Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) dengan Terdakwa yaitu Ipda M Yusmin Ohorella di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/10/2021). | Prayogi/Republika

Nasional

Rekomendasi Komnas HAM Disorot di Sidang Km 50

Sempat terjadi perdebatan soal keberadaan saksi yang dihadirkan di persidangan.

JAKARTA -- Sidang lanjutan kasus dugaan unlawful killing atau tindakan pembunuhan di luar hukum terhadap beberapa laskar Front Pembela Islam (FPI) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakata Selatan, Selasa (2/11). Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

JPU menghadirkan saksi dari penyidik Bareskrim Polri, Saifullah. Seharusnya, dalam persidangan kali ini, ada delapan saksi yang akan dihadirkan. Namun majelis hakim memutuskan untuk menghadirkan saksi secara bertahap.

Akhirnya, hanya satu orang saksi, yakni penyidik dari Bareskrim Polri Saifullah yang bersaksi di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dalam perkara unlawfull killing ini ada dua terdakwa yaitu Ipda Yusmin dan Briptu Fikri Ramadhan. 

Kepada saksi, JPU menanyakan dasar pelaporan Saifullah terkait kasus ini. Jaksa menanyakan apakah ada hal selain tugas pokok dan fungsi seorang penyidik yang menjadi alasan Saifullah membuat laporan model A atas kasus unlawfull killing terhadap beberapa laskar FPI.

"Ada dasar lain selain sehingga saudara melaporkan kasus ini?" tanya jaksa dalam persidangan, di PN Jakarta Selatan, Selasa (2/11).

Kemudian dalam keterangannya, Saifullah mengatakan dirinya membuat laporan polisi model A untuk kasus unlawful killing pada 22 Februari 2021. Kata dia, laporan itu dibuat setelah rekomendasi dari Komnas HAM keluar. Ketika ia menjabat sebagai Kepala Penyidik Bareskrim Polri.

Artinya laporan tersebut dibuat agar polisi dapat menyelidiki kasus tersebut. "Yang mendasari atau melatarbelakangi adalah rekomendasi atau penyelidikan Komnas HAM," jawab Saifullah.

Sebelumnya, Tim Penyelidik Komnas HAM mengeluarkan empat poin rekomendasi terkait kasus Km 50. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pertama, peristiwa meninggal dunianya empat orang Laskar FPI merupakan kategori dari pelanggaran HAM. Karena itu, Komnas HAM merekomendasikan kasus itu harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana.

Rekomendasi kedua, mendalami dan melakukan penegakkan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil, yakni Avanza hitam bernomor polisi B 1739 PWQ dan Avanza silver bernomor polisi B 1278 KJD.

Rekomendasi ketiga, mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh Laskar FPI. Rekomendasi keempat, meminta proses penegakkan hukum, akuntabel, objektif, dan transparan sesuai dengan standar hak asasi manusia," kata dia. 

Perdebatan

Di PN Jakarta Selatan, sebelum persidangan dimulai terjadi perdebatan antara JPU dengan kuasa hukum terdakwa perihal keberadaan para saksi. JPU keberatan dengan kehadiran tujuh saksi yang ingin memberikan keterangan secara langsung dan hanya satu yang hadir secara daring dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Sesuai dengan panggilan dan penetapan majelis hakim, para saksi harus memberikan keterangan secara daring. Maka JPU meminta para saksi bertolak ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk memberikan secara daring sesuai penetapan majelis hakim. "Oleh karena itu kami menunggu saksi hadir di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata jaksa.

Jaksa membantah jika persidangan kali ini dipertimbangkan agar saksi dihadirkan secara langsung. Justru pada penetapan sebelumnya majelis hakim memutuskan digelar online, meskipun pihaknya juga pernah mengusulkan offline. Karena itu, pihaknya keberatan dengan kehadiran langsung tujuh dari delapan saksi yang disiapkan.

"Belum ada penetapan yang mengubah penetapan itu untuk offline sehingga kami berketetapan bahwa sidang hari ini masih online sebagaimana penetapan hakim yang terakhir," tegas jaksa.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Henry Yosodiningrat mengeklaim bahwa majelis hakim telah mempertimbangkan agar saksi dihadirkan secara tatap muka. Maka dengan demikian saksi akan dihadirkan secara bertahap dan bergantian untuk mempertimbangkan protokol kesehatan.

Hanya saja Henry enggan bersikap atau menanggapi terkait keterangan saksi Saifullah dalam persidangan yang dimulai sejak pukul 10.30 WIB tersebut.

Namun, ia merasa keberatan karena saksi yang dihadirkan JPU adalah orang yang membuat laporan sekaligus memeriksa semua saksi dalam perkara ini. "Untuk saksi sendiri, sejak awal saya keberatan. Selain dia pelapor, dia juga saksi yang memeriksa, penyidik yang memeriksa semua saksi dalam perkara ini. Makanya saya tidak ajukan pertanyaan dan sejak awal saya menokak," keluh Henry Yosodiningrat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat