Sejumlah mantan pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) memperlihatkan kartu identitas di Jakarta, Kamis (30/9/2021). | Republika

Kisah Dalam Negeri

‘Sampai Jumpa Teman-Teman, Ini Bukan Perpisahan’

Pegawai KPK yang dipecat berencana mendirikan institusi antikorupsi independen.

OLEH RIZKYAN ADIYUDHA

Kamis, 30 September 2021, Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat lebih ramai dari hari-hari biasanya. Aparat kepolisian berdiri memenuhi trotoar di kanan dan kiri sepanjang Jalan Kuningan Persada, tempat Gedung Merah Putih berdiri. Sebagian berjaga sambil mengatur arus lalu lintas di sekitar lokasi.

Tenda-tenda posko bagi kepolisian pun dibangun dekat dengan gedung KPK untuk menampung logistik aparat yang ditugasi menjaga keamanan di lokasi. Tambang berdiameter sekitar 3 sentimeter direntangkan di tengah jalan sesaat sebelum mencapai gedung markas lembaga antirasuah.

Biasanya penjagaan seketat itu diadakan jika ada petinggi negara yang datang menyambangi kantor KPK. Namun, kondisi berbeda didapati kali ini. Pengerahan anggota kepolisian itu dilakukan untuk mengawal perpisahan yang dilakukan 57 pegawai KPK yang dipecat karena tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), beberapa waktu lalu.

Terlepas temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI soal cacat administrasi dan pelanggaran HAM dalam tes tersebut, pimpinan KPK bergeming. Puluhan pegawai yang di dalamnya termasuk penyidik senior Novel Baswedan serta “Raja OTT” Harun Al Rasyid harus angkat kaki, Kamis (30/9).

Acara perpisahan antarpegawai KPK itu dilakukan sekitar pukul 13.00 WIB. Perpisahan dilakukan sederhana, tanpa perayaan apa pun. Tidak ada kostum atau pakaian khusus yang dikenakan para pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK.

Mereka hanya melilitkan pita putih di lengan kiri dan membawa bunga mawar. Baik para pegawai KPK yang masih menjabat maupun yang tak lolos jadi ASN hanya saling melambaikan tangan tanda perpisahan di lobi Gedung Merah Putih.

Setelah berfoto sejenak, 57 pegawai keluar dari gedung dikawal para pegawai lain yang masih bekerja di KPK. Lambaian tangan perpisahan itu diikuti tetesan air mata sebagian pegawai KPK yang masih aktif. "Sampai jumpa teman-teman. Sampai ketemu lagi," kata seorang pegawai perempuan sambil mengelap air matanya.

Para pegawai yang dinyatakan tidak lolos kemudian bertolak ke Gedung C1 atau gedung KPK lama. Kedatangan mereka ditunggu beberapa pimpinan KPK periode sebelumnya, seperti Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Bambang Widjajanto, dan Abraham Samad. Sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi juga menyambut.

Di sana mereka bergantian memberikan pernyataan perpisahan dan niatan untuk melanjutkan perjuangan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Tidak terlihat raut muka bersedih setelah disingkirkan dari KPK. Sebagian dari para pegawai itu menebar senyum dan tawa.

photo
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan memperlihatkan kartu identitasnya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). - (Republika)

"Nggak ada kesedihan karena kami pemilik masa depan, bukan masa lalu. Makanya nggak ada rasa takut dan sedih karena pilihan ini adalah jalan kemuliaan," kata pemimpin KPK periode 2011-2015, Bambang Widjojanto, menyinggung suasana tersebut.

Dia meyakini, peristiwa pemecatan yang belakangan ramai dengan tagar G30STWK itu terjadi untuk membuat Indonesia lebih hebat. Menurut dia, memang diperlukan ujian untuk menuju hal itu dan tidak ada ujian yang tidak terjal.

Diamnya Presiden Joko Widodo terkait pemecatan pegawai KPK tersebut juga dikritik dalam acara perpisahan. "Itu urusan siapa? Pemberantasan korupsi itu dipegang oleh Presiden. Jadi, kalau dia bilang ini bukan urusan saya, lantas urusanmu apa?" kata mantan pemimpin KPK lainnya, Saut Sitomorang.

Sementara, penyidik senior Novel Baswedan dan rekan-rekan berencana mendirikan institusi antikorupsi independen selepas ini. Lembaga itu bakal dinamai Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute.

"Dengan ini kami mendirikan IM 57+ Institute yang kemudian ke depannya akan menjadi satu wadah untuk bersatu, berkolaborasi melanjutkan kerja-kerja pemberantasan korupsi dengan cara kita," kata pegawai KPK nonaktif, M Praswad Nugraha, di Jakarta, Kamis (30/9).

photo
Sejumlah mantan pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menaruh kartu identitas di Jakarta, Kamis (30/9). - (Republika)

Koordinator IM 57+ Institute tersebut mengatakan, institusi ini diharapkan menjadi sarana bagi 57 alumni KPK untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi. Dia melanjutkan, hal itu dapat dilakukan melalui kerja-kerja pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan antikorupsi.

Dia melanjutkan, puluhan yang dinyatakan tidak lolos TWK merupakan orang-orang yang telah membuktikan kontribusi dalam pemberantasan korupsi dalam bentuk nyata. "Institusi ini menjadi rumah untuk terus mengonsolidasikan kontribusi dan gerakan tersebut demi tercapainya cita-cita Indonesia yang antikorupsi," katanya.

Institut ini nantinya akan bersatu dengan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi untuk melakukan kerja yang akan disesuaikan dengan kemampuan mereka saat masih bekerja di KPK. Praswad mengatakan, berdirinya institusi itu juga tak lepas dari utang mereka kepada rakyat Indonesia.

"Saya sampaikan bukan rakyat berutang kepada kami, tapi kami yang berutang kepada rakyat Indonesia untuk mengembalikan seluruh ilmu, seluruh pengetahuan. Seluruh skill yang kami dapatkan selama 15 tahun, 20 tahun di KPK harus dikembalikan tunai ke rakyat Indonesia," katanya.

Adapun institusi itu digawangi oleh sebagian besar mantan pegawai KPK. Selain Novel Baswedan, ada mantan deputi bidang koordinasi dan supervisi KPK Hery Muryanto, mantan direktur PJKAKI KPK, Sujanarko, mantan direktur sosialisasi dan kampanye antikorupsi KPK Giri Suprapdiono, serta mantan kabiro SDM KPK Chandra SR. Mereka akan bertindak sebagai executive board.

Selain dewan itu, ada juga investigation board yang terdiri atas para penyidik dan penyelidik senior, kemudian law and strategic research board yang beranggotakan ahli hukum dan peneliti senior, serta education and training board terdiri atas jajaran ahli pendidikan dan pelatih antikorupsi.

Semangat dari para pegawai yang dipecat kemarin juga dirangkum cicitan mantan ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Purnomo melalui akun Twitter-nya, kemarin. "Ini bukan kata perpisahan, hanya pengumuman. Jadi, jangan sedih. Besok saya sudah lepas dari segala hak dan kewajiban sebagai pegawai KPK," cicitnya.

Penarikan Pegawai KPK

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan mekanisme teknis penarikan pegawai KPK yang tidak lolos tes TWK menjadi ASN akan didalami tim dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Polri. Tjahjo mengatakan, mekanisme yang diatur nantinya harus tetap mengacu pada Undang-undang ASN.

"Bagaimana UU-nya, bagaiamana aturannya kan UU tentang ASN kan tidak bisa dilanggar, tentunya perlu chek detail di mana nanti tim BKN dan Polri mendalaminya," ujar Tjahjo melalui pesan kepada Republika, Kamis (30/9).

Tjahjo mengatakan, mekanisme itu akan diatur setelah adanya pertemuan tim Polri, BKN dan juga KemenPANRB. Namun demikian, ia belum memastikan waktu pertemuan untuk membahas persoalan tersebut.  "Ya belum tahu kapan ada pertemuan lagi," ujarnya.

Selain itu, Tjahjo juga tidak dapat memastikan formasi yang disediakan instansi Polri untuk 57 pegawai KPK itu, apakah pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebab, formasi itu tergantung pengajuan instansi Polri. "Formasi apa dan lain-lain kan kewenangan Kapolri yang rekruitmen, setelah selesai diajukan ke BKN," katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, meminta agar 57 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK ditarik menjadi ASN di Bareskrim Mabes Polri. "Pada prinsipnya, beliau (Presiden Jokowi) setuju 56 orang pegawai KPK tersebut untuk bisa menjadi ASN," ujar Sigit, saat jumpa pers daring dari Papua, Selasa (28/9).

Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan awal mula kontroversi mengenai TWK yang dilakukan untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN. Hal ini ia sampaikan dalam dialog virtual bersama politikus PAN Didik Junaidi Rachbini, Rabu (29/9) malam.

Mahfud menjelaskan, semuanya bermula dari revisi UU KPK 2019 lalu. Undang-undang itu, kata dia, mengatur status semua pegawai KPK sebagai ASN. "Nah, selama ini kan mereka bekerja bukan ASN, lalu dibuat peraturan agar mereka dialihstatuskan menjadi ASN dari pegawai KPK menjadi pegawai negeri," kata Mahfud.

photo
Mantan pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) berpose di depan gedung KPK di Jakarta, Kamis (30/9/2021). - (Republika)

Kemudian, sambung dia, pimpinan KPK menerbitkan peraturan komisi (perkom) mengenai TWK. Mahfud menyebut, perkom itu mengatur seluruh pegawai KPK yang akan alih status menjadi ASN harus mengikuti TWK.

"Sesudah dilakukan tes dari sekitar 1.300 orang yang ikut tes itu, 75 orang dinyatakan tidak lulus oleh hasil TWK KPK. Disitu timbul masalah kemudian, ‘loh ini sudah jadi pegawai tidak lulus (TWK)?’," ujarnya.

Saat kontroversi itu dibawa ke Mahkamah Konstitusi, majelsi hakim menilai penyelenggaraan tes itu benar secara hukum. “Bahwa di dalam pelaksanaannya (ada pelanggaran) itu soal yang berbeda lagi. Artinya KPK membuat peraturan itu secara hukum tidak salah, MA juga begitu keputusannya peraturan tentang TWK itu benar," imbuhnya.

Mahfud menuturkan, alih status pegawai KPK menjadi ASN tersebut pun menimbulkan perdebatan yang panjang. Ia menyampaikan, salah satu solusi yang disiapkan pemerintah untuk menyelesaikan perdebatan ini adalah dengan merekrut pegawai KPK yang tidak lolos TWK menjadi ASN di instansi pemerintah lainnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat