Ilustrasi Hikmah Hari ini | Republika

Hikmah

Sulthan

Kata sulthan disebut 38 kali dalam Alquran.

Oleh Prof Fauzul Iman

 

OLEH PROF FAUZUL IMAN

Kata sulthan disebut 38 kali dalam Alquran. Kata ini unik untuk digali maknanya secara mendalam di dalam konteks kalimat lainnya yang tidak terpisah. Ini penting dilakukan agar tidak terjadi pendangkalan eksklusif pada makna substansial dan inspiratif yang terkandung pada kata sulthan.

Dalam memahami diksi kata sulthan mustahil akan meraih makna perspektif tanpa memperhatikan kaitan atau relasi kata tersebut dengan ayat yang terkandung di dalamnya. Sulthan berasal dari kata sallata, yusallithu, sulthanan, yang artinya menguasai/mengendalikan kekuasaan. Raghib al-Asfihani dalam bukunya Mu'jam Mufradat Alfazi al-Quran mengurai  makna sulthan sebagai hujjah (argumen) yang menembus dalam dasar hati paling dalam.

Definisi ini menegaskan bahwa makna sulthan merupakan the main reason (argumen utama) atau alasan dominan yang telah mampu mendirikan sentuhan logis dalam kalbu seseorang sehingga siapa pun yang membantah nalarnya, ia tak akan mudah menyerah. Alquran telah menyajikan dengan objektif makna sulthan sebagai the main reason ini dalam relasi dan konteks ayat, di mana kata sulthan itu ditonjolkan.

Dalam surah al-Hajj ayat 71 diungkapkan pada umat yang menyembah berhala (selain Allah) dipandang tidak memiliki sulthan. Ini bermakna bentuk teguran konstruktif Tuhan pada penyembah berhala yang belum memiliki sulthan atau akar argumen mendasar dalam tindakannya menyembah berhala.

Dengan kata lain, Tuhan menawarkan pada penyembah berahala itu agar berpikir mendasar dan logis sesuai hukum realitas dan empirisme yang berlaku.

Pada kenyataannya berhala memang benda yang secara nalar/logika empiris tidak bisa berbuat apa-apa, tidak mampu menolak bahaya, dan tidak juga mampu memberi manfaat. Jadi, makna sulthan dalam konteks relasi ayat ini adalah argumen dominan yang juga tak dapat dipatahkan kelogisannya oleh lawan.

Dalam relasi ayat lain tentang dibolehkannya berperang, kata sulthan diletakkan oleh Tuhan pada surah an-Nisa ayat 91 sebagai the main reason atas dasar filter nalar jernih. Nalar yang tidak digunakan dengan cara-cara serampangan yang berakibat berlawanan dengan medan lapangan perang sendiri.

Jadi, izin perang dengan menggunakan diksi sulthan menegaskan bahwa Tuhan memerintahkan kepada umat agar benar-benar menggunakan alasan yang telah diperhitungkan dengan tepat dan terukur sehingga perang tidak menimbulkan bencana kemanusiaan. Perang dilakukan untuk membela dari serangan musuh yang tak pernah berhenti.

Uraian ini, sekali lagi, menegaskan bahwa Alquran adalah kitab suci yang sejak awal turunnya mengajarkan kepada umat manusia dengan horizon tindakan dan nalar yang berkualitas dan berkeadaban. Manusia dididik Alquran agar memiliki kapasitas keahlian dan kompetensi nalarnya guna menjawab tantangan peradaban yang selalu berubah.

Di tengah peradaban yang selalu berubah, nalar umat yang  berkualitas (sulthan) yang diperangkati rohaniah tinggi akan menjadi hakim penengah yang adil, moderat, dan egaliter. Umat yang tidak berkepanikan meruntuhkan bangunan peradaban dengan diskursus-diskursus adu domba ala buzzer yang boleh jadi kelak dilakukan secara radikal dan brutal.

Nauzubillah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat