Sejumlah peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Guru mengantre untuk mengikuti swab antigen di GOR Indoor Hall B Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). | ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Opini

Selamatkan Guru Honorer

Setelah seleksi PPPK selesai, pemerintah harus memikirkan pembenahan data dan meningkatkan kompetensi guru honorer.

CECEP DARMAWAN, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia dan Peneliti Hukum Pendidikan

Penyelenggaraan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi guru honorer menuai sorotan publik. Pasalnya, pelaksanaan seleksi PPPK Guru kurang mengindahkan prinsip keadilan dan afirmasi kebijakan bagi para honorer.

Ada sejumlah kasus menjadi perhatian publik, di antaranya guru honorer berusia 57 tahun yang pantang menyerah mengikuti seleksi PPPK demi mengubah kesejahteraannya. Ada guru honorer dengan kondisi sakit strok, bahkan harus digendong untuk ikut seleksi.

Namun di lapangan, banyak guru honorer mengeluhkan sulitnya soal seleksi PPPK. Khususnya kompetensi teknis, yang sulit dan jauh dari kisi-kisi yang diberikan. Sungguh, kondisi ironis di atas, bukanlah yang diharapkan guru honorer.

Kondisi karut-marut pengelolaan guru honorer memang persoalan lama yang serius. Entah sudah beberapa ganti menteri pun, persoalan guru honorer belum terpecahkan. Guru honorer menantikan afirmasi yang proguru honorer dari pemerintah saat ini.

 
Entah sudah beberapa ganti menteri pun, persoalan guru honorer belum terpecahkan. Guru honorer menantikan afirmasi yang proguru honorer dari pemerintah saat ini.
 
 

Keadilan afirmasi

Pemerintah megeluarkan kebijakan afirmasi bagi peserta seleksi PPPK dalam bentuk penambahan nilai kompetensi teknis, tertuang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Guru Pada Instansi Daerah Tahun 2021.

Kompetensi manajerial, sosiokultural, dan wawancara tak termasuk afirmasi tersebut. Dalam Pasal 28 Ayat (1) Permenpan RB No 28 Tahun 2021 disebutkan, kompetensi teknis diberikan penambahan nilai dengan beberapa ketentuan.

Huruf a, pelamar yang memiliki sertifikat pendidik linier dengan jabatan yang dilamar mendapat nilai paling tinggi 100 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.

Huruf b pelamar di atas 35 tahun terhitung saat melamar dan berstatus aktif mengajar sebagai guru paling singkat tiga tahun terus-menerus sampai saat ini berdasarkan data Dapodik mendapatkan tambahan nilai 15 persen dari nilai tertinggi Kompetensi Teknis.

Huruf c, pelamar dari kategori penyandang disabilitas yang sudah diverifikasi jenis dan derajat kedisabilitasannya, sesuai jabatan yang dilamar mendapatkan tambahan nilai 10 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.

 
Namun praktiknya, banyak guru honorer kesulitan mencapai passing grade dalam seleksi PPPK. Selain itu, menyamakan lamanya pengabdian guru honorer dalam kebijakan afirmasi, jelas tidak mencerminkan prinsip keadilan.
 
 

Huruf d, pelamar dari tenaga honorer eks kategori II (THK-II) dan aktif mengajar sebagai guru paling singkat tiga tahun secara terus-menerus sampai saat ini, berdasarkan data Dapodik mendapatkan tambahan nilai 10 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.

Namun praktiknya, banyak guru honorer kesulitan mencapai passing grade dalam seleksi PPPK. Selain itu, menyamakan lamanya pengabdian guru honorer dalam kebijakan afirmasi, jelas tidak mencerminkan prinsip keadilan.

Padahal, yang seharusnya dilakukan, menurunkan passing grade dan menambahkan poin afirmasi bagi guru honorer sesuai berapa lamanya ia mengabdi. Semakin lama ia mengabdi, semakin banyak pula poin penambahan nilainya.

Meski diakui, dalam penilaian hasil tes PPPK sudah diatur persentase afirmasi, tetapi dirasakan sejumlah honorer belum adil. Alhasil, sejumlah guru honorer menginisiasi petisi untuk memperoleh keadilan melalui perubahan kebijakan poin afirmasi.

Tuntutannya, terkait afirmasi kepada guru honorer eks K2 yang mulanya 10 persen atau 50 poin menjadi 25 persen atau 125 poin. Guru honorer usia 35 ke atas yang mulanya 15 persen atau 75 poin ditambah menjadi 30 persen atau 150 poin.

Afirmasi kepada guru honorer yang sudah mengabdi dan memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) harusnya minimal 10-30 persen bergantung pada lama mereka mengabdi.

Atas tuntutan di atas, kebijakan afirmasi semestinya juga memperhatikan beberapa kriteria lainnya.

 
Perbedaan jumlah guru termasuk guru honorer kerap terjadi. Harus ada pembaruan data sebagai acuan pemerintah memetakan jumlah guru di daerah, sekaligus basis upaya pembinaan guru. 
 
 

Di antaranya, guru honorer yang telah puluhan tahun mengajar di sekolah, yang akan memasuki usia pensiun, mengabdi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), dan guru honorer yang memiliki penyakit yang sudah lama dan cukup parah.

Pascaseleksi

Setelah seleksi PPPK selesai, pemerintah harus memikirkan pembenahan data dan meningkatkan kompetensi guru honorer. Sebaiknya, segera dibuat rencana induk pengelolaan dan pemetaan guru, baik berstatus ASN maupun honorer.

Perbedaan jumlah guru termasuk guru honorer kerap terjadi. Harus ada pembaruan data sebagai acuan pemerintah memetakan jumlah guru di daerah, sekaligus basis upaya pembinaan guru. Pemda perlu memberikan data kondisi guru di daerahnya masing-masing.

Selanjutnya, pemerintah memetakan kompetensi guru honorer pascaseleksi dengan melihat hasil tesnya. Bagi guru honorer yang kompetensinya masih minim, dapat mengikuti pembinaan, pelatihan, atau diklat.

Guru honorer yang lolos seleksi PPPK dan belum memiliki sertifikat pendidik atau kualifikasi pendidikan minimal S1, harus segera mengikuti PPG atau perkuliahan di S1. Itu semua jadi ikhtiar menjaga standardisasi mutu pendidik.

Jika hal tersebut diperhatikan, pemerintah memberikan keadilan dan membentuk kebijakan proporsional dalam seleksi PPPK bagi guru honorer. Kita berharap, kesejahteraan dan profesionalisme guru honorer terwujud sebagai keberpihakan kepada mereka.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat