Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko melepas masker ketika akan memberi keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). | M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO

Nasional

ICW: Somasi Moeldoko Bentuk Antikritik

Kedua somasi Moeldoko meminta agar ICW meminta maaf secara terbuka.

JAKARTA—Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku sudah menanggapi somasi dari Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko terkait perilisian hasil investigasi 'Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis'.

Anggota tim kuasa hukum ICW, Muhammad Isnur, mengatakan, Moeldoko maupun tim hukumnya tak memahami hasil riset dan penelitian maupun investigasi mandiri sebagai partisipasi masyarakat dalam mengawasi para pejabat negara yang sedang menjalankan kekuasaan. Dari penilaian tersebut ICW mengatakan, somasi maupun ancaman hukum Moeldoko dan tim kuasa hukumnya sebagai bentuk antikritik dari pejabat negara yang tak memahami demokrasi.

“Pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin konstitusi, perundang-undangan, maupun kesepakatan internasional. Jadi bagi ICW, pendapat Moeldoko dan kuasa hukumnya jelas keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi,” tutur Muhammad Isnur, dalam siaran pers, Sabtu (7/8).

Isnur menjelaskan, semestinya Moeldoko maupun tim kuasa hukum tak perlu melakukan somasi. Apalagi sampai mengancam ICW ke kepolisian. Sebab, menurutnya, ICW sebagai lembaga sipil memang didirikan wadah penakar, periset, dan investigasi mandiri untuk disampaikan ke masyarakat tentang relasi antara penguasa, pejabat publik, dan pengusaha atau pebisnis.

ICW meyakini, relasi para pihak tersebut berpotensi ditemukan adanya konflik kepentingan yang berujung pada praktik koruptif.

ICW menegaskan, bukan sekali ini saja menerbitkan semacam kajian. Riset ICW kali ini ‘menyasar’ Moeldoko terkait peredaran Ivermectin, obat terapi bagi penderita Covid-19.

Selama pandemi Covid-19 sejak 2020, tim ICW sudah merilis sedikitnya delapan paper hasil kajian yang mengkritik para pejabat negara dalam cara penanganan dan pencegahan Covid-19. Termasuk kajian tentang kritik terhadap pemerintah atas penyaluran dana bantuan sosial (bansos) yang rawan korupsi maupun tentang tata kelola distribusi alat-alat kesehatan.

Sebelumnya, Kamis (5/8), Moeldoko melalui pengacaranya, Otto Hasibuan, melayangkan somasi kedua terhadap ICW. Somasi pertama sudah dilayangkan pada 29 Juli lalu.

Kedua somasi tersebut meminta agar ICW meminta maaf secara terbuka. Bahkan, ketua tim pengacara Moeldoko, Otto Hasibuan mengatakan, ICW harus membuktikan kredibilitasnya dengan melaporkan temuan ke jalur hukum.

Menurut Otto, ungkapan ke media hanya akan menjadi tuduhan dan fitnah serius terhadap kliennya yang berpotensi pemidanaan jika tak dapat dibuktikan. “Jadi, ICW jangan hanya berkoar-koar di media. Kalau ada bukti keterlibatan klien kami, Pak Moeldoko, silakan lapor ke yang berwajib, aparat penegak hukum (untuk penyelidikan dan penyidikan),” ujar Otto.

Dalam temuannya, ICW menyebutkan adanya dugaan keterlibatan dan kepentingan pribadi Moeldoko lewat peran putrinya Joanina Rachma yang juga pernah berkantor di staf kepresidenan dalam produksi dan peredaran Ivermectin untuk masyarakat. Obat yang dikatakan dapat meringankan penderita infeksi Covid-19 tersebut diproduksi oleh PT Harsen Lab.

Produsen farmasi itu dikelola Sofia Koswara, rekan bisnis Joanina, yang turut memegang kepemilikan saham di PT Noorpay Nusantara Perkasa. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat