Warga membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) melalui mobil keliling pajak Bantul di Kalurahan Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta, Rabu (30/9/2020). | Wihdan Hidayat / Republika

Opini

Optimalisasi Pajak dan Retribusi Daerah

Pemda bisa memberikan insentif berupa penurunan tarif pajak restoran dan pajak hotel.

GALIH ARDIN, Analis Dampak Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak

Setahun lebih, pandemi Covid-19 melanda Indonesia sejak diumumkan secara resmi masuk ke Indonesia pada Maret 2020. Sayangnya, pandemi global tersebut tidak menghantam sistem kesehatan semata.

Pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat, anjloknya permintaan dan penawaran agregat, serta berkurangnya ekspor juga impor membuat aktivitas ekonomi melambat.

Berdasarkan laporan BPS (2021) pada triwulan II 2020 atau sesaat setelah Covid-19 dinyatakan masuk ke Indonesia, pertumbuhan ekonomi sempat berada di titik terendah, -5,67 persen.

Perlahan, pertumbuhan ekonomi meningkat sampai menyentuh 7,07 persen pada triwulan II  tahun 2021 (BPS, 2021). Bahkan, Bank Dunia (2021) optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pulih 4,4 persen pada 2021 dan akan menyentuh angka 5,0 persen pada 2022.

Namun, di tengah optimisme itu, pemulihan perekonomian masih dibayangi ketidakpastian dan resesi yang lebih dalam.

 
Berdasarkan laporan BPS (2021) pada triwulan II 2020 atau sesaat setelah Covid-19 dinyatakan masuk ke Indonesia, pertumbuhan ekonomi sempat berada di titik terendah, -5,67 persen.
 
 

Ancaman masuknya varian Mu serta mulai bergeliatnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat, membuat pemerintah bekerja lebih keras menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, sekaligus menekan angka penularan Covid-19.

Salah satunya, menerbitkan insentif perpajakan. Namun sayangnya, kebijakan yang terangkum dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu belum menjamah kebijakan perpajakan daerah. Akibatnya, banyak kebijakan perpajakan daerah tumpang tindih.

Seolah race to the bottom, banyak pemerintah daerah (pemda) justru mengobral pajak dengan cara pemutihan pajak bumi dan bangunan serta pajak kendaraan bermotor, yang justru membuka peluang terjadinya tax planning dalam tataran pajak daerah serta kontraproduktif dengan upaya pemulihan nasional.

Padahal, kalau dikelola dengan baik, kebijakan perpajakan daerah dapat menjadi ujung tombak penanggulangan pandemi Covid-19 dan pemulihan nasional, terutama bidang ekonomi.

Pada dasarnya, kebijakan pajak dan retribusi daerah diatur Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021. Lewat beleid ini, pemerintah pusat berwenang mengevaluasi dan menyesuaikan tarif pajak dan retribusi daerah guna mendukung program strategis nasional.

 
Padahal, kalau dikelola dengan baik, kebijakan perpajakan daerah dapat menjadi ujung tombak penanggulangan pandemi Covid-19 dan pemulihan nasional, terutama bidang ekonomi.
 
 

Agar kebijakan perpajakan dan retribusi daerah segaris dengan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, ada beberapa beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah.

Pertama, pemerintah daerah dapat memberikan insentif pajak dan retribusi daerah kepada sektor usaha terdampak pandemi, di antaranya makanan, minuman, dan penyediaan akomodasi yang pengelolaan pajaknya berada di tangan pemda.

BPS (2021) melaporkan, pada 2020, sektor tersebut mengalami kontraksi -4,56 persen. Untuk meringankan dampak tersebut, pemda bisa memberikan insentif berupa penurunan tarif pajak restoran dan pajak hotel yang selama ini menjadi kewenangannya.

Namun, insentif harus timely, targeted, dan temporary. Artinya, insentif hanya diberikan untuk restoran ataupun hotel yang menerapkan protokol kesehatan dan memenuhi kriteria CHSE (cleanliness, health, safety, dan environment) dalam waktu tertentu.

Kebijakan ini akan mendorong pengusaha berlomba menerapkan protokol kesehatan yang baik. Pada saat bersamaan, kebijakan ini akan mendorong konsumen untuk memilih restoran, hotel, tempat akomodasi lainnya yang menerapkan CHSE.

 
Namun di sisi lain, peningkatan kegiatan pariwisata tanpa dibarengi protokol kesehatan yang ketat, akan berimbas pada naiknya penularan virus tersebut.
 
 

Kedua, pemda dapat melakukan penyesuaian tarif pajak dan retribusi daerah atas kegiatan, yang berpotensi meningkatkan penularan wabah Covid-19. Pada masa pandemi seperti saat ini, keinginan masyarakat melakukan aktivitas wisata tentu sangat besar.

Namun di sisi lain, peningkatan kegiatan pariwisata tanpa dibarengi protokol kesehatan yang ketat, akan berimbas pada naiknya penularan virus tersebut.

Karena itu, sepanjang belum bisa menerapkan dan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan di lokasi wisata dan hiburan, pemda dapat menyesuaikan tarif retribusi tempat wisata dan kegiatan hiburan sebagai bagian dari mitigasi penularan Covid-19.

Ketiga, pemda dapat memberikan insentif penurunan tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan bagi tenaga kesehatan dan wajib pajak terdampak pandemi Covid-19.

Dalam kacamata teori mikroekonomi disebutkan, pemberian insentif perpajakan memberikan dua implikasi penting, yaitu income effect dan substitution effect.

Sepanjang objek tanah dan bangunan tidak elastis terhadap perubahan harga, penurunan tarif PBB memberikan income effect lebih besar bagi penerimanya, yaitu wajib pajak terdampak pandemi dan tenaga kesehatan yang berjuang melawan Covid-19.

Apabila ketiga langkah tersebut dilakukan konsisten dan serentak oleh seluruh pemda dengan koordinasi pemerintah pusat, tidak hanya berdampak positif terhadap upaya pencegahan penularan wabah Covid-19, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi secara berkesinambungan dalam jangka menengah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat