Terdakwa yang juga mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menunggu dimulainya sidang lanjutan kasus korupsi bansos Covid-19 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (9/6/2021). | ANTARA

Tajuk

Menuntut Pertanggungjawaban Partai

Seolah-olah publik dicoba dirayu untuk melupakan ada cacat serius dalam etika dan moral para tokoh politik nasional.

Persidangan mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara terus bergulir. Agenda sidangnya mendengarkan kesaksian sejumlah saksi yang memberatkan politikus PDI Perjuangan itu.

Juliari didakwa mengutip uang dari program bantuan sosial untuk rakyat miskin di tengah pagebluk Covid-19 melanda tahun lalu. Padahal Presiden Joko Widodo, juga politikus PDI Perjuangan, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri sudah menegaskan bahwa laku cela korupsi dana bantuan sosial bakal diganjar hukuman berat, maksimal hukuman mati.

Saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum untuk Juliari dalam beberapa pekan terakhir ini datang dari para vendor. Vendor adalah perusahaan rekanan yang memenangkan proyek pengadaan paket bantuan sosial pemerintah. Paket bantuan sosial itu berisi, misalnya beras, gula, minyak goreng, makanan kaleng, dan lainnya. Paket ini dibagikan kepada rakyat miskin yang terdampak Covid 19.

Publik yang mengikuti persidangan Juliari dibuat gemas. Mantan menteri ini sebelum ditangkap pernah diwawancarai media massa soal bagaimana ia menerapkan sistem antikorupsi di kementeriannya. Namun, saksi-saksi vendor mengungkapkan bagaimana aktifnya Juliari mengutip bagian dari setiap paket bansos rakyat miskin itu. Dalam kesaksian disebutkan ia mendapatkan setidaknya Rp 10 ribu per paket dari jutaan paket bansos yang dibagikan Kemensos.

 
Mantan menteri ini sebelum ditangkap pernah diwawancarai media massa soal bagaimana ia menerapkan sistem antikorupsi di kementeriannya.
 
 

Untuk vendor A, misalnya Juliari menargetkan sekian miliar rupiah. Untuk vendor B, sekian miliar rupiah. Vendor C dan vendor lainnya juga. Bilamana ada vendor yang macet membayar uang kutip, dalam kesaksian terungkap, Juliari menekan vendor bersangkutan. 

Belakangan kemudian terungkap lagi, sejumlah vendor yang ikut proyek bansos bukan sekadar pengusaha, melainkan juga memiliki keterkaitan dengan partai yang sama dan duduk sebagai wakil rakyat di DPR. Ada dua nama anggota DPR yang kerap disebut dalam persidangan Juliari beberapa pekan belakangan, yakni Herman Hery dan Ihsan Yunus. Bertiga, dengan Juliari, mereka berasal dari PDI Perjuangan. Herman malah duduk sebagai ketua Komisi Hukum  di DPR. 

Entah bagaimana kita bisa mengukur moralitas mereka ini. Anggota DPR, anggota parpol, menteri, orang pintar, memiliki akses informasi dan ekonomi, tapi di persidangan disebut kongkalikong memakan uang rakyat, uang konstituen mereka sendiri, uang untuk rakyat kecil yang nasibnya amat bergantung dari bantuan sosial itu. Bukan main!

Harian ini memandang, persoalan etika moral kasus Juliari ini, dan kasus mantan menteri kelautan dan perikanan Edy Prabowo (Partai Gerindra), ataupun kasus pejabat lainnya, penting dikemukakan saat ini. Mengapa?

Sudah tiga pekan terakhir publik disuguhi informasi soal tokoh tokoh parpol ataupun di luar parpol, yang berpotensi menjadi pemimpin pada 2024. Tokoh tokoh partai pun saling mengunjungi satu sama lain. Saling memuji satu sama lain. 

Seolah-olah publik dicoba dirayu untuk melupakan ada cacat serius dalam etika dan moral para tokoh politik nasional. Harus ada pertanggungjawaban dari partai politik terhadap konstituennya yang dikecawakan oleh sosok macam Juliari, Edhy Prabowo, dan lainnya itu. 

 
Seolah-olah publik dicoba dirayu untuk melupakan ada cacat serius dalam etika dan moral para tokoh politik nasional.
 
 

Partai tidak boleh berdiam diri dan menyerahkan seluruhnya kepada kadernya yang jadi tersangka. Apalagi berlindung di bawah alibi ‘itu hanya oknum, segelintir, jangan menggeneralisasi’.

Kita mendesak pemerintah dan DPR bisa merumuskan satu beleid yang tegas mengatur sanksi pertanggungjawaban partai terhadap kader-kadernya yang korupsi. Karena situasi korupsi parlemen tidak juga membaik, peraturan ini harusnya dipandang penting untuk diadakan. 

Labirin korupsi ini harus dijebol. Oleh siapa? Tentu oleh rakyat. Oleh kita. Oleh pemilih. Bukan dengan cara glorifikasi berlebihan dini yang dilakukan parpol saat ini. Bagaimana caranya?

Mengingat ‘prestasi korupsi’ partai-partai politik. Mengingat ‘prestasi busuk’ anggota-anggota DPR yang tidak berbuat apa pun kepada konstituennya. Publik diajak pintar dan melek politik lewat rekam jejak yang sudah terlihat, bukan sekadar dibuai harapan muluk di depan.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat