Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Ketua Umum Demokrat meminta seluruh pihak bersinergi dan berkolaborasi mengatasi masalah bangsa. | ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Nasional

PDIP Kritik SBY Lagi

AHY meminta seluruh pihak bersinergi dan berkolaborasi mengatasi masalah bangsa.

JAKARTA—Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kembali menyerang kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebelumnya sudah menyindir kepemimpinan dua periode SBY yang hanya diisi dengan rapat, tapi tak menghasilkan keputusan penting.

Kali ini, Hasto kembali mengkritik kebijakan saat pemerintahan SBY yang populis. Hasto menyebut, politik bantuan sosial (bansos) pada masa Presiden SBY justru menjadi beban bagi keuangan negara.

"Menurut Marcus Mietzner dari bulan Juni 2008 sampai Februari 2009, Pak SBY itu membelanjakan dua miliar dolar AS untuk politic populism. Ini kan beban bagi APBN ke depan," ujar Hasto dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Senin (1/11).

Menurutnya, hal ini konsekuensi dari politik liberal yang diterapkan saat itu. Padahal, negara-negara yang juga menganut hal tersebut juga mengalami krisis, seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa.

Liberalisasi politik, kata Hasto, menimbulkan sejumlah dampak negatif dalam pelaksanaan sistem politik di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah kapitalisasi kekuasaan dan penguatan primodialisme.

"Kemudian konflik Pancasila versus transnasional ideologi, dengan Taliban, misalnya, itu terjadi. Kemudian konflik antara KPU, Bawaslu, DKPP semua memperebutkan kewenangan," ujar Hasto.

Untuk itu, ia mendorong adanya evaluasi dan perbaikan terhadap sistem politik dan pemilu di Indonesia. Sistem one man, one vote, one values justru menghadirkan politik uang di setiap kontestasi. "Money politics itu karena one man, one vote, one values. Padahal itu sudah digali oleh pendiri bangsa dengan sangat baik, dengan diksi demokrasi, yang kini disebut dengan delibratif demokrasi, musyawarah mufakat yang berkeadilan sosial," ujar Hasto.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menanggapi kritik PDIP terhadap SBY. AHY meminta semua pihak menghargai kerja keras semua pemimpin Indonesia.

Tantangan tiap zaman, kata AHY, berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap pemimpin diharapkan mampu menjawab tantangan sesuai zamannya. "Tiap masa ada tantangan dan pemimpinnya. Setiap pemimpin ada masa dan tantangannya," kata AHY dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (1/11).

AHY juga mengingatkan untuk selalu menghargai kepemimpinan di Indonesia sebelumnya. Apa yang dirasakan masyarakat sekarang merupakan buah kerja kepemimpinan sebelummya. "Apa yang kita dapatkan hari ini adalah hasil kerja keras generasi terdahulu," ujar AHY.

Ia menyindir bahwa proses membangun sebuah bangsa tak bisa dilakukan oleh segelintir pihak saja. "Tidak ada yang terlalu hebat untuk bisa membangun bangsa sendirian. Kita harus mengedepankan sinergi, kolaborasi, dan aksi nyata untuk bersama-sama melakukan perubahan serta menjadi solusi atas permasalahan bangsa," ucap AHY.

Suara wapres

Kritikan PDIP kepada SBY turut ditanggapi Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK). JK pernah merasakan menjadi wapres saat pemerintahan SBY maupun Joko Widodo. Bahkan, politikus Partai Golkar itu juga merasakan pengalamannya menjadi Menteri era Presiden Gus Dur maupun Megawati Soekarnoputri.

JK menyebut setiap presiden masing-masing berbeda cara kepemimpinan. "Tanpa bermaksud membandingkan antara Pak SBY dan Pak Jokowi, masing-masing dalam mengambil keputusan dan cara rapat yang tiap tahun jumlahnya hampir sama. Ada yang ambil keputusan langsung dalam rapat, ada yang dirapatkan lagi sampai tuntas," ujar JK.

Ia menilai, pada zaman SBY beberapa keputusan penting diambil dalam rapat, seperti mengurangi defisit APBN tahun 2005, konversi minyak tanah ke LPG. Keputusan defisit APBN tahun 2005 dengan menaikkan harga BBM sebesar 126 persen yang terbesar dalam sejarah berhasil tanpa demo karena keputusan langsung dibarengi dengan pembagian bantuan langsung tunai (BLT).

"Begitu juga konversi minyak tanah ke LPG diputuskan dalam sidang kabinet tahun 2006 sehingga defisit APBN terjaga dengan aman," ujar JK.

Hal serupa juga terjadi pada era Presiden Jokowi periode pertama. Ia menyebut, begitu banyak keputusan yang diambil dalam rapat terbatas ataupun paripurna. "Sehingga dapat berjalan program pembangunan infrastruktur dan mengatasi Covid 19 dengan sangat berhasil," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat