Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen. | ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Ekonomi

BI Waspadai Pengetatan Kebijakan The Fed

Pelemahan kurs rupiah dan kenaikan harga minyak mentah bisa memukul perekonomian.

JAKARTA -- Bank Indonesia mewaspadai perkembangan kondisi keuangan global seiring munculnya sinyal pengetatan dari bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, langkah kebijakan bank sentral akan terus menyesuaikan kondisi global.

"Seperti yang kita tahu, pernyataan terbaru dari bank sentral AS mengindikasikan The Fed arahnya semakin jelas. Maka langkah yang kami lakukan terkait ini fokus ke menjaga stabilitas nilai rupiah juga koordinasi fiskal dengan Kementerian Keuangan dalam menjaga dampak pada yield SBN," kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis (17/6).

Perry mengatakan, kebijakan pengetatan atau tapering The Fed kemungkinan tidak akan terjadi tahun ini. Hal itu, ujarnya, baru akan dilaksanakan pada 2022 dengan kenaikan suku bunga pada 2023.

 
Kami melihat tapering The Fed tidak akan terjadi tahun ini, tapi kami tetap terus pantau segala hal yang bisa membuat perubahan.
PERRY WARJIYO, Gubernur BI
 

Inflasi AS diperkirakan akan mengalami tekanan tahun ini namun hanya sementara. Tekanan inflasi secara fundamental diperkirakan baru terjadi pada 2022-2023.

Dari proyeksi ini, BI melihat tingkat pengangguran AS masih di atas target jangka panjangnya. Sehingga, AS akan mengarahkan kebijakan moneternya untuk menurunkan tingkat pengangguran tersebut. Seiring dengan itu, The Fed pun akan tetap akomodatif dalam kebijakan moneternya.

"Kami melihat tapering The Fed tidak akan terjadi tahun ini, tapi kami tetap terus pantau segala hal yang bisa membuat perubahan," katanya.

Perry mengatakan, berdasarkan pantauan BI, tidak terjadi kenaikan signifikan pada imbal hasil surat berharga Pemerintah AS. Sehingga, hal itu juga tidak banyak berpengaruh ke dalam negeri baik terhadap nilai tukar maupun imbal hasil SBN.

BI akan mengoptimalkan kebijakan agar pengaruh tapering dalam batas normal. Kebijakan terkait suku bunga pun akan difokuskan pada tujuan-tujuan ekonomi domestik. Perry mengatakan, suku bunga acuan akan dijaga tetap rendah, likuiditas tetap longgar, dan kebijakan makroprudensial akomodatif.

RDG BI pada 16-17 Juni  2021 memutuskan mempertahankan BI 7-days Reverse Repo Rate sebesar 3,5 persen. Begitu juga dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 4,25 persen.

"Setelah melihat berbagai penilaian atas berbagai hal, RDG 16-17 Juni 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-days Reverse Repo Rate sebesar 3,5 persen," kata Perry.

photo
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/6). Raker tersebut membahas evaluasi perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan kuartal I 2021. - ( ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan agar BI segera menaikkan suku bunga acuan. Menurutnya, tapering off The Fed segera terjadi tahun ini atau tahun depan. Indonesia pun harus sudah bersiap sejak hal itu terjadi.

Bhima mengingatkan, Indonesia kerap disebut sebagai negara dengan risiko volatilitas tinggi terhadap guncangan tapering off dari The Fed. Pada 2013, JP Morgan menempatkan Indonesia dalam the fragile five atau lima negara paling rentan imbas keluarnya dana asing.

“Jadi kita tidak bisa berharap taper tantrum tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Perlu dicatat bahwa The Fed itu memprioritaskan kepentingan ekonomi AS bukan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia,” ungkap Bhima.

Bhima mengatakan, kombinasi pelemahan kurs rupiah dan kenaikan harga minyak mentah akan menjadi efek negatif bagi ekonomi Indonesia. Sebab, harga BBM dan energi lainnya seperti tarif listrik bisa disesuaikan dalam tempo dekat. Artinya, inflasi bisa terkerek naik sementara daya beli sebagian kelompok masyarakat belum pulih.

"Melihat hal ini, saya sarankan BI untuk segera bersiap lakukan pre-emptive dengan menaikkan bunga acuan 25-50 basis poin sebelum terlambat karena rupiah bisa mengalami tekanan dahsyat,” ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat