

JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjanjikan obat Covid-19 molnupiravir yang mereka beli akan diberikan kepada pasien Covid-19 secara cuma-cuma alias gratis. Kemenkes diketahui akan membeli molnupiravir sebanyak 600 ribu hingga satu juta tablet pada Desember 2021.

"Iya, obat ini gratis untuk pasien Covid-19," kata Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada Republika, Selasa (9/11). Namun, Siti tak menyebutkan secara rinci bagaimana cara pasien mendapatkan obat gratis ini, entah harus ke rumah sakit atau cukup melalui puskesmas.

Pihaknya kini masih membahas dan menunggu rekomendasi dari organisasi profesi terkait skema penggunaan obat molnupiravir ini. Termasuk skema pendistribusiannya ke setiap rumah sakit di Indonesia.

Meski gratis, lanjut Nadia, tak tertutup kemungkinan bahwa obat molnupiravir ini dijual bebas di pasaran nantinya. "Kalau sudah dapat izin edar dari BPOM, bisa diedarkan di pasaran, bukan hanya di rumah sakit saja," kata dia.

Nadia menekankan, obat molnupiravir yang dijual di pasaran nantinya bukanlah obat yang dibeli Kemenkes. "Yang menyediakan (penjual) obat itu bisa Kimia Farma ataupun perusahaan farmasi lainnya termasuk Merck sendiri," ujarnya. Merck & Co perusahaan asal Amerika Serikat yang memproduksi obat molnupiravir.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senin (8/11), mengatakan, pihaknya telah mencapai kesepakatan pembelian 600 ribu hingga 1 juta tablet molnupiravir. Pembelian obat, yang bisa digunakan untuk pasien gejala ringan-sedang, ini sebagai persiapan menghadapi gelombang ketiga kasus Covid-19.

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan berpendapat bahwa pembelian molnupiravir belum mendesak. Apalagi jika Indonesia bisa mencegah terjadinya gelombang ketiga kasus Covid-19.

"Bila stok obat favipiravir masih ada, maka kebutuhan molnupiravir sih belum urgen," kata Erlina kepada Republika. Favipiravir sejauh ini digunakan untuk pasien gejala ringan-berat.

Direktur Utama PT Biofarma, Senin (8/11), menyebut bahwa pihaknya memiliki stok favipiravir sebanyak 17,42 juta tablet yang bisa digunakan untuk 335.159 pasien.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono juga mempertanyakan alasan Kemenkes membeli molnupiravir. Pemerintah seharusnya fokus mencegah lonjakan kasus.

"Obat molnupiravir hanya bermanfaat pada kasus ringan dan sedang, serta hanya untuk lima hari pertama (sejak terinfeksi). Kecuali ada kepentingan tertentu yang tidak diketahui publik," kata Pandu sebagaimana dikutip dari akun Twitter-nya. Republika telah diizinkan untuk mengutip kicauannya itu.

photo
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (kiri) mengikuti rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Sebaliknya, Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyambut baik langkah pemerintah yang berencana membeli 600 ribu hingga satu juta tablet molnuvirapir. Namun, pemerintah perlu segera meraih hak patennya agar dapat diproduksi dalam negeri.

"Biar tidak ada ketergantungan dengan luar negeri, pemerintah sudah mengajak perusahaan BUMN atau swasta nasional agar obat ini didapatkan hak patennya di Indonesia agar bisa membuat sendiri," ujar Rahmad saat dihubungi Selasa (9/11).

Jika Indonesia dapat memproduksi sendiri molnuvirapir, harga jualnya tentu dapat ditekan agar tidak terlalu membebani. Menkes menaksir harga sepaket molnupiravir untuk sekali terapi berkisar Rp 500 ribu-700 ribu.

Adapun mekanisme penjualannya nanti, ia meminta agar pemerintah melakukan kajian terlebih dahulu. "Kalau ini bisa terjadi (memproduksi sendiri molnuvirapir), ini akan menambah satu senjata kita melawan perang pandemi," ujar Rahmad.

Untuk saat ini, pemerintah perlu membentuk perencanaan penggunaan molnuvirapir. Mengingat obat tersebut dapat dikonsumsi oleh pasien terkonfirmasi Covid-19 dengan tingkat saturasi oksigen di atas 95 atau bergejala ringan. "Karena ini adalah obat pertama Covid-19, ini menjadi semangat seluruh bangsa ini, kita sambut baik," ujar Rahmad.

Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina mendorong pemerintah untuk membentuk perencanaan atau grand design molnuvirapir. "Kalau bisa dikatakan untuk produksi molnuvirapir ini sejauh apa hasil kesepakatan dengan produseni. Karena di sini ada rencana jangka pendek, rencana jangka panjang," ujar Arzeti.

Selanjutnya, pemerintah perlu membuat rencana penggunaan molnuvirapir. Termasuk apakah obat tersebut akan dijual bebas ke masyarakat atau hanya diberikan pada pasien Covid-19 bergejala ringan.

Kandidat Obat 

Kandidat obat Covid-19 terus bermunculan setelah uji klinis dua kandidat obat Covid-19, yakni molnupiravir dari Merck & Co serta paxlovid dari Pfizer menunjukkan tanda keampuhan. Yang terkini, para peneliti di Cina membuat kemajuan dalam mengembangkan obat untuk mengatasi infeksi Covid-19.

The Strait Times mengabarkan, ahli biokimia Sunney Xie mengeklaim tim peneliti telah menemukan antibodi penetral spektrum penuh yang telah menangani semua varian baru yang diketahui dalam eksperimen laboratorium. Antibodi ini dikenal DXP-604 yang sangat kuat sehingga kemungkinan akan mengobati mutasi Covid-19 apa pun. 

Obat baru dari DXP-604 tersebut saat ini telah menunjukkan tingkat efektivitas yang baik dalam uji klinis fase kedua. Pada 2 November, obat ini telah diberikan kepada 14 pasien Covid-19 di Rumah Sakit Ditan di Ibu Kota Beijing. 

Perusahaan Brii Biosciences baru-baru ini mengumumkan telah mengajukan aplikasi untuk otorisasi penggunaan darurat dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) untuk terapi yang menggabungkan dua antibodi penetral, yaitu BRII-196 dan BRII-198.

photo
Kapsul Molnupiravir yang disebut ampuh mengobati pasien Covid-19. - (AP Photo)

Brii Biosciences adalah perusahaan farmasi multinasional yang berbasis di Cina dan Amerika Serikat. Perusahaan ini mengembangkan obat bersama dengan Universitas Tsinghua dan Rumah Sakit Rakyat Ketiga di Shenzhen.

Sejauh ini, menurut Brii Biosciences, hasil uji klinis fase ketiga di luar negeri telah menunjukkan bahwa obat tersebut dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian hingga 78 persen pasien Covid-19. Banyak peserta yang terdaftar uji coba dilaporkan terinfeksi varian Delta. 

Hong Zhi, ketua dan kepala eksekutif perusahaan, mengatakan bahwa sementara ini vaksinasi tetap menjadi senjata utama melawan virus korona baru. Terapi antibodi memicu respons imun lebih cepat dan merupakan pengobatan yang paling tepat bagi pasien Covid-19, termasuk yang belum mengalami gejala apa pun. 

Sejak Juni 2021, hampir 700 pasien Covid-19 di Cina telah menerima obat tersebut. Laporan pihak medis menunjukkan bahwa obat itu aman dan menunjukkan efek antivirus yang baik pada berbagai varian yang muncul. "Vaksin dan terapi antibodi adalah dua senjata yang saling melengkapi," kata Zhang Linqi, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Tsinghua.

Sementara itu, perusahaan farmasi Regeneron Pharmaceuticals mengeklaim, campuran obat antibodi dosis tunggal buatannya mampu mengurangi risiko terpapar Covid-19 hingga 81,6 persen dalam masa dua hingga delapan bulan. Hal itu menyusul pemberian obat dalam uji coba tahap akhir. 

Hasil pengujian menunjukkan bahwa obat antibodi, REGEN-COV, berpotensi memberikan imunitas tahan lama terhadap infeksi Covid-19, kata Myron Cohen. Cohen adalah sosok yang memimpin upaya pengembangan antibodi monoklonal untuk Jaringan Pencegahan Covid-19 yang disponsori oleh Institut Kesehatan Nasional AS.

Perusahaan menyatakan, kekebalan seperti itu sangat penting bagi penderita gangguan imunitas dan yang tidak merespons vaksin. Pengobatan itu sebelumnya menunjukkan pengurangan risiko 81,4 persen selama bulan pertama setelah diberikan.

Selama masa evaluasi delapan bulan, tidak ada pasien Covid-19 rawat inap dalam kelompok REGEN-COV. "Namun, dari kelompok plasebo ada enam orang yang dirawat inap," kata Regeneron. 

Regulator kesehatan AS pada Juli memperluas otorisasi REGEN-COV, yang memungkinkan digunakan sebagai obat pencegahan pada orang yang melakukan kontak dengan orang terinfeksi virus, juga pada mereka yang berisiko tinggi terpapar di tempat, seperti panti wreda atau penjara. REGEN-COV mengantongi izin regulator AS pada November tahun lalu untuk menyembuhkan kasus Covid-19 ringan hingga sedang. 

Sebelumnya, uji klinis dari pil Covid-19 eksperimental yang dinamai paxlovid dari Pfizer diklaim berhasil. Pil itu dapat mencegah orang dirawat di rumah sakit atau meninggal karena virus.

Para peneliti mengombinasikan pil antivirus itu dengan obat HIV dosis rendah yang disebut ritonavir. Mereka menyebut pil itu dapat mengurangi rawat inap atau kematian akibat Covid-19 hingga 89 persen di antara pasien berisiko tinggi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat