Baitullah Kabah di Makkah dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Ismail AS. | DOK PXHERE

Tema Utama

Quraisy Melayani di Tanah Suci

Al-Quraisy merupakan julukan yang merujuk pada sifat dan sosok yang mulia.

OLEH HASANUL RIZQA

Leluhur Nabi Muhammad SAW dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan berdasarkan urutan kronologis. Tingkat pertama bermula dari Rasulullah SAW sampai kepada Adnan bin Hanaisa. Bagian ini disepakati oleh para sejarawan dan ahli nasab.

Selanjutnya, tingkat kedua berawal dari Adnan sampai kepada Nabi Ibrahim AS. Pertaliannya hingga ke sang Khalilullah memang disepakati mayoritas penulis sirah nabawiyah. Akan tetapi, perincian nasabnya masih diwarnai perbedaan pendapat.

Terakhir adalah tingkat ketiga, yakni dari Nabi Ibrahim AS sampai kepada Nabi Nuh AS, yang lalu berlanjut hingga Nabi Adam AS. Rujukan untuk ini umumnya bersumber dari para ahli kitab.

Menurut Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam bukunya, Ar-Rahiq al-Makhtum: Sirah Nabawiyah, detail garis keturunan Nabi SAW hingga Adnan bin Hanaisa ialah sebagai berikut.

Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib (nama aslinya adalah Syaibah) bin Hasyim (nama aslinya Amr) bin Abdul Manaf (nama aslinya al-Mughirah) bin Qushay (nama aslinya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar (nama aslinya Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (nama aslinya Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Dari Adnan sampai Nabi Ibrahim adalah sebagai berikut. Adnan bin Hanaisa bin Salaman bin Aus bin Bauz bin Qumwal bin Ubay bin Awwam bin Nasyid bin Haza bin Baldas bin Yadhaf bin Thabikh bin Jahim bin Nahisy bin Makhi bin Aidh bin Abqar bin Ubaid bin Da’a bin Hamdan bin Sinbar bin Yatsrib bin Yahzan bin Yalhan bin Ar’awi bin Aidh bin Daisyan bin Aishar bin Afnad bin Aiham bin Muqshir bin Nahits bin Zarih bin Sumay bin Muzay bin Iwadhah bin Iram bin Qaidar bin Nabi Ismail AS bin Nabi Ibrahim AS.

Dari Nabi Ibrahim AS sampai kepada bapak seluruh umat manusia—Nabi Adam AS—adalah sebagai berikut. Ibrahim bin Tarah (Azar) bin Nahur bin Saru’ (Sarugh) bin Ra’u bin Falakh bin Aibar bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamk bin Matusyalakh bin Akhnukh (Idris) bin Yard bin Mahla’il bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Islamic History & Post (isslamichistory)

Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah al-Mukarramah pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah—bertepatan dengan 571 Masehi. Seperti yang telah dijelaskan, beliau memiliki nenek moyang yang terhormat. Pada masa ketika al-Musthafa shalallahu ‘alaihi wasallam lahir, bangsa Arab yang memegang kekuasaan atas Makkah, wabilkhusus kunci Baitullah Ka’bah, ialah Suku Quraisy.

Jauh sebelumnya, mereka lebih dikenal sebagai Bani Adnan karena merupakan keturunnan Adnan bin Hanaisa.

Dari mana datangnya nama Quraisy? KH Moenawar Chalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (2001) menjelaskan beberapa hipotesis tentang itu. Sebuah riwayat menyebut, perkataan quraisy berasal dari qarisy yang berarti 'hiu'. Sebab, kakek ke-12 Nabi SAW, yakni an-Nadhar bin Kinanah dikisahkan pernah naik kapal bersama suatu rombongan.

Dalam pelayaran itu, tiba-tiba seekor hiu besar muncul. Para penumpang kapal panik, tetapi putra Kinanah ini dengan gagah berani menombak hewan tersebut. Kepala ikan karnivor itu dipotong, lalu dibawanya ke Makkah. Sejak itu, Nadhar digelari al-Quraisy karena berhasil membunuh hiu yang berbahaya.

Namun, lanjut Chalil, ada pula kalangan ulama dan ahli sirah yang berpendapat lain. Mereka memandang, nama Quraisy berasal dari perkataan quraisy. Dalam bahasa Arab, ungkapan tersebut berarti, 'apa-apa yang dikumpulkan dari sana-sini'.

Pendapat yang berbeda mengatakan, Quraisy berakar dari kata kerja qarrasya yang bermakna ‘memiliki mata pencaharian dengan berdagang'. Ada pula yang mengatakan, nama suku tersebut bersumber dari kata kerja taqarrasya yang artinya ‘menyelidiki kekurangan orang lain'.

 
Ada seorang tokoh lain yang disebut-sebut juga menyandang sebutan Quraisy. Dialah Fihr bin Malik yang tak lain cicit dari Nadhar bin Kinanah.
 
 

Chalil memaparkan, legenda an-Nadhar bin Kinanah menangkap hiu tidak lantas memfinalkan dirinya sebagai yang pertama-tama bergelar Quraisy. Sebab, ada seorang tokoh lain yang disebut-sebut juga menyandang sebutan Quraisy. Dialah Fihr bin Malik yang tak lain merupakan cicit dari Nadhar bin Kinanah.

Ketika Makkah dikuasai orang-orang di luar Bani Adnan, Fihr tetap bertahan di kota tersebut. Impiannya adalah untuk merebut kembali pemerintahan atas Tanah Suci dari mereka ke tangan keturunan Adnan.

Ketika Bani Himyar datang menyerbu Makkah dari Yaman, Fihr memimpin sepasukan untuk menghadapinya. Melalui pertempuran yang sengit, akhirnya balatentara dari Arab selatan tersebut dapat dikalahkan. Sejak itu, reputasi putra Malik tersebut diakui luas tidak hanya di Makkah, tetapi seluruh wilayah Jazirah Arab.

Chalil mengatakan, istilah quraisy yang bermacam-macam tadi dapat dikaitkan dengan riwayat Fihr bin Malik. Tokoh ini mencari penghidupan dengan cara berdagang. Perdagangan yang dilakukannya meningkat terutama setiap musim haji karena ramai orang berdatangan ke Baitullah untuk berziarah.

Di samping itu, Fihr suka memperhatikan para peziarah. Kalau ada di antara mereka yang menderita kekurangan atau kehabisan bekal, ia pun berupaya mencarikan bantuan untuknya. Banyak pula di antaranya yang dikumpulkan lalu dijamunya sebagai tamu yang sangat dihormati. Karena sifat-sifat itulah, dia dan keturunannya digelari sebutan al-Quraisy.

 
Karena sifat-sifat itulah, dia dan keturunannya digelari sebutan al-Quraisy.
 
 

Fihr bin Malik menurunkan banyak anak cucu. Lima generasi sesudahnya, tampillah sosok bernama Kilab bin Murrah. M Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad menjabarkan, Kilab adalah kakek Rasulullah SAW kelima. Dia wafat ketika istrinya, Fathimah binti Sa'ad al-Azadiyah, masih menyusukan putra mereka. Anak lelaki ini bernama Qushay.

Sebuah riwayat menuturkan, sepeninggal suaminya, Fathimah lantas menikah lagi dengan Rabi'ah bin Haram. Pasangan ini lantas hijrah ke Syam (Suriah) sehingga di negeri itulah Qushay dibesarkan.

Bocah ini tidak menyadari bahwa Rabi'ah bukanlah bapak kandungnya. Hingga suatu saat, saudara-saudara tirinya mengejeknya dengan mengatakan, “Engkau hanyalah anak pungut!”

Sambil menangis sedih, Qushay pun memeluk ibunya. Fathimah lalu berkata kepada putranya itu, “Benar bahwa engkau tidak seperti mereka. Namun, ayah kandungmu lebih terhormat daripada ayah mereka. Engkau adalah keturunan Quraisy.”

 
Kelak, kebanggaan sebagai wangsa Quraisy membuatnya mengimpikan agar Makkah kembali dikuasai trahnya sendiri.
 
 

Perkataan ibundanya itu menguatkan hatinya. Kelak, kebanggaan sebagai wangsa Quraisy membuatnya mengimpikan agar Makkah kembali dikuasai trahnya sendiri.

Saat dewasa, Qushay sudah pindah ke Makkah. Ia menikah dengan seorang putri kepala Bani Khuza'ah, suku yang sedang berkuasa atas kota suci tersebut. Hulail, yakni pemimpin Suku Khuza'ah, lantas memberikan kunci Ka'bah kepada menantunya itu sebelum dia wafat.

Walaupun wasiat dari almarhum sudah disaksikan banyak pihak, termasuk anak-anak kandungnya sendiri, bara konflik mulai terkuak. Maka sepeninggal Hulail, terjadilah perang antara Bani Khuza'ah dan Qushay.

Sebelum pertempuran, Qushay sudah menggalang dukungan dari suku-suku yang menghuni sekitar Makkah, seperti Kinanah dan lain-lain. Akhirnya, aliansi yang dipimpin Qushay keluar sebagai pemenang.

Akan tetapi, Qushay lebih suka menggelar dialog daripada seketika memegang tampuk kekuasaan. Ia pun mengumpulkan para tokoh masyarakat dari pelbagai suku. Mereka bersepakat untuk mengangkatnya sebagai pemimpin Makkah. Dan, salah satu kebijakannya ialah membolehkan Bani Khuza'ah untuk tetap menghuni kota tersebut.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Islamic History & Post (isslamichistory)

Shihab menuturkan, Qushay berhasil memimpin suku-suku Arab di Hijaz. Kemampuan itu sungguh luar biasa sehingga dirinya diakui sebagai tokoh pemersatu. Ia pun memperoleh kehormatan dalam pelbagai bidang, baik pemerintahan, agama, maupun kemasyarakatan.

Dialah yang pertama kali menerapkan semacam pajak atas orang-orang yang mampu, lalu hasil penghimpunan uang itu diberikan kepada fakir miskin serta peziarah yang layak dibantu di Makkah.

Kepada rakyatnya, ia berseru, “Kalian adalah penduduk Haram (Tanah Suci) dan 'tetangga' Rumah Allah. Yang melaksanakan haji adalah tamu-tamu Allah. Mereka berkunjung ke Rumah-Nya. Mereka adalah tamu sehingga paling berhak memperoleh penghormatan. Karena itu, siapkanlah makanan dan minuman buat mereka sampai mereka kembali.”

Imbauan itu merupakan awal dari kebiasaan penduduk Makkah menyambut para jamaah haji. Kebiasaan menghormati para tamu Baitullah itu di kemudian hari disebut sebagai ar-Rafadah.

Shihab menjelaskan, Qushay juga menyiapkan apa yang dinamakan as-Siqayah, yakni pemberian air minum yang biasanya dicampur madu, kismis, dan kurma, untuk jamaah haji. Tanggung jawabnya juga meliputi pertahanan (al-Liwa'), pengawasan terhadap Ka'bah (al-Hijabah), dan pengelolaan kawasan suci tersebut.

Kisah Nazar Sang Kakek Rasulullah

Qushay bin Kilab menurunkan banyak anak cucu. Seorang cucunya bernama Hasyim sehingga keturunannya disebut sebagai Bani Hasyim. Seorang yang terkemuka dari putra-putra Hasyim ialah Abdul Muthalib. Reputasinya dikenal luas lantaran keluhuran akhlak dan kelurusan akidahnya.

Seorang anaknya, Abdullah, kelak menurunkan manusia paling mulia dalam sejarah eksistensi manusia hingga Hari Akhir. Dialah Abdullah, yang pada akhirnya menjadi ayahanda Nabi Muhammad SAW. Dalam kehidupannya, Abdullah sempat nyaris akan dikorbankan. Sebab, bapaknya bernazar suatu hal.

Ya, sebelum Abdullah lahir, Abdul Muthalib bernazar bahwa jika dirinya dikaruniai anak laki-laki kesepuluh maka dia akan mengorbankannya. Allah SWT pun mengaruniakan pada istrinya anak kesepuluh itu.

Berdasarkan sejumlah riwayat menyebutkan Abdul Mutalib kemudian menyampaikan nazarnya itu kepada orang-orang Quraisy. Namun Abdul Muthalib sangat mencintai bayinya itu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Islamic History & Post (isslamichistory)

Dalam Tarikh ath-Thabrani yang dikutip Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfury dalam ar-Rahiq al-Makhtum menjelaskan bahwa Abdul Muthalib kemudian melakukan undian untuk memilih antara Abdullah atau unta yang akan dikorbankan.

Sewaktu diundi ternyata nama yang keluar adalah Abdullah. Upaya mengorbankan Abdullah pun dicegah oleh paman-pamannya dari Bani Makhzum. Abdul Muthalib meminta saran tentang nazarnya itu.

Abdul Muthalib pun disarankan untuk mengundi kembali antara Abdullah dengan sepuluh ekor unta. Jika undian yang keluar adalah nama Abdullah, maka undian diulang dengan menambahkan 10 unta lagi dan seterusnya hingga Allah SWT meridhai pengorbanan Abdul Muthalib.

Setelah mencapai seratus ekor unta sebagai pengganti nazar, undian pun baru jatuh pada unta. Segera Abdul Muthalib menyembelih unta-unta itu lalu meninggalkannya.

photo
ILUSTRASI Sosok Fihr bin Malik menjadi representasi Bani Adnan yang terus bertahan di Makkah kala itu. - (DOK REUTERS Amr Abdallah Dalsh)

Syekh Shafiyurrahman menuliskan bila terjadi pembunuhan di antara suku Quraisy, tradisi yang berlaku adalah satu nyawa ditebus dengan sepuluh ekor unta. Namun sejak saat itu, aturannya berubah menjadi seratus ekor unta per kepala.

Terkait nazar Abdul Muthalib yang hendak mengorbankan Abdullah dapat dipahami dari hadits Nabi Muhammad “Aku adalah anak dari dua kurban” yang dimaksud adalah Nabi Ismail dan ayahnya yakni Abdullah.

Putra Abdul Muthalib itu meninggal ketika Rasulullah SAW masih di dalam kandungan Aminah binti Wahb. Prof Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, ada pendapat yang diriwayatkan terkait kapan Abdullah wafat.

Terdapat pendapat yang menyebut, ia meninggal ketika Muhammad SAW berusia dua bulan. Bahkan, ada riwayat yang menyatakan bahwa ketika itu Nabi berusia 28 bulan.

Riwayat lain ada yang menyebut bahwa Abdullah meninggal saat Nabi berusia tujuh bulan, dan bahwa usia Abdullah ketika itu—menurut satu sumber yakni Al-Waqidi—yakni 25 tahun. Prof Quraish menjelaskan bahwa yang pasti Nabi Muhammad yatim piatu sesuai dengan penegasan yang ditekankan dalam Alquran Surah Ad-Dhuha ayat 6.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Mein Sehar Huu (@kashm3ri)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat