Warga Myanmar di London menggelar unjuk rasa mendukung Aung San Suu Kyi beberapa waktu lalu. | ANDY RAIN/EPA

Internasional

Dakwaan Suu Kyi Ditambah

Suu Kyi disidang di tiga kota berbeda.

MANDALAY -- Pemimpin pemerintah sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, menghadapi empat dakwaan tambahan. Pengacaranya mengatakan dakwaan tambahan itu diajukan di pengadilan di Mandalay, kota kedua terbesar di Myanmar.

Senin (12/7) pengacara Suu Kyi, Min Min Soe mengatakan tim pembela tidak terlalu banyak mengetahui tentang dakwaan yang terbaru. Kecuali dakwaan tersebut berkaitan dengan korupsi dan dua dakwaan juga ditunjukan untuk mantan menterinya, Min Thu.

"Ada sejumlah dakwaan korupsi. Kami tidak tahu mengapa mereka menggugat? Atau apa alasannya, kami akan cari tahu," kata Min Soe seperti dikutip Aljazirah.

Kasus baru dapat membuat Suu Kyi yang berusia 76 menjalani proses hukum di tiga kota yang berbeda. Ketiga kota itu adalah Mandalay, Naypyidaw, dan Yangon.

Suu Kyi juga sudah menjalani sidang di Ibukota Naypyidaw atas dakwaan mengimpor dan memiliki walkie-talkie ilegal yang dipakai para pengawalnya. Suu Kyi juga dijerat dengan dakwaan melanggar peraturan pembatasan sosial pandemi virus korona.

Di Yangon ia juga didakwa melanggar Undang-undang Kerahasiaan, Jika dinyatakan bersalah, ia dapat dihukum penjara hingga 14 tahun.

Tim hukumnya membantah semua dakwaan tersebut. Ketua tim pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw mengatakan pemeriksaan silang saksi jaksa mengungkapkan penggeledahan ke rumah Suu Kyi dilakukan secara ilegal tanpa surat penggeledahan.

Dalam konferensi pers Senin, juru bicara militer Zaw Min Tun tidak menyinggung dakwaan tambahan. Ia mengatakan, Suu Kyi melanggar konstitusi ketika jabatan penasihat negara dibentuk. Menurutnya, dalam struktur komando, posisi penasihat negara ada di antara presiden dan wakil presiden.

Suu Kyi tidak dapat menjadi presiden karena almarhum suami dan anak-anaknya orang asing. Setelah partainya, National League for Democracy (NLD), memenangkan pemilu pertama  ia mendapatkan peran baru yakni penasihat negara dan menjadi kepala pemerintahan de facto Myanmar. Ini terjadi sebelum kekuasaan direbut militer.

Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai NLD.

Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun, militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Lembaga advokasi hak asasi manusia (HAM), Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mencatat, hingga 13 Juli sekurangnya 906 orang tewas di tangan junta.

Pekan lalu, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Michelle Bachelet, mengatakan situasi di Myanmar telah menjadi bencana HAM multidimensi. Dia memuji warga sipil yang telah berani bersuara dan melawan sejak militer melakukan kudeta pada Februari lalu.

“Orang-orang di seluruh negeri melanjutkan protes damai meskipun penggunaan kekuatan mematikan secara besar-besaran terhadap mereka, termasuk persenjataan berat. Gerakan pembangkangan sipil telah membuat banyak struktur pemerintah yang dikendalikan militer terhenti,” kata Bachelet.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat