Seorang perempuan berdiri di luar gedung kantor di Havana, Kuba, beberapa waktu lalu. (ilustrasi) | AP/Ismael Francisco

Kisah Mancanegara

Mencari Jawaban Misteri Sindrom Havana

Akibat kasus Sindrom Havana, AS mengevakuasi sebagian besar staf kedutaan pada September 2017.

OLEH DWINA AGUSTIN

Seminggu sekali, Marc Polymeropoulos pergi ke Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed, di Washington DC, Amerika Serikat (AS) untuk terapi seni dan akupunktur. Kegiatan itu bertujuan untuk mengatasi sakit kepala yang terus-menerus ia alami selama bertahun-tahun.

Kondisi sakit kepala ini jika ditelusuri kembali akan membawa Polymeropoulos ke Moskow pada Desember 2017. "Sudah tiga tahun migrain mengusik. Saya memiliki tekanan di bagian atas kepala saya dan di bagian belakang kepala saya sepanjang waktu," katanya.

Pria berusia 52 tahun ini bekerja untuk CIA ketika pergi ke Rusia untuk kunjungan 10 hari. "Pada akhirnya, mungkin perjalanan yang saya harap tidak saya lakukan," ujarnya dikutip dari Business Insider, Ahad (18/7).

Suatu malam, Polymeropoulos terbangun dengan kaget di kamar hotelnya. Telinganya mulai berdenging dan ruangan berputar, dia dilanda vertigo. "Saya jatuh. Saya tidak punya kendali. Semuanya berputar begitu liar," katanya.

Polymeropoulos tidak tahu istilah yang tepat untuk gejalanya pada saat itu, tetapi sejak itu kondisi tersebut mendapat julukan sebagai Sindrom Havana. Istilah ini merujuk kepada lokasi kasus pertama yang dilaporkan.

 
Polymeropoulos tidak tahu istilah tepat untuk gejalanya saat itu, tetapi sejak itu kondisi tersebut mendapat julukan sebagai Sindrom Havana. 
 
 

Kasus pertama bermula dari laporan kedutaan AS di Kuba pada akhir 2016. Diplomat dan keluarga yang berada di wilayah itu mulai mengalami sakit kepala, vertigo, dan gangguan pendengaran setelah mendengar suara mendengung atau klik. Pemeriksaan mengungkapka adanya cedera otak yang aneh dan tidak dapat dijelaskan.

Studi dari beberapa kasus awal pola khas Sindrom Havana kebanyakan pasien melaporkan berbagai gejala. Termasuk masalah keseimbangan, gangguan penglihatan, tinitus, sulit tidur, sakit kepala, dan masalah dengan berpikir atau mengingat.

Para peneliti menyimpulkan, pasien mengalami cedera otak yang konsisten dengan trauma kepala. Beberapa diplomat Kanada dan keluarga mereka yang ditempatkan di Kuba pada saat yang sama pun mengalami masalah serupa. "Istri saya, dia tidak sama lagi. Dia mengangkat telepon untuk menelepon tapi lupa kenapa, masuk kamar tanpa alasan," kata seorang diplomat karir kepada Radio-Canada, tahun lalu.

Setelah jumlah kasus Sindrom Havana tumbuh menjadi 25 di Kuba, AS mengevakuasi sebagian besar staf kedutaannya pada September 2017. Namun laporan juga datang dari bagian lain dunia.

Sejak itu, lebih dari 130 diplomat AS, operasi intelijen, dan personel lain yang ditempatkan, terutama di Rusia, Cina, dan Kuba telah mengalami masalah misterius yang sama. Salah satunya petugas teknik di Konsulat AS di Guangzhou, Cina, Mark Lenzi.

Dia melaporkan sakit kepala yang semakin parah dan sering lupa pada akhir 2017 dan awal 2018. "Dua kali saya berpikir saya akan mati karena sakit kepala ini," katanya kepada UNH Today setahun kemudian.

 
Setelah jumlah kasus Sindrom Havana tumbuh menjadi 25 di Kuba, AS mengevakuasi sebagian besar staf kedutaannya pada September 2017.
 
 

Dugaan  pertama adalah sindrom itu bisa disebabkan oleh serangan sonik dari senjata misterius yang mengarahkan suara keras dan bernada tinggi ke kepala korban untuk menyebabkan rasa sakit. Namun, dugaan itu tidak dapat dibuktikan secara ilmiah karena untuk melukai seseorang dari luar ruangan, senjata sonik harus mengeluarkan suara di atas 130 desibel.

Spesialis THT Kuba, Manuel Jorge Villar Kuscevic menyatakan, jumlah suara itu adalah sebanding dengan empat mesin jet di jalan di luar rumah. Kondisi ini sehingga akan merugikan lebih banyak orang daripada target yang dimaksudkan.

Pada Desember, tim ahli dari Akademi Sains, Teknik, dan Kedokteran Nasional menawarkan teori baru tentang kemungkinan besar penyebab Sindrom Havana dengan serangan menggunakan senjata gelombang mikro. Namun, hingga saat ini tidak ada yang pernah melihat senjata seperti itu.

Dalam makalah yang terbit pada 1962, ilmuwan AS Alan Frey menyarankan senjata gelombang mikro dapat digunakan untuk menaikkan suhu di dalam telinga seseorang hingga sepersejuta derajat.

photo
Bendera Amerika Serikat dan Kuba berdampingan di Hazana, Senin (11/1/2021). - (AP Photo/Ramon Espinosa)

Saat ini, jumlah laporan Sindrom Havana pun terus bertambah, Pada Mei tahun ini, para pejabat AS mengatakan setidaknya 130 kasus di seluruh pemerintah sedang diselidiki, naik dari beberapa lusin pada tahun lalu. Sebanyak dua kasus baru-baru ini juga dilaporkan di Washington, dengan satu di sekitar Gedung Putih.

Setelah itu, Presiden Joe Biden menugaskan dua panel untuk menemukan asal-usulnya. Terlebih lagi, laporan terbaru pada Jumat (17/7), diplomat AS dan pegawai pemerintah lainnya di Wina, Austria, mengalami gejala tersebut.

Dikutip dari ABC News, lebih dari 20 kasus baru sedang diperiksa oleh tim medis di Departemen Luar Negeri dan di tempat lain, termasuk Pentagon dan CIA. "Dalam koordinasi dengan mitra kami di seluruh pemerintah AS, kami sedang menyelidiki laporan kemungkinan insiden kesehatan yang tidak dapat dijelaskan (UHI) di antara komunitas kedutaan AS di Wina," kata Departemen Luar Negeri AS. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat