Seorang anak mengumpulkan puing-puing dari gedung yang hancur dibom militer Israel di Gaza. | AP/John Minchillo

Kisah Mancanegara

Warga Gaza: Kami Hanyalah Hitungan Angka

Awni al Kawlak menyimpan setifikat kematian 22 anggota keluarganya dalam koper.

OLEH YEYEN ROSTIANI

Keluarga besar al Kawlak terdiri dari empat generasi. Mereka hidup berdekatan di Gaza City, Jalur Gaza. Mereka tak membayangkan kehidupannya akan porak-poranda sepanjang 11 hari itu. Ini adalah perang keempat yang mendera Gaza, wilayah sempit yang tercekik di sepotong lahan.

Ketakutan mencekam keluarga besar al Kawlak. Wilayah mereka di kawasan Rimal sebenarnya lumayan aman karena jauh dari perbatasan Israel.

Namun, suatu malam, serangan yang menggelegar mengoyak atap apartemen keluarga Azzam al Kawlak. Saat itu, 16 Mei pukul 01.00 waktu setempat.

“Lantai retak di bawah kaki kami. Furnitur terlempar ke dinding,” ujar Azzam (42 tahun).

Gedung berlantai empat itu amblas. Keluarga Azzam selamat dan lolos dari maut dengan turun melalui balkon dapur. Uniknya, pakaian yang dijemur tetap tergantung aman, seperti tak terimbas.

Keluarga dan tetangga menggunakan tali untuk menarik bongkahan dinding yang runtuh. Mereka bahu membahu dengan tim penyelamat yang bekerja dengan peralatan minim.   

Empat hari kemudian, fakta terbaca. Sebanyak 22 anggota keluarga besar al Kawlak gugur. Di antara mereka yang berpulang adalah sesepuh keluarga yang berusia 89 tahun, Amin al Kawlak. Kemudian putranya, Fawaz (62 tahun), cucunya, sameh (28 tahun), dan cicitnya yang baru berusia enam bulan, Qusai. Semua dalam satu garis keturunan, empat generasi.

Tiga keponakan Azzam ikut gugur, yaitu Rula (5 tahun), Yara (10 tahun), dan Hala (12 tahun). Jenazag ketiganya ditemukan dalam keadaan berpelukan erat.

Selain 22 anggota keluarga al Kawlak, 21 orang lainnya di lingkungan itu juga gugur. Ini menjadi insiden terburuk dalam 11 hari serangan.

Israel mengklaim, serangan mereka membidik terowongan bawah tanah Hamas sepanjang 350 kilometer. Juru bicara militer Israel, Letkol Jonathan Conricus menuding Hamas menggunakan manusia sebagai tameng.

“Bahwa serangan itu mengorbankan banyak warga sipil, bukan itu tujuannya,” kata Conricus.  

Di kantor polisi di Gaza, Kapten Mohammed Meqdad menunjukkan salah satu pecahan bom. Di situ tertera, bom itu produksi Boeing Co, dan termasuk “bom pintar”. Bom itu bisa dipandu dengan GPS atau laser untuk mencapai sasaran. Ketika dimintai komentarnya oleh Associated Press, Boeing dan Israel tak memberikan jawaban.   

Menurut Meqdad, bom yang menyerbu kediaman Al Kawlak GBU-31. Bom seberat 430 kilogram itu termasuk peledak berkekuatan tinggi.  

Menurut NR Jenzen-Jones, direktur lembaga Armament Research Services, GBU-31 biasanya digunakan untuk gedung besar. Bom itu mampu menghancurkan hingga level bawah tanah. Artinya, ada perhitungan matang sebelum serangan.

Awni al Kawlak menyimpan setifikat kematian 22 anggota keluarganya dalam koper. Sebagian besar kediaman keluarga besar hancur. Usaha keluarga di bidang perbaikan generatir juga luluh lantak. “Kami tahu bahwa dunia bersimpati saat ini. Namun, setelah sekejap, mereka akan lupa masalah kami,” kata Awni.

Dalam 11 hari, sekurangnya 254 orang meninggal di Gaza dan lebih dari 1.900 orang cedera. Sedangan di Israel, 13 orang tewas. “Bahkan saat mereka mengingat kami lagi, yang mereka ingat hanyalah dalam hitungan angka,” ujar Awni. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat