Petugas membawa peti berisi jenazah korban kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang untuk diserahkan kepada keluarga di RS Polri, Kramat Jati, di Jakarta, Jumat (10/9/2021). Polda Metro Jaya menaikkan status kasus kebakaran Lapas Tangerang ke tingkat penyidikan | ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA

Kabar Utama

Kebakaran Lapas Tangerang Naik ke Penyidikan

Polda Metro Jaya menaikkan status kasus kebakaran Lapas Tangerang ke tingkat penyidikan meski belum ada penetapan tersangka.

TANGERANG -- Polda Metro Jaya telah menaikkan status kasus kebakaran Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang, Banten, ke tingkat penyidikan. Kendati demikian, sejauh ini belum ada penetapan tersangka.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, tim penyidik telah bekerja dengan mengumpulkan alat bukti dan pemanggilan saksi. "Tadi pagi dari penyelidikan ditingkatkan jadi penyidikan. Jadi, sudah naik sidik sehingga tindak lanjut ke depan kita buat administrasi, kita panggil kembali melakukan pemeriksaan," kata Yusri Yunus di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Jumat (10/9).

Rencananya, Polda Metro Jaya akan memeriksa 22 saksi terkait kasus kebakaran Lapas Tangerang yang terbagi menjadi tiga klaster. Klaster pertama, kata Yusri, merupakan petugas lapas yang berjaga saat kejadian. 

Klaster kedua, terdiri atas warga binaan yang selamat. Sementara, klaster ketiga, terdiri atas pendamping warga binaan. "Tim penyidik sedang menyusun pemanggilan beberapa saksi untuk melengkapi berkas perkara," ujar Yusri.

Sebanyak 44 narapidana tewas dalam kebakaran yang terjadi di Blok C2 Lapas Kelas 1 Tangerang yang berpenghuni 122 orang pada Rabu (8/9) dini hari sekitar pukul 01.45 WIB. Empat puluh orang di antaranya meninggal di tempat kejadian perkara (TKP), satu meninggal saat dalam perjalanan ke rumah sakit, dan tiga lainnya meninggal saat menjalani perawatan intensif di RSUD Tangerang. Saat ini, masih ada tujuh korban kebakaran yang dirawat di ICU. 

photo
Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). - (ANTARA FOTO/Handout/Bal/aww.)

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (PAS) menyebut, hanya ada satu penjaga di blok yang terbakar, yakni Blok C2, pada saat insiden terjadi. "Pada saat kejadian, di Blok C2 memang ada satu orang (penjaga) karena bergantian," tutur Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Apriyanti kepada wartawan, kemarin.

Dia menjelaskan, petugas jaga lapas berjumlah 13 orang yang mengawasi tujuh blok hunian atau tujuh menara. Adapun narapidana yang diawasi berjumlah 2.072 tahanan. Angka itu jauh lebih banyak dari kapasitas lapas 600 orang.

"Kalau komandan jaga kan di tempat komandan jaga, lima orang, berarti sisanya delapan orang. Delapan inilah yang diatur oleh komandan jaga untuk melakukan penjagaan di masing-masing blok secara bergantian. Sedangkan, contohnya Blok C itu satu bloknya ada tiga paviliun, nah kemarin yang terbakar paviliun C2. Artinya, begitu besarnya pengelolaan pengawasan kami dengan jumlah seperti itu," kata dia menjelaskan. 

Dengan kondisi ini, dia mengakui proses penyelamatan para tahanan dari sel saat kebakaran menjadi sulit terjangkau keseluruhannya. Nahas, akhirnya banyak nyawa yang berguguran dalam insiden tersebut.

"Karena buat petugas juga trauma, kalau kita ada di posisi saat itu, susah untuk menyelamatkan semua. Karena kan posisinya panik, warga binaan juga berlarian dalam satu paviliun," tuturnya.

Kepala Lapas Kelas I Tangerang Viktor Teguh juga mengonfirmasi hanya ada satu penjaga di blok yang terbakar pada Rabu (8/9). Dia juga membenarkan memang hanya ada satu penjaga di tiap blok di Lapas Kelas I Tangerang. "Satu blok satu orang. (Pada Rabu dini hari) satu orang di Blok C2," ujar Viktor. 

Pihaknya masih menyelidiki informasi ada napi yang menggunakan telepon seluler di dalam kamar tahanan. "Masih diselidiki dan itu kenakalan yang tidak boleh (terjadi). Kita akan periksa semuanya karena sekarang masih berjalan," kata dia seusai penyerahan jenazah napi kepada pihak keluarga di RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis.

Republika mendapati kesaksian bahwa sejumlah narapidana menggunakan telepon seluler untuk berkomunikasi dengan anggota keluarganya dari blok lokasi kebakaran. Telepon genggam itu juga digunakan sebagai sarana mencari penghasilan di lapas. Guna mengisi baterai telepon genggam, masing-masing sel memiliki colokan listrik.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly secara terpisah meminta kasus penggunaan telepon seluler pribadi di dalam penjara—sesuatu yang sangat dilarang—untuk tidak dibahas saat ini. "Kita sedang mikirin 81 napi ini mau ditempatkan di mana. Maka itu, kepala LP dan direktur jenderal PAS saya minta berkantor di Lapas Kelas 1 Tangerang. Saya juga memantau secara real time perkembangan di sana," ujarnya.

Laoly mengatakan, penyebab kebakaran adalah korsleting listrik karena tak ada perawatan instalasi listrik. Lapas tersebut dibangun pada 1972 dan sejak itu hanya dilakukan penambahan daya listrik, tetapi tidak disertai perawatan instalasi kelistrikannya.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menilai, ada unsur kelalaian pemerintah dalam peristiwa kebakaran tersebut. Pemerintah, katanya, lalai memperhatikan masalah keamanan dan fasilitas di penjara.

"Tidak bisa kita hanya mempersoalkan overkapasitas, tapi ada kelalaian negara, ada kelalaian pemerintah untuk memperhatikan masalah keamanan dan fasilitas di penjara, ini penting," ujar Hamdan dalam acara kajian Islam dan konstitusi yang disiarkan Youtube Salam Radio Channel, Jumat (10/9).

photo
Keluarga korban kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang menangis usai menerima peti jenazah korban kebakaran dari Tim DVI Polri di RS Polri, Kramat Jati, di Jakarta, Jumat (10/9/2021). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.)

Dia menyebut, kebakaran yang menewaskan 41 narapidana di tempat kejadian itu sebagai tragedi kemanusiaan. Para pesakitan, menurut dia, tidak bisa berbuat apa-apa selain menggantungkan hidupnya kepada negara karena sedang berada di bawah asuhan dan tanggung jawab negara.

Hamdan juga menyinggung kondisi fasilitas penjara, seperti gedung dan instalasi listrik yang sudah tua karena dibangun sejak 1972. Kelebihan kapasitas memang benar adanya, tetapi persoalan lain yang juga mesti dibenahi pemerintah ialah kondisi fasilitas dan jaminan keamanan di penjara.

"Tapi, kenapa dari dulu ini tidak menjadi perhatian, gedung yang sangat tua, yang sangat mungkin terjadi kebakaran akibat arus pendek karena listrik yang tidak pernah diurus dengan baik. Bangunan yang tidak pernah dilihat kondisinya, orang di situ ditumpukin masuk dalam ruang sel," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat