Seorang bocah bersiap merayakan Idul Adha di tengah reruntuhan rumah-rumah akibat bom israel di Beit Hanoun, Jalur Gaza, Selasa (20/7/2021). | AP/Khalil Hamra

Kisah Mancanegara

Anak-Anak Palestina Terus Jadi Incaran

Terdapat 12 anak Palestina di Tepi Barat dan 67 di Jalur Gaza yang dibunuh pasukan Israel tahun ini.

OLEH KAMRAN DIKARMA

Sebulan sudah berlalu, dan Omar Tamimi (3 tahun) masih sering menanyakan kakaknya Muhammad Tamimi (17 tahun) kepada ibunya, Bara'a Tamimi. "Mama… Mama, di mana Muhamad?" tanya Omar dengan nada gelisah kepada Bara'a.

Pertanyaan itu sesungguhnya mengguncang batin Bara'a. Dia berusaha membendung tangis yang siap meluncur dari matanya setiap Omar mengajukan pertanyaan demikian. Bulan lalu, Muhammad gugur setelah ditembak sebanyak tiga kali di bagian belakang oleh pasukan Israel.

Omar tak mengetahui bahwa kakaknya telah tiada. "Kami membawanya (Muhammad) ke rumah sakit, tapi dia meninggal kurang dari satu jam setelah dia ditembak," kata Bara'a yang tinggal di Desa Nabi Saleh, dekat Ramallah, saat diwawancara Aljazirah, Selasa (24/8).

Nabi Saleh adalah rumah bagi sekitar 600 warga Palestina. Sebagian besar dari mereka bermarga Tamimi dan memiliki sejarah aktivisme. Muhammad gugur pada 23 Juli. Hari itu, tak ada kerusuhan atau bentrokan di Nabi Saleh.

Namun pasukan Israel datang ke sana dan memprovokasi penduduk setempat. "Muhammad berada di halaman belakang ketika tentara menembakkan gas air mata ke rumah kami, memaksa saya membawa anak-anak kecil lainnya ke kamar dalam rumah untuk keselamatan mereka," ungkap Bara'a saat mengenang kejadian pilu tersebut.

photo
Sekeluarga Palestina di dalam rumah mereka yang hancur dibom Israel di Gaza, Kamis (15/8/2021). - (AP/Adel Hana)

Muhammad sempat terlibat adu mulut dengan personel keamanan Israel. Setelah itu, Muhammad bergegas mencari saudaranya yang tak bisa melihat karena menderita kanker di salah satu matanya. "Beberapa saat kemudian saya mendengar tiga tembakan," ujar Bara'a.

Tak sampai sepekan berselang, tepatnya pada 28 Juli, Muhammad Abu Sara (11 tahun) turut gugur di tangan pasukan Israel. Dia meninggal setelah pasukan Israel menembakkan 13 peluru ke mobil ayahnya di Desa Beit Ummar, Tepi Barat. Sama seperti di Nabi Saleh, penembakan di Beit Ummar dilakukan saat tak ada kejadian apa pun di desa tersebut.

Militer Israel berdalih bahwa penembakan terhadap mobil milik ayah Abu Sara dilakukan karena kendaraan itu menolak berhenti saat diperintahkan untuk melakukannya. Pekan ini, satu anak Palestina lainnya, yakni Imad Khaled Saleh Hashash (15 tahun) juga dibunuh pasukan Israel.

Hashash tertembak di bagian kepala saat pasukan Israel menyerbu kamp pengungsi Balata di Nablus, Tepi Barat. Dalam keterangannya, pasukan Israel mengatakan, mereka menggeruduk kamp Balata untuk menangkap "seorang tersangka". Tak dijelaskan secara spesifik tentang siapa yang hendak ditahan.

 “Selama misi tersebut, peluru tajam ditembakkan ke pasukan dari atap. Pasukan membalas dengan tembakan ke arah sumber penembakan,” tulis keterangan militer Israel, dikutip laman Aljazirah.

Kelompok Defence for Children International-Palestine (DCIP) mengatakan, di bawah hukum internasional, kekuatan mematikan yang disengaja hanya dibenarkan dalam keadaan di mana ada ancaman langsung terhadap kehidupan atau cedera serius.

"Namun, penyelidikan dan bukti yang dikumpulkan oleh DCIP secara teratur menunjukkan bahwa pasukan Israel menggunakan kekuatan terhadap anak-anak Palestina dalam keadaan yang mungkin merupakan pembunuhan di luar proses hukum atau disengaja," kata DCIP.

Menurut Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), terdapat 12 anak Palestina di Tepi Barat yang terbunuh oleh pasukan Israel sepanjang tahun ini. Sementara 67 anak lainnya gugur di Jalur Gaza saat Israel melancarkan agresi pada Mei lalu.

DCIP menyebut, tahun lalu terdapat tujuh anak Palestina yang gugur di Tepi Barat dan Gaza. Meningkatnya angka kematian akibat tindakan kekerasan, termasuk penggerebakan yang dilakukan pasukan Israel terhadap kantor DCIP, mendorong para pakar di OHCHR, mengontak pemerintahan Zionis.

Mereka meminta Israel segera mengembalikan dokumen rahasia dan peralatan kantor milik DCIP yang disita pasukannya. "Kami sangat prihatin dengan campur tangan militer Israel dengan pekerjaan hak asasi manusia dari sebuah organisasi non-pemerintah yang terkenal dan dihormati," kata para ahli OHCHR.

Menurut OHCHR, kerja-kerja yang dilakukan organisasi seperti DCIP sangat penting. Sebab mereka memberikan ukuran akuntabilitas yang sangat dibutuhkan dalam mendokumentasikan serta meneliti tren hak asasi manusia yang memprihatinkan di wilayah Palestina.

OHCHR menyebut, DCIP memberikan pelaporan kritis dan dapat diandalkan tentang pola penangkapan, pemfitnahan, dan pembunuhan anak-anak Palestina oleh pasukan Israel, baik di Tepi Barat maupun Jalur Gaza.

"Semua kehidupan sipil di bawah pendudukan dilindungi oleh hukum internasional. Ini terutama berlaku untuk anak-anak," kata OHCHR.

Kekerasan mematikan yang dilakukan pasukan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat kerap terjadi. Awal bulan ini, empat warga Palestina gugur di tangan pasukan Israel di kamp pengungsi Jenin yang bergolak.

Pada Senin (23/8) lalu, Israel juga melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza yang diblokade. Mereka menargetkan situs-situs milik Hamas. Koresponden Al Arabiya melaporkan, situs al-Qadisiyah di Khan Yunis dibom oleh lima rudal Israel. Serangan turut dilancarkan ke sekitar kota Gaza.

Akhir pekan lalu, Israel juga melancarkan serangan udara ke Gaza. “Merespons kerusuhan kekerasan yang dipicu Hamas di perbatasan Israel-Gaza hari ini, pasukan kami baru saja menyerang empat situs pembuatan dan penyimpanan senjata Hamas,” kata Pasukan Pertahanan Israel dalam keterangan yang diunggah di akun Twitter resminya pada Sabtu (21/8).

Sebelum serangan itu dilakukan, ratusan warga Palestina berkumpul dan berdemonstrasi di dekat perbatasan Gaza-Israel. Aksi itu diinsiasi Hamas. Mereka memprotes blokade Israel terhadap wilayah tersebut yang semakin membuat kehidupan warga di sana tercekik. Gaza sudah diblokade selama 14 tahun.

Di sela-sela aksi tersebut, terdapat tembakan yang dilepaskan ke arah pasukan Israel. Hal itu membuat seorang perwira polisi Israel terluka. Personel keamanan Israel pun sempat membalas dengan melepaskan tembakan ke kerumunan warga Palestina. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sebanyak 41 orang terluka, termasuk anak laki-laki berusia 13 tahun yang tertembak di kepala. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat