Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Bolehkah Merahasiakan Penghasilan kepada Pasangan?

Bolehkan suami atau istri merahasiakan sebagian penghasilannya kepada pasangannya?

 

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Bolehkan suami atau istri merahasiakan sebagian penghasilannya kepada pasangannya? Misalnya, menyimpan sebagian penghasilan untuk memenuhi kebutuhan diri dan anggota keluarganya, seperti membantu orang tua dan adik kandung yang sedang sekolah. -- Khairul, Bogor

Wa’alaikumussalam Wr Wb.

Prinsipnya, setiap suami atau istri mengelola keuangannya secara terbuka (syafafiyah) agar semua kebutuhan asasi keluarga terpenuhi. Saat ada kondisi khusus atau darurat, boleh tidak menyampaikan sebagian pendapatannya kepada pasangannya dengan catatan itu bersifat sementara.

Selanjutnya, secepatnya dilakukan edukasi dan musyawarah agar kondisinya normal kembali (tidak ada yang dirahasiakan/keuangan dikelola secara terbuka).

Kesimpulan ini bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut. Pertama, kaidah dasarnya, pengelolaan keuangan keluarga dilakukan secara transparan tanpa ada yang dirahasiakan. Misalnya, keuangan keluarga dikelola istri, sedangkan suami yang mencari dan menyediakan kebutuhan keuangan keluarga (nafkah) dan istri ikut serta membantu.

Daftar kebutuhan dasar keluarga dan dari mana pos keuangannya, seperti kebutuhan pendidikan dan kesehatan, termasuk nafkah untuk orang tua dan mertua (sebagai bagian dari birrul walidain) itu hasil diskusi bersama antara suami dan istri.

Sebagaimana contoh pembagian tugas yang disampaikan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib dan Fatimah saat Rasulullah SAW menikahkan keduanya, “(Rasulullah mengatakan kepada Ali), ‘Nafkah menjadi tanggung jawabmu, sedangkan urusan rumah menjadi tanggung jawabnya (Fathimah).”

Juga sebagaimana hadis Rasulullah SAW, dari Ibnu Umar sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “… Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal tanggung jawabnya ...” (HR Muslim).

Kedua, dalam beberapa kondisi, mengelola keuangan secara terbuka itu tidak mudah dilaksanakan karena lemahnya keterbukaan dan musyawarah antara suami dan istri, lemahnya komitmen suami atau istri sehingga mengurangi kepercayaan terhadap pasangan, atau sebab lainnya. Di sisi lain, menafkahi orang tua pasangan menjadi kewajiban saat mampu secara finansial dan dengan besaran yang lazim karena itu bagian dari birrul walidain.

Ketiga, merahasiakan penghasilan hanya sementara dan tidak boleh dilakukan berkelanjutan. Secepatnya harus ada ikhtiar untuk memahamkan kepada pasangan bahwa nafkah kepada orang tua/mertua itu wajib dan setiap pasangan harus saling mendukung agar keuangan keluarga dikelola secara terbuka dan sesuai kesepakatan.

Sebagaimana kaidah fikih, “Al-Maisur la yasquthu bi al-ma’sur” (perkara yang mudah tidak bisa gugur/digugurkan dengan yang sulit). Selain itu, karena pengelolaan keuangan yang tidak transparan dapat menjadi benih-benih konflik yang harus dihindarkan sejauh-jauhnya.

Keempat, ada beberapa kisah dalam sirah yang menyebutkan kondisi tidak ideal tersebut. Salah satunya adalah Hindun yang menyampaikan kepada Rasulullah SAW perihal suaminya yang kikir dan tidak menyediakan nafkah yang cukup untuk keluarga. Kemudian, Hindun meminta izin kepada Rasulullah agar ia bisa memanfaatkan uang suami untuk keluarga tanpa seizing suami. Rasulullah SAW mengizinkannya.

Dari ‘Aisyah dia berkata, Hindun binti ‘Utbah istri Abu Sufyan menemui Rasulullah SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah laki-laki yang pelit dia tidak pernah memberikan nafkah yang dapat mencukupi keperluanku dan kepeluan anak-anakku kecuali bila aku ambil hartanya tanpa sepengetahuan darinya. Maka berdosakah jika aku melakukannya?”

Rasulullah SAW menjawab, “Kamu boleh mengambil sekadar untuk mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu.” (HR Muslim).

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat