Petani mengupas jagung untuk dikeringkan di Dusun Sukamanah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Selasa (15/7/2021). | ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Opini

Penyediaan Jagung Pakan

Perlu pembangunan sistem cadangan jagung nasional untuk mengurangi dampak buruk dari ketidakmerataan panen jagung.

BUSTANUL ARIFIN, Guru Besar Unila, Ekonom Senior INDEF

Kelangkaan suplai jagung sebagai bahan baku pakan ternak cukup meresahkan peternak skala kecil. Terutama, yang harus mencampur formula pakan sendiri. Bagi industri skala besar, kelangkaan ini juga merisaukan walaupun mereka masih bisa mengandalkan jagung impor.

Stok jagung saat ini hanya cukup untuk satu bulan atau kurang, dari biasanya berkisar dua bulan atau lebih. Harga jagung merangkak naik menjadi Rp 5.700 per kg, apalagi yang berkualitas baik dengan kadar 15 persen atau lebih kering. 

Bagi peternak kecil, kenaikan harga jagung pakan ini merupakan pukulan ganda, setelah harga ayam hidup bertahan rendah Rp 22 ribu per kg, walaupun harga daging ayam di tingkat konsumen bertahan tinggi Rp 38 ribu per kg.

 
Bagi peternak kecil, kenaikan harga jagung pakan ini merupakan pukulan ganda.
 
 

Ekonomi jagung global

Jagung menjadi bahan baku industri pakan ternak, kecuali di Nusa Tenggara Timur dan beberapa dearah, jagung dikonsumsi sebagai pangan. Konsumsi jagung sebagai pangan menurun seiring peningkatan pendapatan sehingga jagung masuk kategori barang inferior.

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, konsumsi jagung kuintil Pendapatan 1 (terendah) 3,2 kg, sedangkan Kuintil 5 (tertinggi) 1,5 kg per kapita per tahun.

Konsumsi jagung kuintil 1 di perdesaan 4,3 kg per kapita per tahun, tapi konsumsi di kuintil 5 tertinggi 2 kg per kapita per tahun.

Dua pertiga produksi jagung dimanfaatkan pabrik pakan ternak sebesar 44,92 persen, peternak ayam petelur yang melakukan formulasi sendiri sebanyak 21,45 persen. Sepertiganya, dijadikan bahan pangan, dikonsumi langsung (2,41 persen), bahan baku industri pangan (23,96 persen), dan dijadikan benih (0,41 persen) (Kementerian Pertanian, 2021).

Pandemi Covid-19 melonjakkan harga jagung di pasar global pada April 2021, mencapai 268,2 dolar AS per ton, rekor harga yang sangat tinggi (World Bank, Mei 2021).  

 
Kekhawatiran terhadap musim dingin berkepanjangan di AS dan Cina, kelangkaan kontainer dan persoalan logistik global karena pandemi Covid-19, membuat harga jagung di pasar berjangka dunia naik.
 
 

Pada 2018, harga rata-rata tahunan jagung di pasar global 164,4 dolar AS per ton, menjadi 170 dolar AS per ton pada 2019, dan turun lagi menjadi 165,5 dolar AS per ton pada 2020. Tingginya harga jagung negeri juga memengaruhi sektor perunggasan.

Produsen jagung global terbesar adalah AS, dengan jumlah 368 juta ton jagung pada 2020, disusul Cina (260 juta ton), Brasil (110 juta ton), Uni Eropa (63,7 juta ton), Argentina (49 juta ton), dan lain-lain (USDA, 2020).

Kekhawatiran terhadap musim dingin berkepanjangan di AS dan Cina, kelangkaan kontainer dan persoalan logistik global karena pandemi Covid-19, membuat harga jagung di pasar berjangka dunia naik.

Uni Eropa juga importir jagung terbesar dunia, mencapai 19 juta ton pada 2020, disusul Meksiko (17,3 juta ton), Cina (16,5 juta ton), Jepang (16 juta ton), dan lain-lain.

Impor jagung Indonesia sekitar 850 ribu ton sehingga Indonesia tak menjadi radar analis tingkat global, kecuali perbedaan data produksi jagung versi Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia dengan data versi Departemen Pertanian AS (USDA).

AS juga menjadi pengekspor jagung terbesar, dengan pangsa 30 persen, disusul Brasil 20 persen, Argentina (19 persen), Ukraina (18,4 persen), dan lain-lain. Cina produsen jagung global terbesar kedua, tapi tidak banyak melakukan ekspor.

 
Perbedaan data produksi yang mencolok ini tentu tak sehat jika dibiarkan berlarut-larut. 
 
 

Data Kementan menunjukkan, produksi jagung 2020 adalah 24,68 juta ton untuk jagung pipil kering. Luas panen jagung 2020 adalah 5,16 juta hektare, tingkat produktivitas 4,78 ton per hektare. 

Sentra produksi jagung meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sumatra Selatan.

Kebutuhan jagung, utamanya untuk pakan ternak, 19,49 juta ton setiap tahun sehingga Indonesia masih surplus jagung 5,18 juta ton.  

Data produksi jagung versi Kementan sangat berbeda dengan data versi USDA, yang merilis, produksi jagung Indonesia 2020 hanya 12 juta ton, luas panen 3,70 juta hektare, atau pada tingkat produktivitas 3,24 ton per hektare. 

Perbedaan data produksi yang mencolok ini tentu tak sehat jika dibiarkan berlarut-larut. Harapannya, BPS segera menyelesaikan perhitungan ulang luas panen jagung, berikut produksi dan produktivitasnya dengan menggunakan metode kerangka sampel area.

Opsi solusi

Pertama, pengaturan pola tanam yang lebih baik dan terkoordinasi di setiap sentra produksi untuk menjamin stabilitas pasokan jagung. Hal ini untuk meningkatkan keseimbangan suplai dan permintaan serta meningkatkan kovergensi sentra produksi jagung dan sentra pakan. 

Kedua, penguatan sistem logistik pakan dan bahan pakan melalui pengembangan kemitraan sistem inclusive closed-loop antara petani dan pabrik pakan. Governansi ekonomi menjadi basis sistem kemitraan saling menguntungkan petani dan industri pakan ternak.

Ketiga, pembangunan sistem cadangan jagung nasional untuk mengurangi dampak buruk dari ketidakmerataan panen jagung. Kebutuhan jagung oleh pabrik pakan di luar musim panen, dipenuhi dari cadangan jagung nasional tersebut.

Keempat, pengembangan proyek percontohan produksi Jagung rendah aflatoksin (JRA) untuk memenuhi kebutuhan jagung standar industri. Inisiasi proyek JRA di Lampung, kerja sama Kementan dengan industri pakan, dapat direplikasi ke seluruh Indonesia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat