Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara berjalan meninggalkan ruang sidang saat sidang lanjutan terkait kasus dugaan korupsi dana paket Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/6/2021). | Republika/Thoudy Badai

Tajuk

Mencegah Terulangnya Kasus Juliari Kedua

Kalau pemerintah belajar dari kasus Juliari, semestinya bansos tahun ini keseluruhan diberikan dalam bentuk tunai, atau tertutup.

Sidang mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara menjadi lebih relevan dalam pekan-pekan ini. Juliari, kader PDI Perjuangan, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun lalu.

Ia tertangkap karena ketahuan mengutip uang dari program bantuan sosial pemerintah ke rakyat miskin. Dari setiap paket bantuan untuk rakyat miskin, dalam kesaksian berbagai orang di persidangan, terungkap bahwa Juliari aktif berinisiatif meminta langsung dan atau menyuruh bawahannya untuk meminta agar rekanan pemenang tender bansos menyetorkan sejumlah uang kepadanya.

Kita yang membaca berita persidangan kasus Juliari dibuat tak habis pikir. Tamak betul orang-orang macam dia ini. Dari satu vendor bansos yang memenangkan, misalnya, puluhan ribu paket bahan pokok, Juliari meminta agar diberi kutipan antara Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu per paket.

Publik bisa membayangkan betapa besarnya kerakusan harta itu, jika penyedia bansos bersangkutan memenangkan ratusan ribu paket atau bahkan sampai jutaan paket. Mengingat total besaran bansos bahan pokok yang harus diberikan ke masyarakat.

Ada pers yang menghitung, dan ini sebelum Juliari ditangkap, dalam satu kantong bansos itu yang berisi beras, gula, kecap, mi instan, tepung terigu, minyak goreng, ikan kaleng, dan beberapa barang lainnya, sebetulnya harga per paket tak lebih dari Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu. Pun ditambah dengan biaya kantong dan biaya distribusi lainnya.

Sementara pemerintah sudah menganggarkan bantuan per kantong mencapai Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu! Dihitung-hitung, kerugian negara akibat modus Juliari ini mencapai puluhan miliar rupiah!

 
Kita yang membaca berita persidangan kasus Juliari dibuat tak habis pikir. Tamak betul orang-orang macam dia ini.
 
 

Dan kini, pemerintah tengah menggelar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk mengerem laju lonjakan kasus harian Covid 19. Dalam beleid soal PPKM Darurat yang dirilis Kementerian Dalam Negeri ataupun Kementerian Koordinasi Bidang Maritim dan Investasi, disebutkan salah satu tanggung jawab pemerintah bila menerapkan PPKM Darurat adalah memberikan bansos ke warga yang membutuhkan.

Ya, bansos kembali datang. Dari data pemerintah pusat, penerima bansos, antara lain, yang termasuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), program sembako 18,8 juta KPM, dan perpanjangan bantuan sosial tunai 10 juta KPM. Yang berhak menerima bansos ini adalah keluarga miskin yang sebelumnya sudah terdaftar di Kementerian Sosial ataupun penerima yang baru, yakni korban dampak Covid-19, apakah diberhentikan, usahanya tutup, dan lain sebagainya.

Sebagian besar penerima bansos adalah penerima rutin yang sebelum bencana Covid-19 ini memang telah menerima program tersebut. Sebagian lainnya adalah penerima yang datanya baru dimasukkan tahun lalu.

Bantuan yang diberikan terdiri atas dua macam: tunai dan sembako. Model pemberian bantuannya relatif tertutup, yakni uang langsung ke rekening penerima. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk kembali mengulang model yang 'berhasil' dibajak oleh Juliari di atas, bansos paket bahan pokok langsung ke warga.

Di sinilah kemudian kita meminta pemerintah serius menutup celah sistem, yang bisa dimanfaatkan oleh oknum macam Juliari di atas. Pemerintah harus belajar dari kasus Juliari. Jangan mengulangi kesalahan sistem yang sama. Jangan sampai beberapa bulan ke depan, kasus kutipan serupa muncul lagi, memakan korban pejabat lagi.

Juliari memanfaatkan celah kedaruratan. Bansos bahan pokok harus diberikan segera dan secepatnya ke masyarakat. Idealnya, bansos bahan pokok diberikan secara tertutup. Bisa dalam bentuk uang tunai atau kupon yang ditukarkan di lokasi yang ditunjuk pemerintah. Menyerupai bansos tunai yang biasa diberikan ke keluarga peserta.

Kalau pemerintah belajar dari kasus Juliari, semestinya bansos tahun ini keseluruhan diberikan dalam bentuk tunai, atau tertutup. Ikhtiarnya adalah menutup celah untuk dikorupsi sama sekali. Setelah itu, pemberian bansos juga harus dikawal. Dikawal oleh publik, dikawal oleh instansi yang berwenang, seperti Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat