Sejumlah aktivis melakukan aksi ruwatan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta, Jumat (28/5/2021). | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Ratusan Pegawai KPK Gugat Pelantikan

Ketua BKN menyatakan pegawai KPK bisa gugur bila enggan dilantik.

JAKARTA – Polemik pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi memunculkan solidaritas dari kalangan internal pegawai. Ratusan pegawai KPK yang lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dari berbagai direktorat meminta penundaan pelantikan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dijadwalkan pada 1 Juni nanti.

Salah satu surat itu dikirimkan atas nama 42 penyidik di Direktorat Penyidikan KPK. Mereka memohon penundaan pelantikan, “Hingga setiap permasalahan dalam proses peralihan pegawai KPK diselesaikan sesuai dengan aturan hukum dan arahan Presiden RI." 

Surat serupa juga dilayangkan 75 penyelidik KPK pada Direktorat Penyelidikan. “Kami meminta sekretaris jenderal untuk membuka hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai bentuk transparansi kepada pegawai KPK," demikian disebutkan dalam surat tersebut.

Selain itu, Republika mendapati surat serupa yang mewakili seluruh pegawai di Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI), 67 pegawai di Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi, serta 144 pegawai gabungan dari beberapa kedeputian. 

"Benar. Bahkan direktorat lain juga melakukan hal sama: Direktorat Dumas (Pengaduan Masyarakat), Direktorat Penyelidikan, Direktorat Penyidikan, Direktorat PJKAKI, dan beberapa unit lain," kata Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK Giri Suprapdiono kepada Republika, Jumat (28/5). 

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap mengungkapkan, surat permintaan penundaan pelantikan itu dikirim melalui e-mail kepada pimpinan KPK, Dewan Pengawas serta seluruh pegawai KPK. Surat-surat tersebut beredar di saluran e-mail internal pegawai KPK sejak Kamis (27/5) malam.

Dalam surat yang dikirimkan pegawai-pegawai direktorat Penyidikan dan Penyelidikan, mereka mengingatkan bahwa pemecatan diduga kuat tak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019. Para pegawai berdalih, putusan MK tersebut tak secara harfiah mengamanatkan bahwa hasil tes ASN bisa digunakan sebagai dalih pemberhentian. Tes Indeks Moderasi Bernegara (IMB-68) dan Integritas dalam TWK juga dinilai para pegawai KPK belum pernah digunakan dalam tes ASN selain KPK.

Selain itu, para pegawai juga menilai pemecatan bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo. Dalam pernyataan yang ia sampaikan seturut polemik TWK, Presiden menekankan bahwa tes itu “Hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.” 

Dalam surat pegawai Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi serta Direktorat PJKAKI, mereka juga mengkhawatirkan turunnya persepsi dan kepercayaan publik terhadap KPK di tingkat nasional dan internasional. Mereka juga merisaukan hilangnya independensi KPK sebagai lembaga antirasywah jika pemecatan dilanjutkan.

Hingga Jumat malam, tak ada pimpinan KPK yang bersedia menanggapi permintaan penundaan tersebut. Bagian kehumasan KPK juga tak mengeluarkan tanggapan mengenai ramainya permintaan penundaan pelantikan ini.

Alih status pegawai KPK menjadi ASN merupakan salah satu poin yang diatur dalam revisi UU KPK dan mendapat banyak penolakan. Dalam praktiknya, para pegawai KPK bersaksi bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam tes tersebut memasuki ranah privat, seperti soal praktik keagamaan dan pandangan soal kebijakan pemerintah.

Hal tersebut kemudian memunculkan dugaan ada upaya menyingkirkan pegawai-pegawai tertentu. Dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti TWK, sebanyak 51 orang kemudian diberhentikan karena tak lolos dan 24 dinyatakan masih bisa dibina.

Meski nama-nama 51 pegawai yang dipecat belum diumumkan secara resmi, daftar yang beredar sebelumnya meliputi para pegawai yang selama ini menangani kasus-kasus besar serta sejumlah pegawai yang kerap mengkritisi kepemimpinan KPK terkini.

photo
Sejumlah aktivis melakukan aksi ruwatan KPK di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta, Jumat (28/5/2021). Aksi ruwatan itu dilakukan sebagai kritik terhadap KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri yang dinilai telah melakukan kesewenang-wenangan terhadap 75 pegawai KPK dengan melakukan penonaktifan dan pemberhentian 51 pegawai. - (Republika/Putra M. Akbar)

Komnas HAM telah menerima aduan 75 pegawai yang tak lolos tes itu. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam menyatakan, mereka menemukan hal baru dalam aduan itu dan akan memanggil Ketua KPK Firli Bahuri pekan depan.

Sedangkan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisina mengatakan, proses penetapan surat keputusan (SK) pengangkatan ASN atas 1.271 pegawai yang lolos tes menjadi ASN sudah selesai. Apabila ada pegawai KPK yang tidak mengikuti pelantikan tanpa alasan yang bisa diterima akan dianggap mengundurkan diri.

Penilaian atas alasan tidak mengikuti pelantikan yang bisa diterima atau tidak tersebut menjadi kewenangan KPK. "Kalau tanpa alasan yang bisa diterima berarti dianggap mengundurkan diri," kata dia.

Sementara, gedung Merah Putih KPK dijaga ketat oleh pasukan TNI-Polri dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dilengkapi dengan kendaraan lapis baja serta mobil water cannon, kemarin.

"Kan di sana ada demo, jadi tugas kami mengamankan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat dikonfirmasi, Jumat (28/5). Ia menyatakan, pengamanan itu tak terkait pelantikan pegawai KPK.

photo
Sejumlah aktivis melakukan aksi ruwatan Komisi Pemberantasan Korupsi di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta, Jumat (28/5). - (Republika/Putra M. Akbar)

Isi TWK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengeklaim bahwa pimpinan lembaga antirasuah tidak ada yang mengetahui materi TWK. Dia mengaku, hal tersebut dilakukan untuk menjaga objektivitas tes.

"Ada pertanyaan juga, KPK pimpinannya tidak tahu dengan pertanyaan TWK? Memang kami tidak tahu dan tidak mau tahu. Itu untuk menjamin objektivitas," kata Nurul Ghufron di Jakarta, Kamis (27/5).

Dia mengatakan, KPK menyerahkan isi materi TWK kepada pihak ketiga, dalam hal ini BKN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB).

Tes akan kehilangan objektivitas, kata Ghufron, jika pimpinan KPK masuk dalam penyusunan materi. "Kalau kami masuk, kami kehilangan objektivitas, seakan-akan kami mengintervensi tentang materi maupun metodenya," kata dia.

Lebih lanjut, Ghufron mengeklaim bahwa pelaksanaan TWK terhadap ribuan pegawai KPK sudah sesuai dengan landasan hukum yang ada. Menurut dia, tes yang tidak meluluskan 75 pegawai KPK telah sesuai dengan PP Nomor 41 Tahun 2021.

Merujuk kesepakatan para pegawai yang tak lolos untuk tak mau menjalani pembinaan, Ghufron menyatakan tak ingin berprasangka. "Kami nggak berandai-andai, tapi kami tunggu faktanya saja," kata Ghufron.

Dia juga mengeklaim bahwa pimpinan KPK telah berusaha semaksimal mungkin agar seluruh pegawai lembaga antirasuah dapat beralih status sebagai ASN seluruhnya. "Pimpinan KPK ingin mereka menjadi bagian dari KPK sebagai ASN. Makanya kami koordinasi di BKN, tetapi yang bisa dimasukkan hanya 24," kata Ghufron lagi.

Sementara, sebanyak 75 pegawai KPK berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) mendatangi kantor Persatuan Gereja Indonesia (PGI), kemarin. Kedatangan mereka ke PGI guna menjawab tudingan tentang radikalisme yang dituduhkan.

"Novel Baswedan bersama dengan sembilan kawan sekarang menemui Ketua Umum PGI Gomar Gultom," kata kuasa hukum pegawai KPK yang tak lolos TWK, Saor Siagian, di Jakarta, Jumat (28/5).

Dia menegaskan bahwa tuduhan radikalisme di internal KPK hanya isapan jempol serta omong kosong semata. Menurut dia, sebagian dari yang dinyatakan tak lolos merupakan pemeluk Nasrani dan selama ini betul-betul menunjukkan integritas dan komitmen pemberantasan korupsi.

"Jadi, itu yang mau kami sharing di PGI. Jadi, tuduhan-tuduhan yang disebut tidak bisa lagi dibina atau anti-Pancasila itu fitnah keji," katanya.

Mantan direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko sebelumnya juga menyampaikan protes keras kepada Kepala BKN Bima Haria Wibisana. 

"Saya secara pribadi menyampaikan protes keras ke ketua BKN, Bima Haria. Yang pertama, dia sangat tidak profesional dan kejam. Mengapa saya bilang seperti itu? Saya tahu karena saya ini asesor nasional. Jadi, saya tahu persis proses-proses seperti itu," kata Sujanarko menegaskan dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (27/5).

Sujarnako mengungkapkan, tes yang digunakan dalam asesmen TWK adalah kategori tes psikometri yang biasanya dinilai berdasarkan enam metode, seperti tes tertulis, wawancara, persentasi, FGD dan beberapa tes lainnya. Tingkat validitas asesmen dengan enam metode itu pun, menurutnya, hanya mencapai 65 persen. 

Sementara, tes yang dilakukan dalam asesmen TWK hanyalah menggunakan tiga metode, yakni tes tertulis, wawancara, dan esai. Hal itu, menurut dia, membuat validitas tes semakin kecil. “Dengan alat ukur yang sangat buruk ini bisa dibayangkan dia melabeli 51 orang dengan orang yang rusak dan tidak bisa dididik dari wawasan kebangsaan," ujar dia.

"Apa bedanya saya dengan teroris dan pasukan separatis? Apa argumentasinya Bima Haria? Saya sedang berpikir akan lakukan somasi. Paling tidak, dia bisa menjawab dan punya bukti fakta, saya tidak bisa dididik dan dilabeli merah. Saya ikut organisasi terlarang, saya Taliban. Silakan buktikan. Tidak hanya dengan tiga jenis tes yang tidak jelas ini. Bima Haria harus tanggung jawab ini," ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat