Dosen Unida Gontor Dr Cecep Sobar Rokhmat berpidato di hadapan mahasiswi putri di Kampus Ngawi Jawa Timur. | Unida Gontor

Khazanah

Menguji Kompetensi Bahasa Asing Mahasiswa Unida Gontor

Mahasiswa Unida Gontor akan mengikuti ujian komprehensif bahasa.

 

Khazanah keilmuan Islam tertulis dalam beragam bahasa. Ada yang berbahasa Arab, Persia, India, dan yang kekinian adalah Bahasa Inggris dan rumpun bahasa Eropa. 

Bahasa Arab adalah yang paling utama. Sebab Alquran dan hadis termaktub dalam Bahasa Arab. Naskahnya ditulis sejak 14 abad silam hingga detik ini. Muslim dari zaman dahulu hingga sekarang merujuk kepada dua sumber otentik tersebut dan menjadikannya pedoman hidup.

Dzikir, doa, dan ibadah harian yang merupakan bagian dari rukun Islam, juga dilaksanakan dengan menggunakan Bahasa Arab. Syahadat yang merupakan pintu awal menjadi Muslim berbahasa Arab. Begitu pula bacaan shalat, niat puasa, dan berbagai rentetan ibadah haji, mulai dari ihram di miqat, tawaf di Masjidil Haram, sa’i antara Bukit Shafa dan Marwah, dan doa tahalul.

Bahasa Inggris merupakan yang terpopuler pada masa kini. Komunikasi masyarakat dunia dan berbagai khazanah keilmuan modern disusun dalam Bahasa Inggris. Arab Saudi yang merupakan Negara dengan dua Tanah Suci pada masa kini pun mewajibkan aparatnya yang berada di garda depan melayani publik, khususnya yang berkaitan dengan pariwisata, untuk menguasai Bahasa Inggris. Petugas keamanan kereta cepat yang menghubungkan Makkah, Jeddah, dan Madinah, misalkan, menyapa dan membantu para penumpang non-Arab dengan Bahasa Inggris yang fasih. Padahal pada masa sebelumnya, para frontliner tersebut gagap Bahasa Inggris.

Mengapa begitu? Karena Saudi ingin mengglobal dan mendatangkan wisatawan asing dalam jumlah yang besar. Mereka menargetkan puluhan juta kunjungan turis dalam setahun. Termasuk juga kunjungan Muslim untuk umrah hingga lebih dari 20 juta orang, sebagaimana tertulis dalam visi Saudi 2030 yang dirancang Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Bagi Muslim masa kini, penguasaan Bahasa Arab dan Inggris adalah keniscayaan. Arab digunakan untuk membedah khazanah keilmuan Islam, turos, dan khazanah keilmuan Arab beberapa abad terakhir. Kemudian Inggris digunakan untuk membedah keilmuan modern dan komunikasi global. Termasuk di dalamnya untuk memasuki pasar global yang digerakkan negara-negara besar dengan segudang sumber daya.

Karena itulah Universitas Darussalam (Unida) Gontor mewajibkan mahasiswanya menguasai dua bahasa asing tersebut. Berbekal penguasaan dua bahasa tadi, sarjana Unida Gontor diharapkan berpengetahuan luas, mampu memahami dinamika internasional, bahkan berperan mewarnai perkembangan dunia, dengan tetap menjalankan misi kenabian mendakwahkan Islam.

“Dari awal pondok ini dibangun 1926, para pendiri sudah menjadikan Bahasa Arab dan Inggris sebagai keharusan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi kompetensi dasar mereka,” kata Dosen Unida Gontor Dr Cecep Sobar Rokhmat saat berpidato di hadapan ratusan mahasiswi di Kampus Unida putri, Ngawi, Jawa Timur.

Pidato ini berlangsung dalam lingkungan yang terkondisikan steril dari penderita Covid-19. Masyarakat akademik yang ada di dalamnya berstatus negatif Covid-19 berdasarkan tes yang mereka selenggarakan secara ketat. Kampus Gontor memiliki satu unit alat PCR yang digunakan untuk menguji apakah santri atau guru menderita Covid-19 atau tidak.

Kembali ke tema bahasa asing. Trimurti Gontor: KH Ahmad Sahal (1901-1977), KH Zainudin Fananie (1908-1967), dan KH Imam Zarkasyi (1910-1985), menyadari dua bahasa tersebut sebagai kunci penguasaan ilmu pengetahuan, informasi, dan komunikasi global. 

Mereka mewajibkan para santri bercakap-cakap dengan dua bahasa tadi dalam keseharian. Pembelajaran di kelas diselenggarakan menggunakan dua bahasa tersebut. Di luar kelas, para santri senior membimbing adik-adiknya berbahasa Arab dan Inggris dalam percakapan sehari-hari. Mereka juga diharuskan mengarang menggunakan Bahasa Arab dan Inggris, sehingga para santri cakap berbahasa Arab dan Inggris, baik secara lisan maupun tulisan.

Mahasiswa Unida Gontor pun diharuskan menguasai dua bahasa tadi. Materi kuliah disampaikan dalam dua bahasa asing tersebut. Tugas kuliah, seperti penyusunan makalah, diharuskan menggunakan Bahasa Arab dan Inggris.

Untuk menguji dan memenuhi standar kemampuan kompetensi Bahasa Arab dan Inggris, Universitas Darussalam Gontor menyelenggarakan ujian komprehensif bahasa. Pesertanya dikhususkan untuk para mahasiswa yang akan menyusun skripsi. 

Ujian ini sudah diselenggarakan sejak tahun 2005. Mereka yang hasil ujiannya tidak memenuhi standar, diwajibkan mengikuti ujian ulang sampai mencapai nilai standar. Setelah itu baru diperbolehkan menyusun skripsi dengan menggunakan Bahasa Arab atau Inggris.

 

 

Ujian komprehensif bahasa adalah sarana untuk meningkatkan bahasa mahasiswi dan sebagai syarat untuk memulai penulisan skripsi dan thesis yang harus menggunakan bahasa Arab atau Inggris sebagai keunggulan belajar di Unida Gontor.

 

DR CECEP SOBAR ROKHMAT, Dosen Unida Gontor
 

Untuk menghadapi ujian tersebut, mahasiswa dan mahasiswi banyak membaca buku berbahasa Arab dan Inggris. Mereka memperkaya tabungan kosakata (glosarium/mufradat), melatih kemampuan mengarang (insya), dan percakapan (muhadatsah), sejak beberapa bulan terakhir. Tiga kemampuan ini nantinya akan diuji oleh para ahli.

Cecep menjelaskan, para mahasiswa dan mahasiswi harus bersyukur karena berada di lingkungan yang terkondisikan untuk berbahasa Arab dan Inggris di Indonesia. Di luar Kampus Gontor, tidak banyak ada lingkungan yang seperti itu. Kalau pun ada, biasanya adalah kursus bahasa asing yang berbiaya mahal.

Dia mengimbau para mahasiswa dan mahasiswi yang akan menghadapi ujian komprehensif bahasa untuk belajar dengan sungguh-sungguh.  “Insya Allah mereka bersungguh-sungguh, bersusah payah, dan serius menghadapi ujian yang sudah menjadi sunah pondok kita ini,” ujar Cecep.

photo
Dr Cecep Sobar Rokhmat bersama KH Ahmad Hasyim Muzadi (1944-2017). - (Unida Gontor)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat