Pengunjung beraktivitas di Curug Bidadari, Talun, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (3/10). Curug Bidadari yang menawarkan keindahan alam air terjun yang dikelilingi batuan besar dengan pemandangan alam hutan tersebut dikelola secara swadaya oleh | ANTARA FOTO

Bodetabek

Bupati Ade Yasin Bakal Cek Curug Bidadari

Curug Bidadari merupakan destinasi wisata yang menarik perhatian masyarakat.

BOGOR — Sebuah foto keluhan wisatawan yang berkunjung ke Curug Bidadari, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor berisi mahalnya harga tiket masuk (HTM) dan makanan, viral di media sosial. Menanggapi hal tersebut, Bupati Bogor, Ade Munawaroh Yasin, mengaku akan memeriksa lokasi wisata tersebut.

Ade Yasin mengatakan, kawasan Curug Bidadari saat ini masih dikelola oleh wilayah setempat. Meski demikian, ke depannya dia akan memeriksa lokasi tersebut bersama dinas terkait.

“Ya nanti ini kan masih dikelola oleh wilayah setempat, pemuda setempat. Nanti kami bersama dinas akan kita suruh ke sana, cek ke sana,” kata Ade Yasin singkat ketika ditemui Republika di Cibinong, Sabtu (12/6).

Dalam unggahan yang viral di Facebook tersebut, tertera total biaya pengeluaran untuk berwisata ke area curug atau air terjun Bidadari sebesar Rp 135 ribu. Dengan perincian, tarif masuk Rp 45 ribu per orang, parkir motor Rp 10 ribu, penitipan barang Rp 30 ribu, beserta dua gelas mi instan dan kopi total Rp 50 ribu.

Unggahan tersebut menuai berbagai komentar dari warganet. Bahkan, tidak sedikit yang mengatakan adanya pungutan liar (pungli) di lokasi wisata air terjun tersebut.

Terpisah, Camat Babakan Madang, Cecep Iman, mengatakan, tarif yang diberikan kepada para wisatawan di Curug Bidadari ditentukan oleh pihak pengelola. Namun, pihak pengelola Curug Bidadari bukan Pemerintah Kabupaten Bogor. Bahkan, tidak ada keterlibatan Pemkab Bogor dalam pengelolaan lokasi wisata tersebut.

Meskipun demikian, sambung Cecep, Pemkab Bogor sudah beberapa kali berupaya hendak mengambil alih lahan wisata tersebut untuk dikelola dengan baik. Masalah sengketa lahan yang sudah lama tak kunjung selesai, membuat pengambilalihan lahan tidak bisa kembali dilakukan karena statusnya tidak jelas.

"Jadi, yang menentukan tarif dari zaman dahulu itu mereka (pengelola), tidak ada keterlibatan pemerintah daerah (pemda). Tadinya pemda justru akan mengambil alih, karena kan statusnya enggak jelas jadi mundur kembali. Kalau dikelola sama pemda mungkin tarifnya akan jelas seperti tempat lainnya dengan legal yang jelas juga," kata Cecep.

Cecep menuturkan, kasus Curug Bidadari yang lahannya masih dalam sengketa ini sebelumnya sempat dibahas dan dirapatkan Pemkab Bogor. Sebab, diperkirakan Pemkab Bogor ingin mengambil alih lokasi wisata tersebut dari salah satu pengelolanya.

Diketahui, lahan seluas sekitar 16 hektare itu dikelola beberapa pihak perorangan dan sudah bersertifikat. “Seiring berjalannya waktu sudah dibahas di Pemkab Bogor, kemudian saya usul saya akan cek dulu mengenai keabsahan tanah,” ujar dia.

Maka itu, Cecep berharap agar masalah Curug Bidadari segera selesai. Jika Curug Bidadari dikelola dengan baik, Pemkab Bogor melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bogor bisa turun tangan. Sekaligus menentukan tarif dari tiket masuknya.

“Ketika sudah ada pemenang, inkrah menurut hukum, nanti kita pun tidak akan diam dan akan mengarahkan kepada dinas terkait yang menangani masalah retribusi. Sehingga, tarif ini akan menyesuaikan dengan legalitas yang benar,” kata Cecep.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat